Bab 11 [ Iharasi Sousuke POV ]

2062 Kata
Aku merasakan wajahku disentuh, rasanya cukup geli saat tangan itu menyentuh rambut-rambut halus di area pipiku. Membuatku membuka mata dan kulihat Kuroda-san di sana. “Sudah pulang?” tanyaku dengan suara parau. “Hm.” “Kenapa?” tanyaku saat ekspresi Kuroda-san sama sekali tidak berubah. Kulihat sekelilingku, lampu-lampu sudah menyala tapi tidak ada suara melengking dari Yuuki di sana. “Yuu di mana?” tanyaku penasaran karena aku tidak melihat anak gadisku itu di manapun. “Di kamar atas. Saat aku pulang, dia tidur di lantai sambil menggenggam tanganmu, jadi kubawa dia ke atas.” “Ayah dan ibu?” “Mereka sedang makan-makan dengan orang-orang di ladang, jadi mungkin akan pulang sedikit terlambat.” “Ah, syukurlah...,” “Apanya yang syukur? Kau demam seperti ini, kita ke dokter besok.” “Besok kita pulang, bukan?” “Akan kutinggalkan kalian di sini, akan kuberitahu ibu kalau kau harus pergi ke dokter da—“ “Tidak, aku tidak mau merepotkan mereka. Kalau kau pulang, aku dan Yuuki juga akan ikut.” “Kau ini keras kepala sekali ya,” “Hehe ... sudahlah, aku tidak ingin ayah dan ibu pulang lalu melihatku seperti ini.” Ujarku sambil mencoba bangun. Dan saat aku bangun, aku melihat kalau di meja makan sudah tersedia banyak sekali makanan, tapi bukannya tadi Kuroda-san bilang kalau ayah dan ibu sedang makan malam dengan teman-temannya dari ladang? “Kenapa masak sebanayak itu?” tanyaku penasaran. “Kau dan Yuuki juga belum makan, jadi aku ingin sedikit membuat makanan yang kalian sukai.” Ujarnya sambil menggulung lengan kaos yang dipakai olehnya. “Astaga, tidak perlu sebanyak itu.” “Duduklah, akan kubangunkan Yuuki.” Ujar Kuroda-san sambil mengelus punggungku beberapa kali sebelum dia naik ke lantai atas. Mendapat perlakuan yang sangat istimewa dari Alpha –ku, aku hanya tersenyum sambil berjalan ke arah meja makan. Seperti yang kulihat, di sana ada cukup banyak makanan, mulai dari tempura goreng, sup rumput laut, telur dadar dan beberapa makanan lain yang hanya disukai oleh Yuuki. “Dia benar-benar sayang pada Yuuki.” Gumamku lalu mengambil sebuah mangkuk, mengisinya dengan nasi dan menaruhnya satu persatu untuk kami bertiga. Baru saja aku menaruh mangkuk terakhir Kuroda-san turun bersama Yuuki dalam gendongannya dan masih terlihat sangat mengantuk. “Kenapa?” tanyaku sambil tekekeh melihat bagaimana rambut anak gadisku sangat berantakan dan sepasang mata yang terlihat masih sangat sulit untuk terbuka. Aku mendekati mereka, mengambil Yuuki dari gendongan Kuroda-san, lalu menaruhnya dalam pelukanku. “Hei, ayo bangun, kau belum makan, ayo kita makan dulu.” “Mnn ... Maachan~” “Kenapa? Ayo bangun, lihat, Papa sudah buatkan makanan kesukaanmu.” “Maachan, ngantuk~” “Makan dulu, besok kita pulang ke rumah.” “Hmmm ....” Butuh waktu cukup lama aku membangunkan Yuuki hingga anak itu mau membuka matanya dan duduk di meja makan bersama kami. Sambil memangkunya dan sesekali bercandai dia, Yuuki akhirnya benar-benar bangun dan mulai makan dengan lahap. “Maachan ludah nggak apa-papa?” “Memangnya Maachan kenapa?” tanya Kuroda-san penasaran. Aku ingin sekali menahan Yuuki untuk tidak mengatakan apapun, tapi yang namanya anak-anak memang tidak bisa kutahan, apalagi ucapan spontan mereka di awal benar-benar membuat Kuroda-san sangat penasaran. “Maachan tadi pingstan Papa, teylus Maachan puylang teylus Bob di situh.” Tunjuk Yuuki pada sofa di mana aku memang tidur di sana sepanjang hari. Aku memejamkan mataku sambil mengigit bibir bawahku kuat-kuat. Ish, anak itu benar-benar