Aku membuka kacamata yang sudah sepanjang sisa malam kupakai.
Sudah selama setahun terakhir ini kegiatanku selalu seperti ini. Selalu tidak pernah tidur dengan benar. Kututup laptop yang sejak sepanjang malam menemaniku dan meletakkan kacamata itu tepat di atasnya.
Kemudian berjalan menuju gorden dan membukanya setelah mematikan semua lampu. Bahkan aku sudah tidak bisa mengatakan kalau ini masih pagi dengan matahari yang mungkin sudah akan sejajar dengan ubun-ubunku di luar sana.
“Kuharap aku bisa punya sesuatu yang bisa menemaniku tinggal di rumah ini.” Gumamku sambil berjalan ke arah dapur.
Lampu-lampu di sana masih menyala, kumatikan semuanya dan kubuka gorden yang menutupi rumahku dari cahaya matahari. Kubuka lemari es dan mengeluarkan beberapa bungkus ham, keju slice, saus sambal dan tomat, juga selada, tomat, timun dan salad yang kubeli kemarin di supermarket.
Selain semua itu, aku juga mengambil dua lembar roti tawar, memasukkannya ke dalam roaster, sambil menunggu rotinya terpanggang sempurna, aku mengambil tabung berisi biji kopi mentah, memasukkannya ke dalam Coffee Maker, dan membiarkan mesin itu bekerja memberikanku kopi segar pagi ini.
Masih sambil menunggu, aku kembali membuka bungkus berisi ham yang kuambil dari lemari es tadi, menggorengnya dengan sedikit minyak kemudian menaruhnya pada sebuah piring, di saat bersamaan, roti panggangku sudah siap.
Aku segera mengambilnya, menyusunnya dengan ham dan keju slice, tomat, selada juga timun sebelum menambahkan saus dan mayonaise tidak lupa aku juga menambahkan sedikit mustard di sana sebelum menumpuknya menjadi satu, memotongnya menjadi dua bagian lalu menyusunnya sangat cantik di atas piring.
Setelah sarapan pagi menjelang siangku selesai dibuat, aku langsung menyantapnya lahap. Harusnya aku makan nasi di jam seperti ini, tapi kurasa aku tidak akan punya banyak waktu antuk melakukan itu karena sekarang perutku sudah benar-benar lapar.
Salahkan hobiku yang membuat waktuku habis tak bermanfaat.
“Apa bagusnya menjadi penulis terkenal kalau aku tidak bisa tidur dengan nyenyak?” gumamku sambil mengunyah.
Setelah menghabiskan roti itu, kopi yang kubuat pun sudah selesai. Kutaruh piring kotor dan mencucinya bersama wajan yang kupakai tadi, sebelum mengambil cangkir untuk menuangkan kopi yang sudah selesai kubuat.
Aku langsung menuangkan kopi yang sudah selesai itu ke dalam cangkir dan meminumnya sambil menyalakan televisi, menonton acara berita pagi sambil melamun karena kenyang.
Tapi, saat aku sedang menikmati kopi itu, ponselku berdering dari arah ruang kerja, tempat di mana aku meninggalkan latopku.
Hanya saja, saat aku melihat moner yang meneleponku, aku langsung mengernyit, nomer itu sama sekali tidak kukenal, bahkan belum pernah kusimpan.
Aku mencoba mengabaikan panggilan itu, tapi saat aku menaruh ponsel itu kembali ke tempatnya semula, tapi lagi-lagi nomer itu meneleponku. Karena penasaran dan takut kalau itu adalah hal penting, akhirnya aku mengabaiakan kalau aku tidak mengenal nomer itu dan mengangkat panggilannya.
“Ha—“
[ “Tolong datang ke rumahku dan pastikan dia baik-baik saja!” ]
Belum selesai aku menyapa, orang di seberang sana sudah berteriak-teriak seperti orang gila. Hanya saja, dari suaranya, aku rasa aku tahu siapa orang ini.
“Kau Alpha –nya, bukan?”
[ “Kau ingat Mihara Kuji? Dia melarikan diri dan sekarang sedang menuju ke rumahku.” ]
Mihara Kuji ...?
Aku memang ingat nama itu, aku ingat kalau nama itu adalah buronan yang pernah dikejar Sousuke selama dia masih bekerja di Tokyo. Tapi, setelah itu kudengar Mihara Kuji sudah ditangkap oleh polisi dan dieksekusi berat. Tapi ...,
“Kenapa dia bisa melarikan diri?” tanyaku.
[ “Aku dan inspektur Oogaki sedang menyelidikinya, tapi sekarang, bisakah kau datang ke rumahku dan menjaga dia? Dia ... dia, Yuuki juga bersamanya.” ]
Inspektur Oogaki? Jadi dari pak tua itu dia dapatkan nomer ini?
Tapi ... kalau memang benar Mihara Kuji masih terobsesi dengan Sousuke, itu benar-benar tidak bisa dibiarkan.
“Kuharap aku bisa.”
[ “Kumohon, tolong anak-anakku juga dia.” ]
Aku sama sekali tidak menjawab kalimat yang terdengar menyedihkan itu.
Tentu saja, bagaimana bisa seorang dominan luar biasa yang selalu menyombongkan diri karena bisa mendapatkan Sousuke, sekarang dia memohon padaku untuk menolongnya dari Mihara Kuji yang belum tentu benar-benar datang ke sana.
Sialnya, saat aku ingin mengabaikan permintaan tolong itu, aku kepikiran soal anak-anak, jadi, sekarang Sousuke sedang mengandung lagi? Sial!
Aku menaruh cangkir kopiku dan berjalan menuju kamar, mengganti pakaianku kemudian mengambil kunci mobil, setelah itu aku langsung menuju ke rumah Alpha Dominan menyebalkan itu.
ya, tentu saja saja menyebalkan.
Aku sudah menjaga Sousuke sejak lama, tapi tiba-tiba saja dia datang dan mengikatnya begitu saja.
“Jadi dia tahu kalau aku menguntit Sousuke selama ini?” gumamku saat kembali mengingat percakapanku dengan Kuroda Shouhei di telepon tadi.
Sial ....
Kenapa aku bisa terpancing seperti ini.
Mobilku terus melaju kenang di jalanan padat Kansai menuju ke rumah Sousuke. Hanya saja, setelah aku tiba di sana dan memarkirkan mobilku tepat di seberang rumah pasangan itu, aku tidak melihat kegiatan berlebih kecuali saat Sousuke ke luar untuk mengambil beberapa surat dari kotak surat di pagar depan.
Aku tersenyum bagaimana aku melihat Sousuke yang hanya memakai sehelai kaus kebesaran dan sebuah celana pendek di atas lutut.
Setelah mengambil semua surat itu, dia kembali masuk ke dalam dan mengunci dirinya di dalam sana.
Ah, sial ....
Aku tidak percaya kenapa aku bisa sangat menyukai Sousuke bahkan setelah aku tahu dia sudah jadi pasangan orang lain. Meski aku tahu kalau aku ini seorang Enigma, dan mungkin bisa mengubah ikatan dan status gender tambahan lain orang lain, tapi aku tidak bisa melakukannya pada Sousuke karena dia sudah punya seorang anak yang mungkin tidak akan pernah bisa dia tinggalkan. Sialnya, sekarang akan muncul satu anak lagi yang akan mengikatnya dan membuatku semakin jauh dari keinginanku untuk mendapatkan dia.
Hari sudah menjelang sore, Sousuke tidak keluar sama sekali, bahkan aku juga tidak melihat ada yang mencuriga—
Tunggu ....
Sebuah mobil berhenti cukup jauh dari rumah ini, aku bisa melihat seseorang keluar dari sana, mengenakan coat panjang dan sebuah topi. Sebuah penyamaran klasik yang sering digunakan beberapa penjahat saat ingin melarikan diri dari kejaran polisi.
Tapi aku juga tidak bodoh. Sebelum datang kemari, aku sempat menelepon polisi dan meminta mereka mengintai dari beberapa sisi, dan saat orang itu melewati mobilku, aku langsung keluar dan menyapanya.
“Sepertinya kau sangat sehat untuk datang sejauh ini, Mihara-san.” Ujarku, membuatnya terperanjat namun sama sekali tidak terlihat ketakutan. Dia, sepertinya sudah hafal kalau dia akan mendapat kejutan seperti ini, jadi dia hanya tersenyum menanggapiku dengan sebuah senapan yang mengarah tepat ke tempurung kepalaku.
“Jadi, kau merasa lucu untuk yang akan kau lakukan?” tanyaku dan bergerak agar lebih dekat padanya.
“Anak itu, dia anakku! Aku yang sering tidur dengannya dan aku yakin kalau sampai Kuroda Shouhei tahu, dia pasti akan menangis!”
Tangan pria itu terlihat gemetar meski aku yakin kalau ini bukan kali pertama dia memegang senjata dan mengarahkannya pada orang lain. Jadi, kuangkat tanganku untuk menurunkan ujung senjata itu dari sana.
“Yakin sekali kau?”
“Heh, kau lupa? Aku ini juga Alpha!”
“Resesif tepatnya. Jangan lupakan itu juga.” Ujarku. “Kalau kau ingin menemui Sousuke, harusnya kau bisa mengatakan itu baik-baik, agar kau bisa dapat keringanan dan tidak menakuti mereka.”
“Kalau saja Kuroda tidak muncul, aku sudah membawanya bersamaku dan—“
“Kau pikir hanya kau yang merasa tidak senang dengan hubungan mereka?” ujarku memotong kalimatnya. Dan tentu saja, kalimatku itu langsung membuat Mihara Kuji terperangah.
“K—kau ...?”
“Aku juga menyukai Sousuke, bahkan sebelum kau mengenal dia. Tapi, lihat dia sekarang, dia sudah bahagia dengan keluarganya. Kalau sampai aku mengacaukan kebahagiaan mereka, aku yakin kau hanya akan menyesal karena setelah ini, kau hanya akan membuat Sousuke menangis.”
Mihara Kuji kelihatan seperti berpikir untuk apa yang kukatakan.
“Menyerahlah, dan lupakan dia.”
“Kau! Bukankah kau datang kemari juga karena ingin dia jadi milikmu, kan?”
Aku menggeleng. “Aku memang menginginkannya, tapi aku melihat kebahagiaan itu di mata Sousuke, jadi ... tidak ada lagi yang bisa kulakukan.” Ujarku.
Cukup lama aku bicara dengan Mihara Kuji, bahkan aku memintanya masuk ke dalam mobilku saat aku melihat pintu rumah Kuroda Shouhei itu terbuka dan memperlihatkan padaku sesosok gadis kecil yang berlari keluar sambil berteriak “Maachan~” yang setelah itu Sousuke pun keluar dengan pakaian yang jauh lebih rapi.
Melihat Sousuke yang keluar dari rumah itu, Mihara Kuji bahkan hendak melompat ke luar dari mobil, berniat menghampiri Sousuke, namun aku segera menghentikannya dan membiarkan dia di dalam agar bisa terus memperhatikan Sousuke dari sini.
Bahkan, saat Sousuke dan Yuuki menghilang dari pandangan kami pun, Mihara Kuji masih berusaha mencari sosok itu dari sana.
“Sudahlah, kitahanya orang asing untuknya sekarang.” ujarku.
“Aku ... akan dihukum mati setelah ini,” ucap Mihara Kuji, membalas kalimatku, “dan sebelum itu, aku ingin memeluknya untuk terakhir kali. Tapi, seperti katamu ... aku orang asing untuknya sekarang. Jadi kupikir, melihatnya seperti ini saja sudah cukup. Terima kasih.”
Itu kalimat terakhir Mihara Kuji sebelum kupanggil polisi-polisi yang kuminta berjaga di sekitar sini untuk menangkapnya tanpa perlawanan.
Setelah polisi membawa Mihara Kuji, aku mengeluarkan ponselku dan mencoba menghubungi nomer yang sama sekali tidak berniat kusimpan.
[ “Arata? Bagaimana Sousuke?” ]
Ah, kenapa suaranya terdengar sangat panik? Sekhawatir itukah dia pada Omega –nya?
“Polisi sudah membawanya dan mereka bilang akan menahannya sementara di kantor sampai kau datang dan membawanya pergi untuk eksekusi.”
[ “Sousuke? Anak-anakku?” ]
“Tidak perlu khawatir, mereka tidak apa-apa.” Ujarku.
[ “Syukurlah ....” ]
“Kuroda,” panggilku sesaat setelah perasaan leganya bisa dia ungkapkan, “aku tidak yakin kalau aku harus mengatakan ini padamu. Tapi, kalau kau tidak bisa menjaganya dengan baik setelah ini, aku pastikan aku akan membawa Sousuke dan tidak akan mengembalikannya lagi padamu. Jadi, jaga dia baik-baik.” Ujarku dan langsung menutup teleponnya.
Hari sudah menjelang malam saat aku memilih meninggalkan tempat itu dan bergerak keluar kompleks saat melihat Sousuke dan Yuuki kembali sambil bernyanyi-nyanyi kecil, aku bahkan melihat bagaimana anak itu terlihat sangat manja pada ibu –nya.
Astaga ... apa yang kupikirkan dengan mengatakan kalau aku akan mengambil Sousuke dari mereka? Kuroda pasti akan semakin membenciku setelah ini.
_