“Yuuki, sudah selesai di kamar mandinya?” teriakku dari luar sambil membereskan cucianku.
Pagi ini, setelah Kuroda-san selesai sarapan bersama kami, dia langsung pergi ke bandara. Meski tidak mengatakan kalau dia akan menginap atau pulang malam nanti, tapi entah kenapa perasaanku sangat tidak tenangku.
Mesin cuci sudah berhenti sejak tadi, aku bahkan sudah mengeluarkan semua pakaiannya dan seharusnya aku langsung menjemur pakaian itu, tapi, aku malah melihatnya sejak tadi, membiarkan pakaian yang sudah bersih itu hanya berada dalam keranjang sambil berteriak-teriak memanggil Yuuki yang sejak tadi bermain air di kamar mandi, kamarku dan Kuroda-san.
Anak itu memang selalu seperti itu, selalu lebih suka menghabiskan waktu sambil bermain air di dalam kamar mandi kamar kami, daripada kamar mandi miliknya sendiri di lantai atas.
Untuk anak sekecil itu, aku cukup terkesan karena dia sudah bisa bertingkah seperti seorang Alpha meski tidak terlalu kentara dan dengan perubahan yang signifikan, tapi menurut Kuroda-san, anak itu sudah bisa mengeluarkan feromonnya sendiri, dan feromon anak itu sangat manis, menurutnya.
Manisnya seperti apa, aku tidak tahu.
Tapi yang jelas, aku bisa merasakan hal yang nyaman saat aku berada di dekat anak itu, sama seperti saat aku berada di dekat Kuroda-san.
“Yuuki Kuroda, tolong selesaikan mandinya serang. Nanti kamu dimarahi Papa kalau tiba-tiba Papa pulang.” Teriakku lagi, tapi masih tidak ada jawaban dari anak itu, yang terdengar hanya jerit kegirangan dan bunyi air yang terus mengalir.
Kelakuan anak itu selalu saja membuatku menggeleng karena entah bagaimana dia selalu bisa bertingkah baik di depan ayahnya, tapi sangat konyol dan membangkan saat di depannku. Ah, mungkin dia tahu kalau aku tidak pernah bisa marah padanya lebih dari lima menit, berbeda dengan Kuroda-san, yang akan terus memasang wajah diam, meski marah atau pun tidak.
Hari ini aku juga tidak terlalu mual seperti biasanya, meski kepalaku kadang terasa sangat pusing, tapi aku tidak merasa terlalu kepayahan.
Aku menghela napas saat Yuuki masih belum menyahut dan masih asik bermain air. Kulihat ke dalam rumah, ada beberapa kucing yang berjalan ke sana—kemari dan beberapa terlihat berbaring sembarangan di lantai, sementara yang lain hanya bermalasan sambil bermain di sisi lain ruangan.
Karena merasa tidak ada yang bisa kulakukan, aku memilih untuk menjemur pakaian-pakaian yang sudah selesai kucuci.
Kebanyakan pakaian itu adalah kemeja putih milik Kuroda-san. Aku sendiri tidak tahu kenapa pria itu sangat suka warna putih seperti ini, bahkan setiap kali pergi berbelanja pakaian denganku, dia hanya akan mengambil kemeja dengan warna dominan putih, meski di dalam lemari ada beberapa pakaian dengan motif yang lebih berwarna, tapi dia hanya selalu akan memakai kemeja putih dengan balutan jas atau pun vest berwarna senada.
Orang itu memang kelihatan sangat berkelas, dengan wajah dan bentuk tubuh yang Sampurna tapi penampilannya selalu sangat sederhana. Aku bahkan heran pada diriku sendiri, bagaimana bisa keajaiban muncul dan aku bisa menjadi Mate dari Alpha dominan sempurna seperti Kuroda-san?
“Maachan~”
Teriakan Yuuki menggema di seluruh rumah.
“Ya?”
“Yuu udhah tselestay, mau pakai badju!”
“Itukan sudah ada di kasur, lap dulu tubuhnya dengan benar baru keluar.” Perintahku.
“Baik!”
Setelah menjemur semua pakaian, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, jadi, aku masuk ke dalam kamar untuk melihat Yuuki dan berharap bisa membantunya berpakaian, tapi anak itu tenyata sudah sangat rapi.
“Wah, mau ke mana ini?” tanyaku saat melihat anak gadisku sedang menyisir rambutnya yang sudah mulai panjang.
“Maachan?”
“Hm?”
“Papa tahalo ndak puylang nangthi Yuu, bobo tsama Maachan, ya?”
“Kenapa? Takut tidur sendiri kalau Papa tidak pulang?”
Anak itu menggeleng. “Yuu mau dhagain Maachan~”
“Hoo~ berani sekali~” pujiku sambil mengusap pipi bulatnya gemas, tapi anak itu malah tertawa kegirangan.
Kami berbincang-bincang setelah itu, bercerita tentang banyak hal, lalu kami makan siang, tidur siang di depan televisi yang menyala dan bangun saat sore menjelang. Aku bahkan tidak sadar kalau Kuroda-san meneleponku berkali-kali.
Hanya saja, saat kucoba menelepon dia kembali, teleponnya sudah tidak aktif.
“Ada apa dengannya?” gumamku.
Beberapa kali aku mencoba menelepon Kuroda-san dan mengirimkan pesan padanya, tapi tetap tidak ada respons satu pun.
Jadi, aku memilih berhenti dan berjalan ke dapur untuk melihat kira-kira apa yang bisa aku dan Yuuki masak untuk makan malam kami.
Hanya saja, entah kenapa rasanya aku bosan makan ini dan ingin sesuatu dari luar.
Kulihat ponselku untuk mencari referensi dari makanan apa yang bisa kami beli untuk makan malam, karena aku tahu, kalau Kuroda-san tidak akan pulang malam ini. Tentu saja, meski dia bilang kalau dia tidak akan menginap, tapi aku yakin kalau dia tidak akan pulang malam ini juga karena perjalanan dari sini ke Tokyo dan sebaliknya itu, memakan waktu cukup lama dan tidak mungkin dia benar-benar akan pulang.
“Ngh, Maachan~”
Suara parau Yuuki terdengar, anak itu bangun dan langsung memanggil namaku.
Kudekati dia, kuusap wajahnya sambil memperbaiki rambutnya yang sedikit berantakan.
“Yuu lapar?” tanyaku dan dia mengangguk.
“Mau makan apa?”
Yuuki tidak menjawab, dia hanya meregangkan tangannya dan memeluk leherku sangat erat. “Kenapa?”
“Maachan, Yuu mau pipis.”
Kuantar anak itu ke kamar mandi dan menungguinya sampai dia selesai. Setelah itu, kami sepakat untuk pergi ke luar untuk Menai makan malam. Aku terus menuntun Yuuki sepanjang jalan, setelah itu kami makan ayam goreng di sebuah restoran, dan pulang setelah perut kami kenyang sambil membawa beberapa cemilan.
Hanya saja, saat kami tiba di rumah, Kuroda-san sudah ada di sana bersama inspektur Oogaki.
“Loh, kali—“
“Sousuke!”
Panggil Kuroda-san sambil berlari dan memelukku.
“A—ada apa?”
Kuroda-san tidak menjawab. Dia hanya memelukku sangat kuat sambil terus mencium kepalaku.
“Syukurlah ....”
_