menyebalkan. Kenapa dia melaporkan masalah ini pada ayahnya? Aku bisa dimarahi kalau begini.... Aku memejamkan mataku karena takut, tapi, sesekali aku melirik Kuroda-san yang menatapku tak berkedip dari bangkunya. Aaaa~ sial, aku seperti akan ditelan hidup-hidup oleh orang itu sekarang. “Besok aku ingin kau ke dokter untuk check up kondisimu. Aku tidak mau kejadian seperti ini terulang.” Ujar Kuroda-san kemudian kujawab hanya dengan sebuah anggukan ringan. Aku tidak tahu kemarahan macam apa yang akan kuterima setelah ini dari Kuroda-san, tapi untuk sekarang aku bisa bernapas lega karena kami sedang makan dan Yuuki terus saja menarik mood booster Kuroda-san keluar. Yuuki terus mengoceh, terus bicara sambil makan, padahal biasanya dia tidak pernah suka kalau melihat Yuuki makan sambil bicara seperti itu, tapi mungkin ... malam ini jadi pengecualian. “Kami pulang~” Suara ibu terdengar melengking setelah membuka pintu. Ayah dan ibu langsung disambut oleh suara melengking lain dari Yuuki dan aku bisa mendengar bagaimana ayah ikut berteriak sambil berlari kecil sambil meregangkan tangannya agar bisa memeluk anak itu. Setelahnya, mereka bercanda sangat riang. “Kalian baru pulang?” tanyaku. “Ya, nyonya Tanaka mengundang kami makan malam, jadi ... kenapa kalian baru makan jam segini?” tanya ayah masih terus memeluk Yuuki yang sibuk menyuap makanannya. Sesekali dia menawari ayah untuk sepotong nugget, tapi ayah menolak karena mungkin dia sudah sangat kenyang. “Bagaimana dengan badutnya, Yuuchan?” kali ini ibu yang bertanya. “Usachan, nenek, Usachan~” “Haha ... iya, Usachan, bagaimana? Sudah bertemu dengannya?” Yuuki mengangguk. “Dia bahkan memintaku mengambil banyak sekali foto.” “Hooo~ benarkah? Nenek boleh lihat?” “Boyleh~ fotonya ada di Maachan~”  Ibu melihatku dan langsung kukeluarkan ponsel yang sejak pagi ada dalam saku celanaku padanya. Dengan perasaan yang sangat bahagia, ibu dan ayah melihat semua foto-foto itu sambil berkomentar tentang banyak hal, hingga tiba-tiba Kuroda-san mulai bicara. “Besok, kami harus pulang ke Kansai.” “Heee~ kalian baru dua hari di sini, Yuuki juga kan belum sekolah, tinggalkan saja dia di sini.” Rengek ibu seperti tidak ingin dipisahkan dari cucu perempuannya. “Ada pekerjaan yang harus kuselesaikan, tapi ... mungkin Sou ingin tinggal lebih lama di sini?” “Ah, itu ... kurasa aku tidak bisa merepotkan kalian, jadi aku akan pulang dengan Kuroda-san besok.” Jawabku dan tentu saja itu membuat wajah ibu terlihat sangat rumit. Dia seperti sangat kesal saat aku bilang kalau aku akan pulang ke Kansai dan tidak akan tinggal lebih lama di sini. Aku paham dengan apa yang ibu inginkan, tapi aku juga tidak bisa membiarkan Kuroda-san mengurus dirinya sendiri, yah ... meski sebenarnya kebanyakan dia yang mengurusku tapi kurasa sekarang aku tidak mungkin terus bergantung pada ibu setelah kami punya keluarga kami sendiri. “Tapi, kalau Yuuchan masih mau tinggal dengan kakek dan nenek, aku akan meninggalkannya di sini dan menjemputnya nanti.” “Aaa~ ndak mau~ Yuu mau ikut Maachan~” rengeknya sambil turun dari kursi dan memeluk kakiku setelahnya. Melihat bagaimana tingkah anak itu,  ayah dan ibu terkekeh. Sungguh, mereka benar-benar seperti punya hiburan baru dengan tingkah Yuuki yang seperti ini. Lagi pula ... akhir-akhir ini Yuuki juga jadi sangat  menempel padaku, padahal sebelumnya anak itu dan aku akan selalu bertengkar meski hanya untuk masalah ringan. Malam itu kami meneruskan makan malam kami dengan Yuuki yang pindah duduk ke atas pangkuanku, bukan hanya pindah tempat duduk, tapi anak juga memintaku untuk menyuapinya makan. Meski Kuroda-san sudah menyuruhnya untuk duduk ke bangkunya lagi seperti tadi, tapi Yuuki menolak dan langsung memelukku. “Hei, Sou,” panggil ayah setelah mengambil sebotol arak dari dalam rak dan meminumnya setelah meja selesai kubereskan dan semua piring kucuci, “kau tidak ada niat untuk kembali bekerja?” tanya ayah. Pertanyaan ayah benar-benar terdengar baru di telingaku. Tentu saja, setelah insiden itu yang mengharuskanku bed rest total saat mengandung Yuuki kemudian hal itu juga yang memaksaku untuk berhenti dari kepolisian, aku tidak pernah berpikir untuk kembali bekerja, apalagi Kuroda-san sama sekali tidak pernah mengajakku bicara tentang topik seperti ini sebelumnya, jadi kupikir, mungkin aku harus merawat Yuuki dulu sampai dia bisa kutinggalkan di day care setelah pulang sekolah nanti, baru aku akan bernego lagi dengan Kuroda-san soal aku yang boleh kembali bekerja atau tidak. “itu ... mungkin aku akan menunggu Yuuki masuk playground lebih dulu.” “Tinggalkan saja dia di sini dan kau bisa melakukan pekerjaanmu dengan baik.” Aku tersenyum, “Ayah tanya sendiri padanya, kalau dia mau dan Kuroda-san mengizinkan, aku tidak akan menolak sama sekali.” “Ish,” ayah menggerutu, dia terdengar sangat tidak senang saat aku mengatakan itu. Tentu saja, Kuroda-san mana mau menyerahkan Yuuki pada mereka untuk tinggal di sini, mengingat seperti apa orang itu menyayangi anaknya, “kau yang bujuk dia.” “Aku tidak akan bisa membujuk Kuroda-san, mungkin kalau ayah yang bilang dia akan mengizinkan.” “Karena itu cepat punya anak lagi agar kalian bisa dapat satu dan kami satu di sini.” “Hei, memangnya ayah pikir punya anak itu mudah?” Ayah menunjukku sambil menenggak arak miliknya sambil tersenyum. “Itu!” ujarnya bangga, “itu yang kuinginkan! Berikan Yuuchan pada kami dan kalian bisa terus bersenang-senang.” Aku ikut tertawa saat suara ayah terdengar cukup renyah untuk mengajakku melakukan itu, sementara dari arah di teras, kulihat sesekali Kuroda-san melirik kami seperti ingin tahu apa yang ingin sedang kami bicarakan. Padahal di sana, kelihatannya Kuroda-san sudah cukup sibuk dengan Yuuki yang mengajaknya bermain puzzle. Sialnya, ayah tahu kalau sejak tadi aku terus melirik Alpha —ku itu. “Kalian sudah tidak pernah bertengkar lagi seperti sebelum menikah, bukan?” tanya ayah tiba-tiba. “Ah, apa?” “Hubungan kalian?” “Oh, itu ... kami baik-baik saja, Kuroda-san orang yang cukup berbeda dari yang kulihat setiap hari dulu.” “Hooo~ kau sedang memujinya?” “Berhenti mengejekku.” “Kau membicarakannya setiap kali kau pulang, kau bilang dia begini, dia begitu, dan dia—ah, aku sampai ingin bilang semua ucapan itu padanya sekarang.” “Ayah hentikan!” “Haha ... kalian itu benar-benar membuatku pusing,” ujar ayah seolah ini lelucon, “bujuk dia dan biarkan Yuuki tinggal dengan kami.” ayah kembali pada tujuannya. “Akan kulakukan hanya jika Kuroda-san memberi izin.” “Tidak akan selama kau tidak merayunya.” Aku tidak akan bisa merayu Kuroda-san untuk urusan seperti ini. Lagi pula, Kuroda-san sudah tahu seperti apa aku dulu padanya, seperti apa tidak sukaku padanya. “Tapi aku serius, Sousuke. Menjadi anggota satuan adalah cita-citamu sejak lama, bukan? Jangan karena hanya alasan merawat Yuuki, kau jadi berhenti dan meninggalkan impian seumur hidupmu itu.” Aku terkesiap saat ayah bicara seperti itu. Aku mungkin tidak pernah melihat ayah antusias saat aku merengek ingin jadi polisi dulu, sampai aku harus tinggal dengan Kogure di Kyoto dan berakhir dengan aku yang akhirnya harus menelan kekecewaan karena aku tahu, kalau aku hanya seorang Omega. Meski begitu, ayah tetap membiayai sekolahku dan melepas semua jam mainku hanya untuk ikut pelatihan di akademi. Aku hanya mengangguk dengan ucapan ayah itu. Tentu saja, aku tidak bisa banyak bicara soal ini dengan ayah karena bagaimana pun, Kuroda-san yang tetap memegang kendali atas aku sekarang. Mungkin dia tidak akan bermasalah kalau aku berniat untuk kembali bekerja, tapi yang selalu jadi masalahnya adalah Yuuki yang tidak pernah bisa kutinggalkan. Anak itu akan langsung panik mencariku dan menangis saat dia tidak bisa menemukanku. Artinya, sampai anak itu bisa untuk tidak terlalu berketergantungan padaku, aku baru bisa kembali bekerja di kesatuan. Setelah aku mengobrol cukup panjang dengan ayah, aku menghampiri Yuuki dan menggendong anak itu untuk tidur. Tapi anak itu merengek dan menolak untuk pergi ke kamarnya lalu memaksa turun dan kembali bermain puzzle dengan ayahnya. "Biarkan saja, nanti juga kalau dia mengantuk pasti dia tidur sendiri." Kuroda-san mengatakan itu seperti dia sendiri tidak merasa lelah, padahal aku tahu kalau pekerjaan di ladang pasti sangat melelahkan, tapi lihat dia ... dia tetap duduk di sini menemani anak gadisnya. "Biarkan aku yang menjaga Yuuki, kau pergilah tidur." Ujarku pada Kuroda-san, tapi dia tidak menjawab ucapanku dan malah asik bermain dengan Yuuki. "Hei, Yuu, Papa pasti mengantuk, ayo pergi tidur." Bujukku, tapi Yuuki sama sekali tidak menjawab, dia hanya menggeleng sambil terus bermain. "Kau ingin kembali bekerja?" "Ha?" "Aku tidak akan melarangmu," ujarnya tanpa menatapku, "tapi sebelum itu kau harus pastikan dia tidak akan menangis saat kau tinggalkan." Aku tersenyum mendengar bagaimana Kuroda-san mengatakan itu tiba-tiba. "Menguping?" "Jarak kalian hanya beberapa meter dari sini, tentu saja aku dengar." Dalihnya, padahal kalau dia mengabaikannya bisa saja dia tidak mendengar apapun. "Aaaa~ kenapa Kuroda-san selalu saja bisa tahu aku melakukan apa, padahal aku tidak pernah tahu Kuroda-san melakukan apa di luar sana." "Apa?" "Hehe ... tidak, bukan apa-apa." Jawabku spontan tapi tangan Kuroda-san sudah melayang dan mendarat tepat di jidatku, memukulnya ringan tapi tetap saja rasanya sedikit sakit. "Dasar...." Desisnya sebal dan aku hanya terkekeh ringan saat aku sukses membuatnya kesal. "Soal pekerjaan itu," aku melanjutkan pembicaraan kami, "aku belum ingin pergi bekerja, setidaknya ... sampai Yuuki masuk Playground." "Tahun depan?" Aku mengangguk. Merasa tak ada lagi yang harus kami obrolkan tentang ini, aku berlatih pada Yuuki yang masih sibuk mencocokkan potongan puzzle yang sejak tadi dia susun dengan Kuroda-san. Melihatnya kebingungan, aku kembali terkekeh sebelum akhirnya aku mencoba mengambil satu potongan yang cocok dengan potongan sebelumnya kemudian kuserahkan pada anak itu untuk dia taruh pada sisi potongan sebelumnya. Kemudian, anak itu bersorak sangat keras karena dia bisa melanjutkan pada potongan lainnya. Aku terus fokus pada Yuuki, sampai aku tidak sadar kalau Kuroda-san terus memperhatikanku. Dia terus menatapku sebelum melingkarkan tangannya di bahuku kemudian menarikku ke dalam pelukannya lalu mendaratkan beberapa ciuman di belakang kepalaku. Harus kuakui, ini memalukan. Tapi karena Yuuki tidak melihat apa yang sedang kami lakukan, aku berusaha mengendalikan diriku untuk kembali padanya dan membantunya menyusun sisa puzzle yang belum sempurna. _
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN