Bab 38. [ Iharasi Sousuke POV ]

828 Kata
Aku membuka kue Kastela yang dibawa Kuroda-san dari Kobe. “Kenapa membawa Kastela? Kenapa tidak membawa acar buatan ibu?” tanyaku dan mencubit sedikit ujung kue Kastela itu. Rasanya sama saja seperti kue Kastela sebelum-sebelumnya yang kumakan, hanya saja karena aku sedang ingin hal yang lain rasanya jadi sangat tidak enak. Kurasa Kuroda-san mendengar apa yang kukeluhkan, jadi dia meninggalkan air yang sedang dia masak di teko listrik dan kembali ke pintu garasi dan menghilang di sana. “Apa itu ... kalau dia bawa kenapa dia malah hanya menaruhnya di mobil?” gumamku lalu kembali mencubit ujung Kastela di bekas yang sama. Tak lama setelah Kuroda-san pergi, dia kembali dengan satu kotak berisi acar buatan ibu. Melihatnya aku langsung sumringah lalu bergegas menghampiri Kuroda-san untuk mengambil kotak acar itu dari tangannya. “Ini sudah tengah malam, tadinya besok baru akan kutaruh di kulkas agar bisa kau makan saat makan siang, tapi ternyata nafsu makanmu sedang tidak bagus hari ini.” Ujarnya. “Tadi siang Hiro yang masak untuk kami, tapi karena aku kepikiran soal Hiro yang mengatakan kalau kau akan pulang membawa Kastela, aku jadi terus terbayang acar buatan ibu.” Mendengar ucapanku, Kuroda-san terus tersenyum, orang itu ... apa yang sudah dia bicarakan dengan orang tuaku sampai dia berasa sangat bahagia seperti ini sampai bisa terus tersenyum, padahal berkendara dari Kobe kemari kan bukan jarak yang sebentar. Hanya saja aku tidak ingin bertanya, karena kalau aku bertanya mungkin Kuroda-san akan berhenti tersenyum. Sungguh, pemandangan seperti ini memang cukup langka untukku. Tapi ... entah kenapa tiba-tiba aku merasa apa yang Kuroda-san lakukan lakukan cukup menyebalkan mengingat bagaimana ibu-ibu kompleks terus memujinya, membicarakannya dan memujinya seperti orang ini masih singlet, belum berkeluarga dan punya anak. Oh, ayolah ... kenapa ibu-ibu kompleks mengidolakan seorang gay sepertinya? Tidakkah mereka melihat siapa yang sudah orang ini nikahi? Aku ini pria, meskipun gender tambahanku adalah Omega bukan berarti aku ini benar-benar perempuan. “Ada apa?” tanya Kuroda-san padaku. “Tidak,” jawabku sambil mengunyah acar yang kuterima dari Kuroda-san, “hanya sedang kesal.” “Karena aku baru pulang dari Kobe?” “Pada ibu-ibu di kompleks ini.” “Kenapa dengan ibu-ibu kompleksnya?” tanya Kuroda-san penasaran. “Mereka menyebalkan.” Gerutuku. “Kenapa?” lagi, Kuroda-san bertanya sambil tersenyum seperti setelah mendengar kalimat pertamaku, “apa mereka mengataimu seperti badut?” “Aku ini sedang mengandung bukan badut!” ledeknya seperti yang sudah-sudah. Sialnya, Kuroda-san malah tertawa seperti dia tidak pernah mengatakan hal buruk padaku. Melihatnya tertawa, aku menggigit bibirku sebal sambil mendengus kesal. “Benar-benar menyebalkan.” Gerutuku. “Kau tidak tahu bagaimana kesalnya aku saat mereka memujimu tampan, gagah, pria sejati dan semuanya! Mereka memujimu seperti kau bukan orang yang sudah menikah dan punya anak! Lihat anakmu! Dia sudah jadi anak gadis sekarang dan apa mereka itu buta! Kau juga akan punya anak lagi sebentar lagi tapi mereka malah masih sibuk memuji seolah kau ini masih bujangan! Menyebalkan.” Ujarku kesal sambil membentak dan menujuk-nunjuk seperti orang aneh. “Kau cemburu?” “Tentu saja aku seperti itu! Mereka pikir mereka itu siapa bisa memujimu seperti itu di depanku!” kali ini aku benar-benar marah mendengar bagaimana Kuroda-san seperti tidak bersalah sama sekali dan terus tersenyum seperti marahku ini adalah sebuah lelucon. “Apa saja yang mereka katakan?” “Aku tidak tahu!” jawabku sambil memasukkan acar lain ke dalam mulut. Ah, sial. Kenapa aku benar-benar marah hanya karena ibu-ibu kompleks membicarakannya? Lagi pula ... “Kenapa kau selalu menyebutku seperti badut?” “Tidak, hanya saja kau terlihat sangat lucu, tidak banyak waktu yang kumiiki sampai kau melahirkan dan perut ini,” Kuroda-san berjongkok di hadapanku lalu mengelus perutku sebelum menciumnya beberapa kali, “aku tidak akan melihatnya lagi setelah ini.” “Kau ... hanya ingin punya dua anak?” tanyaku dan sukses membuat Kuroda-san menatapku kemudian tersenyum. “Kau mau punya anak lebih dari ini?” “TIDAK!” jawabku tegas sambil memeluk perutku sendiri. “Tentu saja aku tidak mau terus-terusan dikatai badut olehmu!”ujarku sebal, tapi lagi-lagi Kuroda-san malah terkekeh seperti ucapanku benar-benar hanya sebuah lelucon untuknya. “Sudahlah! Aku tidak mau makan lagi, aku mau tidur!” ujarku dan menyingkir darinya. Tapi sial, Kuroda-san mengejarku dan menggendongku masuk ke dalam kamar sebelum menaruhku ke atas kasur. “Minggir, aku mau tidur!” ujarku sambil berusaha menyingkirkannya dariku, tapi Kuroda-san malah memelukku dan menciumku berkali-kali. “Hentikan! Aku mau tid—“ “Bagaimana Yuuki hari ini?” tanyanya, dan kontan membuatku langsung teralih. “Salah satu ibu-ibu kompleks memberikanku brosur untuk sekolah barunya.” “Apa kau yakin membuatnya sekolah di semester ini?” “Tentu saja.” “Kandunganmu?” “Tidak akan pergi kemanapun.” “Bagaimana kalau tunggu sampai semester depan sampai dia lahir?” Aku menggeleng. “Aku tidak mau menunggu lagi, dia anak yang cerdas, tidak mungkin aku terus menunggu sampai adiknya lahir dan kecerdasannya terbuang sia-sia hanya dengan belajar di rumah.” “Dia punya ibu sepertimu, tidak mungkin sia-sia.” Aku mendecih mendengarnya. Dia benar-benar seperti tidak pernah berpikir untuk bertindak dan kurasa kalau semua tindakannya adalah tindakan spontan yang menyebalkan. “Ah~ kenapa sejak aku mulai hamil anak ini rasanya aku benci sekali padamu~” Lagi, Kuroda-san terkekeh mendengarku bicara. Tapi tawa tidak berlangsung lama, dia menghentikannya kemudian menciumku kemudian. Aku bisa merasakan lidah Kuroda-san berusaha masuk ke dalam mulutku, mengajak lidahku bermain dan dan menghisap bibirku perlahan. Bukan hanya itu, Kuroda-san juga mengelus perut besarku, menggerakkan telapak tangannya yang besar melingkar seperti mengukurnya dengan itu, dia bahkan tidak bisa memikirkan apa aku berusaha menahan geli karena itu. Aku tidak tahu apa yang ingin Kuroda-san lakukan setelah ini, tapi aku akan menikmati ini, setidaknya sampai aku tidur.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN