Bab 39. [ Kuroda Shouhei POV ]

747 Kata
Sama seperti pagi biasanya, aku bangun lebih dulu dari Sousuke dan masak untuk sarapan mereka. Kupikir, mereka akan bangun nanti lebih siang, tapi saat aku menaruh wajah di atas kompor, Yuuki sudah bangun dengan Hiro yang berjalan di belakangnya. Hanya saja penampilan mereka masih sangat berantakan. “Ada apa kalian turun?” tanyaku saat Hiro menghampiriku sementara Yuuki berjalan ke arah kamar, sepertinya ingin menemui ibu –nya. Jadi kubiarkan dia masuk ke dalam sana. “Aku ada kuliah pagi ini, jadi aku ingin makan sebelum mandi.” Jawab Hiro sambil menggaruk belakang kepalanya. Adikku ini sudah bekerja di salah satu universitas sebagai asisten dosen, harusnya dia bisa lebih dari itu, hanya saja anak itu tidak lebih berani mengambil pekerjaan yang kurasa dia bisa tapi dia terlalu takut untuk mengambil resikonya. Tentu saja, pekerjaan sebagai dosen itu selain melelahkan, dia juga harus bertanggung jawab untuk semua hal termasuk kelas, sementara dengan pekerjaannya sekarang dia hanya bertanggung jawab untuk mengawasi anak-anak di dalam kelas selebihnya bukan urusannya. “Kebetulan aku baru mau masak, kau makan apa?” “Aku mau Kastela yang Aniki bawa semalam. Kau janji membawa kue itu, bukan?” “Kenapa kau pikir aku benar-benar akan membawakan Kastela untukmu?” “Tentu saja! Aniki tidak pernah menolak kalau aku ingin sesuatu, bukannya Aniki juga melakukan hal yang sama bukan pada Souchan?” “Dia pasanganku sekarang, kau tidak bisa terus-terusan minta padaku, cari Mate –mu sana.” “Aku tidak mau. Ayah melarangku melakukan itu, dia juga mengatakan kalau aku akan dijodohkan dengan koleganya.” Aku menghentikan kegiatanku dan berbalik memperhatikan adik semata wayangku yang duduk sambil menarik kotak-kotak kue Kastela yang kubeli semalam. “Ayah apa katamu?” tanyaku mengulangi ucapannya tadi. “Akhir-akhir ini ayah sedang dekat dengan seseorang dari kantor bursa saham yang punya anak laki-laki. Anak laki-lakinya Alpha, meski bukan dominan tapi dia punya usaha yang cukup mapan dan ayah bilang kalau hidupku akan terjamin kalau aku menikah dengannya.” Jawab Hiro sambil mencubit ujung kue Kastela yang kubeli semalam. Persis seperti yang dilakukan oleh Sousuke. “Dan kau terima?” tanyaku tapi dia menggeleng. “Aku belum mengatakan apa-apa, ayah juga hanya baru memperlihatkan fotonya padaku dan jujur, aku tidak tahu seperti apa orang itu jadi aku biasa saja saat ayah bilang kalau dia mau menjodohkanku.” “Kau yakin hanya itu?” tanyaku lagi dan Hiro hanya mengangguk. Sebenarnya aku masih ingin bertanya tentang apa yang kudengar ini, tapi sepertinya mood anak itu sedang tidak bagus sejak dia bangun, karena itu dia langsung turun dan mencari makanan. Karena sejak dulu, kalau anak itu kesal maka saat dia bangun dia akan merasa sangat lapar. “Kau mau makan apa?” tanyaku lagi. “Aku mau secangkir kopi latte. Tapi aku akan buat sendiri.” Ujarnya sambil bangun dan mencari kopi instan di rak atas tak jauh dari lemari es, menyeduhnya dengan air panas yang sudah kubuat sejak tadi. “Aniki, kurasa Yuuki harus mulai diberitahu tentang adiknya dan dididik untuk jadi kakak.” “Apa yang kau dapat kemarin seharian dengannya?” “Setiap kali kutanya soal adiknya, Yuuki langsung marah, dia tidak mau membahas apapun. dia langsung menjauhiku dan langsung menghampiri Souchan. Anak itu ... kena Sibling Syndrom?” “Ya, aku sudah konsultasi dengan dokter anak dan kata mereka dalam kasus Yuuki ada sedikit masalah dalam dirinya jadi harus menggunakan pendekatan yang sedikit halus lagi.” “Kupikirkau harus bertindak lebih cepat, karena anak itu sedikit bermasalah dengan itu. Aku takut kalau adiknya sudah lahir dia akan nekat dan menyakiti anak itu kalau dia cemburu.” “Kau seperti psikolog ya?” pujiku tapi kurasa nada yang kugunakan lebih seperti mengejeknya sekarang. “Kau masih bingung kenapa Souchan bisa menikahi pria seprtimu.” Ejeknya, “kalau aku, aku tidak akan pernah tahan dan minta cerai.” “Itu yang selalu dia pikirkan.” “Lalu kenapa tidak pernah dia lakukan?” “Entahlah, tanyakan padanya.” “Kenapa aku harus bertanya pada Souchan kalau Aniki tahu segalanya. Eh tunggu, mengerikan sekali ... Aniki, bagaimana bisa kau tahu semua hal? Benar-benar seperti interkom kau ini.” “Interkom? Maksudmu Interpol?” “A—mungkin.” “Dasar kau ini, sudah salah sebut, percaya diri sekali.” Ujarku sambil menjewer telinganya sampai dia mengaduh. “Yuuki akan masuk sekolah sebentar lagi dan kurasa kau harus membantunya belajar lebih giat lagi mulai dari sekarang.” “Untuk apa? Anak itu sudah pandai membaca, menulis dan menggabar. Souchan sangat hebat mengajari Yuuchan, jadi aku tidak berbuat apa-apa untuk cerdasnya anak itu.” “Jadi aku tidak salah pilih, bukan?” “Aniki memang tidak salah pilih, tapi Souchan yang salah pilih Mate yang menyebalkan sepertimu.” “Bilang saja kau iri, kan?” “Kenapa aku harus iri? Lagi pula tipe –ku bukan orang seperti Aniki.” “Lalu seperti apa tipe –mu?” “Aaa~ kau terlalu penasaran, dan penasaranmu itu menyebalkan! Aku mau mandi!” ujarnya berbalik dan kembali naik ke lantai atas untuk mandi, atau untuk menggerutu karena ucapanku barusan. Aku tidak peduli kalau dia marah padaku, tapi aku akan sangat tidak senang kalau sampai perjodohan itu benar-benar terjadi. “Setidaknya, aku harus tahu anak itu seperti apa.” _
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN