Bab 42 [ Arata Kenichi POV ]

1830 Kata
"Baiklah, baiklah, nanti akan ku —cek semuanya." Ujarku pada Nora setelah dia berdiri hampir satu jam di depanku. Lagipula, kenapa dia mau terus berdiri di sana setelah aku abaikan dia meski dia baru saja kuabaikan sangat lama. Wajah Nora terlihat sangat kaku, sepertinya dia sangat kesal padaku karena aku mengabaikan dia setelah dengan susah payah dia membuat rekapan laporan bulanan kafe milikku sementara aku malah asik memelototi ponselku. Aku masih tersenyum ke arahnya meski ponsel sudah kumatikan, tapi sepertinya Nora masih tidak bisa memaafkan apa yang kulakukan padanya. "Ayolah~ aku sudah minta maaf, bukan?" Ujarku padanya dengan menekuk wajahku sememelas mungkin di hadapannya, hanya saja kurasa itu tidak berguna. Nora sudah bekerja padaku dua tahun terakhir, dia memang pendiam tidak suka bicara kecuali hanya 'hm', 'mn' atau 'ya' kadang juga 'tidak'. Aku selalu kesulitan menebaknya, rapi aku juga kadang tidak bisa bicara dengan benar padanya karena iritnya dia bicara. "Baiklah, mau kutraktir makan siang?" Aku masih mencoba. Dia menggeleng, kemudian berbalik dan berjalan pergi dari ruanganku. "Nora," panggilku menghentikannya, "apa sesuatu terjadi selama aku tidak di sini?" Tanyaku dan sukses membuat pemuda itu berbalik dan kembali memperhatikanku. Nora adalah Alpha. Dia baru lulus SMA tahun ini, tapi karena dia butuh uang untuk biaya sekolahnya. Dulu dia tetanggaku waktu dia masih tinggal dengan orang tuanya, rumahnya dan rumah orang tuaku bersebelahan, karena ibu kasihan, awalnya mereka akan memberikan beasiswa, tapi bocah ini menolak dan memilih untuk melakukan hal lain daripada menerima beasiswa cuma-cuma dari ibuku. Jadi, saat ibu menceritakan itu padaku, aku jadi punya ide untuk mempekerjakan Nora di sini karena dari yang kudengar, anak ini menonjol dalam hitung menghitung, dan kurasa itu benar, sejak anak ini kutempatkan di kasir, selain wajahnya perpaduan antara tampan manis, dia juga jadi pusat perhatian hampir semua pelangganku, tapi sepertinya, meski dia sudah jadi pusat perhatian dan jadi idola dadakan, kurasa tidak mengubah sedikitpun kepribadiannya yang tidak pedulian itu. "Sejak kau beli rumah di Kansai, kau jadi sangat jarang datang kemari." "Apa ada yang salah dengan rumahku di Kansai?" Tanyaku penasaran. "Omega itu, kau masih menyukainya?" Tanya Nora seperti biasa, tanpa ekspresi. Aku tersenyum tanpa menjawab pertanyaannya, jadi, daripada aku harus bertengkar karena hal tidak penting, sebaiknya kualihkan pembicaraan kami ke topik yang lain.  "Sudah dua tahun kau bekerja denganku tanpa cuti, bagaimana kalau kau ikut aku." "Kenapa selalu mengalihkan pembicaraan saat aku menyinggung soal Omega itu? Kau tahu kalau dia itu Mate orang lain, lagipula kau itu Beta, kenapa selalu berpikir ingin bersamanya? Sakit jiwa!" Hardiknya. "Hei, Nora~ mulutmu itu pedas sekali." "Nora?! Namaku Noriyuki, bukan Nora!" Aku tertawa mendengarnya marah, "Maaf, aku lupa siapa namamu, jadi yang kuingat hanya itu." "Menyebalkan." Gerutunya lagi, dan aku masih tersenyum. "Hei, jangan marah~" bujukku. "Kafe berjalan sesuai yang kau ingin, tapi akan lebih baik kalau kau datang lebih sering, jangan hanya saat penyerahan rekap laporan keuangan dua bulan sekali kau baru datang." "Ayolah, aku sudah minta maaf." "Minta maafmu itu tidak tulus." "Sudah kubilang, aku akan lakukan apapun agar kau tidak marah lagi, ayolah Nora~" "Maaf, aku sibuk." Ujarnya kembali berbalik dan nyaris meraih gagang pintu, tapi segera menahannya dan kembali mengatakan kalau aku akan memberikan apa yang dia mau sebagai permintaan maaf. "Baiklah, aku ingin melihat rumahmu yang di Kansai." "Apa? A—maksudku, apa tidak ada yang lain?" Aku berharap. Tapi, saat Nora melihatku, kurasa memang tidak ada yang lain dan kurasa juga keputusan Nora memang mutlak.. "Baiklah~ tapi aku tidak bisa mengantarmu pulang lagi setelah itu." "Kau mau menemui omega itu lagi?" "Berhenti menyebutnya Omega itu, kalau nanti kau bertemu dia aku yakin kalau kau juga akan menyukainya." "Ch, aku tidak akan tergoda oleh omega milik orang lain." "Ish, omonganmu itu, benar-benar membuatku parah hati." Seruku dan kalimat itu sukses membuat Nora benar-benar keluar dari ruanganku. Anak itu, usianya baru delapan belas tahun, tapi ocehannya sudah seperti kolegaku saja. Salah bicara sedikit saja, rasanya aku akan kehilangan penanam modal di usahaku ini. Tapi ... ucapannya tentang aku yang mengharapkan Mate orang lain itu rasanya seperti ..., "Ah~ kenapa aku harus dengarkan ocehan anak kecil seperti dia?" Mengesampingkan itu, aku mencoba memeriksa laporan yang diberikan Nora padaku. "Wah, luar biasa~" pujiku. Pendataan yang dia lakukan benar-benar detail, semua pekerjaan yang dia serahkan padaku juga sangat rapi dan tersusun dengan sangat baik, bahkan sejak Nora bekerja di sini pun, omzet penjualan di kafe ini selalu baik setiap bulannya. Kurasa aku harus benar-benar memberinya reward. Padahal, aku baru saja datang kemari, kemarin sore dan berniat menginap di sini selama beberapa hari sambil mengontrol kafe, tapi sepertinya aku tidak akan bisa melakukan itu. "Lagipula, kenapa anak itu ingin melihat rumahku yang di Kansai?"gumamku langsung menutup laporan keuanhan yang sudah selesai kuperiksa dan bergegas menuju ke depan. Hari ini kafe terlihat cukup ramai, tapi aku juga tidak bisa menutupnya begitu saja. Kuhampiri Nora dan mengatakan kalau kafe hanya akan kubuka setengah hari, hari ini. "Ada apa? Hari ini kan ramai? Lagipula sebentar lagi jam sekolah berakhir, kafe akan jadi lebih sibuk." Jawab Nora. Ah, aku hampir saja lupa. Kafe ini memang selalu ramai, tapi semuanya didominasi oleh anak-anak sekolah yang terpikat pada wajah dan gestur tubuh Nora. Tapi sepertinya tidak dengan Alpha remaja satu ini. "Kau bilang kalau kau ingin melihat rumahku di Kansai? Sekalian aku ingin memberikan waktu liburan untukmu." "Tapi aku tidak bilang hari ini." "Sayangnya, hanya hari ini yang kupunya." "Tidak, aku akan tetap buka kafe sampai sore nanti." "Kalau begitu tidak jadi." Godaku, dan ucapan itu sukses membuat Nora kebingungan. Huh, apa-apaan itu? Kenapa dia bisa memasang wajah seperti itu? Wajah yang tidak pernah kulihat sebelumnya, rapi bocah tetap saja bocah. "Aku tunggu satu jam lagi, sekalian memesan tiket kereta, kuharap aku bisa dapat harga murah." Ujarku sambil berkedip ke arahnya. Tapi sial, aku langsung dilempar selembar nota yang sudah dia remas-remas entah sejak kapan. "Aku serius, aku tunggu sejak lagi di smokin area bekalang." Ujarku lagi. Setelah meninggalkan Nora, aku mencoba menyalakan sebatang rokok di sana. Kafe -ku ini memang tidak menyediakan area khusus untuk pengunjung yang merokok agar bisa menikmati makanan dan lingkungan nyaman di dalam sana, tapi sialnya masih saja ada orang yang datang dan mencari tempat merokok sampai akhirnya aku membuat tempat ini. Meski hanya ada empat.meja dengan dua belas kursi, ruangan ini tidak sedikit yang menggunakan. Kadang, kalau sedang ramai, tempat ini juga ramai, bahkan tak jarang dengan orang yang berdiri karena tidak kebagian tempat duduk. Kuhisap rokok yang sudah kunyalakan dan asapnya memenuhi ruangan secara berkala. Ah, aku jadi ingat alasan kenapa aku membangun tempat ini. Dulu sekali, karena ayahku dekat dengan wakil direktur kepolisian pusat di sini, hanya berawal dari obrolan tidak berguna, dia memberiku pinjaman modal yang sangat besar tanpa syarat untuk membangun sebuah usaha yang sebenarnya aku sendiri tidak tahu mau membuat apa waktu itu. Singkatnya, waktu aku melihat banyak peluang untuk usaha restoran di sini, akhirnya aku membuka kafe ini sebagai sampingan. Sementara aku bekerja di tempat lain. Tapi semuanya berakhir saat Sousuke ditarik Alpha itu ke Kansai. Kupikir, aku akan dengan mudah mendapatkan dia lagi setelah bagaimana aku dan dia berteman selama ini, tapi ternyata daya tarik Alpha dominan itu sangat besar sampai-sampai aku tidak bisa lagi mendekatinya dengan mudah, lalu tiba-tiba anak itu, merek punya anak. "Dominan~" "Ada apa dengan dominan?" Suara Nora mengagetkanku. "Ah, tidak ada apapun. Bagaimana? Sudah menutup kafe?" "Aku tidak akan bisa ruko kalau kau masih ada di sini." "Hoo~ susah memutuskan ternyata. Baiklah, kau bisa ganti pakaianmu, biar aku yang membereskan ini." Ujarku dan Nora langsung meninggalkanku sendirian. Ah, kenapa anak itu sama sekali tidak ada manis-manisnya? Harusnya saat kubilang akan kubereskan sendiri anak itu langsung membantuku, tapi kenapa dia malah benar-benar pergi begitu saja? Benar-benar tidak berperikemanusiaan. Setelah aku selesai membereskan amokin area, menutupnya dan mengunci semua jendela dan pintu, aku kembali ke meja kasir di mana Nora masih ada di sana menungguku. "Semua karyawan sudah pulang, karena kau juga aku harus memberi kompensasi lebih pada pelanggan." "Kompensasi?" "Kau tidak perlu tahu, ayo pergi. Aku yang akan beli tiket keretaku sendiri." "A—ah, baiklah. Tapi kita harus ke tempatmu dulu untuk mengambil beberapa pakaian, kau tidak mungkin datang ke Kansai lalu pergi begitu saja, bukan? Atau ... gaji dariku sudah sangat besar sampai kau mau beli pakaian baru di sana?" "Tentu saja tidak." Jawab Nora sangat santai. Setelah semua pakaian kami ambil, aku tidak menunggu apapun lagi dan segera menuju ke stasiun. Di dalam kereta, selama lima jam tidak ada yang dia katakan, dia juga hanya terus melihat ke arah jendela dan terus bertingkah seperti dia tidak peduli padaku yang jelas-jelas sudah berbaik hati mau membawanya ke rumahku. "Bagaimana dengan sekolahmu?" "Baik." "Tidak ada masalah dengan biayanya bukan?" "Gaji yang kau berikan di kafe cukup untuk biaya hidup dan uang kuliahku." Aku mengangguk mendengarnya. Baiklah, Nora bukan anak yang banyak bicara tapi untuk aku yang jarang sekali bicara dengannya, kurasa ini jadi tantangan untukku. Ya~ setidaknya karena dia karyawanku. Lima jam kereta melaju dan akhirnya kami tiba di Kansai. Dengan sebuah taksi, aku dan Nora langsung ke rumahku, anehnya. Anak itu tidak berkomentar apapun, dia hanya berkeliling dan setelah puas dia langsung berpamitan. "Loh, kau mau ke mana?" Tanyaku benar-benar bingung. "Sudah kubilang kalau aku hanya ingin melihat, kau yang menyuruhku membawa pakaian, jadi kubawa, tapi sekarang aku mau kembali ke Tokyo." Jawabnya seperti perjalanan kami barusan tidak membuatnya lelah sama sekali. Lagipula, ini sudah terlalu sore untuk perjalanan jauh seperti itu. "Baiklah, kalau kau tidak suka menginap di sini, bagaimana kalau kucarikan penginapan untuk semalam? Kansai terkenal dengan penginapan dan pemandian air panas terbukanya, jadi aku yang traktir." Ujarku dan dia terlihat seperti sedang berpikir. "Baiklah, tapi hanya malam ini, besok aku ada kelas." Aku menaikkan sebelah alisku tinggi. "Kalau kau ada kelas, kenapa malah merengek ing—" "Katakan di mana penginapannya?" "A—ah ...." Aku tidak bisa berkata apapun dengan bocah ini yang bertingkah seperti dia adalah bos -nya di sini. Baiklah, dia punya kelas besok, itu artinya aku harus beli tiket pesawat untuk melemparkannya kembali ke Tokyo besok pagi.. Jadi, setelah aku bernego dengan isi kepalaku sendiri, akhirnya aku membawa dia ke sebuah penginapan di kawasan Nanao. Memesan sebuah kamar di sana dan membiarkan dia sendiri seperti yang dia mau. "Aku akan meneleponmu besok pagi, jadi saat aku telepon, sebaiknya kau sudah siap dan datang menjemputku di sini." Ujar Nora dengan sangat berani memerintahku. "Ah, baiklah tuan muda." Sahutku sedikit memberi ejekan di sana. Tapi seperti yang kuduga, bocah itu sama sekali tidak terpengaruh. "Menjengkelkan. Kenapa orang tuaku bisa punya tetangga seperti dia?" Gumamku sambil berjalan menjauh dari penginapan itu. Tapi, sebelum aku benar-benar pergi, aku melihat ada vending machine berjejer tepat di sebelah pintu gerbang, karena haus aku mendekati mesin-mesin itu dan membeli sekaleng bir dingin kemudian membukanya. Dan saat merasa sedang asik bersama sekaleng bir dingin kesukaanku, tiba-tiba orang yang cukup kukenal datang dan membeli minuman yang sama di mesin yang baru saja memberikanku minuman segar. "Aku tidak mengira bertemu denganmu di tempat ini, Kuroda Shouhei." Ujarku. "Arata Kenichi ...." Aku terkekeh melihat bagaimana ekspresinya sekarang. Dia terlihat seperti perpaduan antara kesal, marah dan ... kurasa semua hal buruk tentangku sedang ada di kepalanya sekarang. Atau dia pikir, aku sedang mengikutinya begitu? Oh, ayolah ... aku tidak seburuk itu. "Sedang apa kau di sini?" "Berlibur." Jawabku kemudian menenggak minumanku, sementara dia hanya menatapku dengan tatapan dingin yang mengintimidasi, dan rasanya ... aku bisa merasakan sedikit tekanan Alpha di antara kami. "Percuma kau mengeluarkan tekanan padaku," ujarku memperingatkan, "kau lupa siapa aku?itu tidak akan berpengaruh apapun." "Kutanya sedang apa kau di sini?" Dia mengulangi pertanyaan yang sama padaku. "Kau, tidak sedang berpikir aku mengikuti kalian, bukan?" _
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN