“Kau belum menjawab pertanyaanku, ada apa denganmu?” sekali lagi. Pertanyaan itu yang keluar dari mulutnya dan itu membuatku ingin menyumpal mulutnya dengan sesuatu.
“Selesaikan saja masakan itu, dan taruh di meja makan.” Ujarku sambil mengecup keningnya seulas. Kemudian berjalan ke arah meja makan sambil membawa satu botol besar soda.
“Haha ... Kuroda, kalau aku punya anak laki-laki, aku akan menjodohkan dia dengan putri kecilmu ini, dia benar-benar sangat pintar.” Tawa renyah inspektur Oogaki terdengar sangat renyah saat dia bermain bersama Yuuki dan beberapa mainan anak itu yang sengaja dibawa ke meja makan agar bisa mereka mainkan di sana.
“Yuu, kau tidak nakal hari ini, bukan?” tanyaku sambil mengelus kepala anak itu, dan dia menggeleng cukup cepat tanpa melihatku, dan tetap fokus pada permainannya bersama inspektur Oogaki.
“Yuuki, dengarkan kakek.” Inspektur Oogaki menyapa, “kalau kau besar nanti, kau mau jadi apa?”
“Sepelti Maachan~”
“Maachan?”
Yuuki mengangguk, dan aku hanya memperhatikan percakapan mereka.
“Hn! Maachan thanthik, thayang tsama Yuu, teylus bistha masthak.”
“Hee~ kalau cuma masak saja, kakekmu ini juga bisa!” sanggah inspektur Oogaki, namun lagi-lagi anak itu menggeleng.
“Masthakan Maachan enak!”
Mendengar itu, aku hanya bisa terkekeh ringan. Memasak? Ayolah, kadang Sousuke lebih sering hampir menghancurkan rumah karena obsesinya agar bisa belajar memasak. Dan anak ini, kalau pun dia ingin menjadi koki, harusnya aku yang jadi idolanya, bukan pada ibunya yang bahkan memasak mie instan pun terkadang masih terasa keras untuk dikunyah.
Kami cukup banyak berbincang, sampai Sousuke selesai memasak beberapa jenis makanan dan menyajikannya di meja.
“Kau tidak mengatakan kalau inspektur Oogaki juga akan pulang bersamamu.” Ujarnya dan itu terdengar seperti dia marah karena aku membawa tamu ke rumah ini tanpa izinnya.
“Aku merindukan cucuku, tidak boleh aku datang dan bermain dengannya.”
“Bukannya aku tidak mengizinkanmu, tapi lihat kau, kau menelepon Kuroda-san tiba-tiba dan sekarang, tiba-tiba juga kau datang kemari dan bilang mau menginap.”
“Apa salahnya?”
“Inspektur Oogaki,” suara Sousuke terdengar lelah, “aku tahu kau tidak benar-benar berkata jujur dengan kau mengatakan kalau kau hanya ingin bermain dengan Yuuki.”
Inspektur Oogaki melirik ke arahku seperti dia tidak tahu harus menjawab apa untuk pertanyaan itu. Dia sadar benar, meski Sousuke adalah Omega ceroboh dan keras kepala, tapi itu tetap tidak bisa menyembunyikan bagaimana cerdasnya pria itu.
“Sudahlah, sebaiknya kita cepat makan sebelum masakan Maachan tercinta ini dingin.” Inspektur Oogaki mengalihkan pembicaraan mereka agar Sousuke tidak bertanya hal seperti itu lagi dan mereka bisa makan dengan tenang.
Sementara aku, hanya tersenyum sesekali melihat bagaimana inspektur Oogaki seperti maling yang tertangkap basah, ketahuan dan sedang dieksekusi.
Seperti biasanya, setelah makan malam, Sousuke selalu membawa Yuuki mandi. Dan selama itu, aku bisa punya waktu untuk mengobrol dengan inspektur Oogaki tentang kejadian tadi.
Aku mengambil beberapa botol bir dari dalam lemari es dan menyuguhkannya bersama sebungkus kacang, karena aku tahu inilah yang disukai inspektur Oogaki.
“Hei, Kuroda,”
“Hm?”
“Apa anak itu sering begitu setelah kalian tinggal bersama?”
Lagi, aku tersenyum. “Kadang-kadang.”
“Dan kau tahan?”
“Mau bagaimana lagi. Kami terikat dan aku tidak bisa membiarkan dia marah atau terjebak sendiri.” Jawabku sambil membuka sekaleng bir dan menenggaknya.
“Dan,” aku melanjutkan, “terima kasih karena sudah memberiku nomer telepon Arata Kenichi.”
“Tidak, sebenarnya aku tidak tahu kalau dia benar-benar sudah pindah kemari, aku hanya menyimpan nomer teleponnya saat dia bilang kalau dia akan pindah dari Tokyo tapi tidak mengatakan ke mana dia akan pergi, tapi ... saat wakil direktur minum denganku, dia mengatakan kalau anak itu memang pindah ke kota ini.”
Aku mengangguk ringan.
Aku tidak tahu apa alasan Arata Kenichi datang ke kota ini dan memutuskan untuk tinggal di sini, tapi ... aku benar-benar berterima kasih karena dia tinggal di sekitar sini, karena dia bisa menyelamatkan Sousuke, Yuuki dan calon anak kami selanjutnya.
“Inspektur Oogaki,” panggil Sousuke setelah mereka selesai mandi dan Yuuki sudah berpakaian cukup rapi, begitu pun dengannya, “di atas ada kamar yang biasa dipakai Hiro, kau bisa pakai kamar itu, atau ... kalau kau ingin pakai kamar Yuuki, pakai saja, biar nanti dia tidur di kamar bersama kami.”
“Dan mengganggu kalian? “
“A—apa yang kau bilang, aku ti—“
“Kau tidurlah duluan, nanti aku menyusul setelah bicara dengan inspektur Oogaki sebentar lagi.” Ujarku menghentikan pertengaran tidak berguna itu. Dan aku cukup beruntung karena malam ini, Sousuke juga sudah sangat lelah dan menuruti perintahku tanpa protes.
“Luar biasa.” Puji inspektur Oogaki entah untuk apa.
“Apanya?”
“Kau bisa menjinakkan makhluk keras kepala seperti dia.”
“Kalau dia tidak menurut padaku, mau pada siapa lagi?”
“Dia masih punya orang tua yang akan membelanya, bukan?”
Aku mengkus. “Ayah dan ibunya lebih sudi membelaku daripada dia.”
“He?! Kau yakin?”
“Kau bisa tanya mereka kalau kau berkunjung ke Kobe.”
“Tidak, tidak. Aku tidak mau mengambil resiko.”
“Resiko?”
“Lihat bagaimana dia memperlakukanku seperti musuhnya?” tunjuk inspektur Oogaki ke arah kamar kami, di mana Sousuke menutup pintu itu sangat rapat.
“Mood –nya akan terus seperti itu sampai dia melahirkan nanti.” Jawabku dan, jawaban itu nyaris saja membuatnya mati tersedak.
“Kau—kau bilang apa?” tanyanya sambil mengelap sisa bir yang dia muntahkan saat batuk tadi.
“Yuuki akan punya adik.”
“A—adik? Kau—dan dia?” inspektur mendesah dan melihatku seperti marah.
Ya, marah.
Tentu saja, dia akan marah. Inspektur Oogaki sangat menyayangi Sousuke seperti anaknya sendiri, masih segar diingatannya bagaimana pertama kali Sousuke mengandung dan karena ulah resesif sialan itu, dia nyaris meregang nyawa di rumah sakit karena pendarahan. Dan tentu saja, karena alasan itu juga inspektur Oogaki selalu memintaku untuk berhati-hati agar tidak membuat anak kesayangannya itu kembali mengandung dalam waktu dekat.
Tapi lihat sekarang. Wajar kalau dia melihatku dengan tatapan seperti itu sekarang.
Aku mengalihkan pembicaraan kami, dan kami mengobrol cukup panjang hingga akhirnya inspektur Oogaki memilih naik ke lantai atas dan tidur.
Setelah membereskan cangkang kacang dan kaleng-kaleng bir yang sudah kosong dari meja, aku masuk ke dalam kamar, dan di sana, aku melihat dua orang kesayanganku sudah tertidur sangat pulas. Jelas saja, ini sudah pukul satu pagi dan tidak mungkin Sousuke masih akan bangun mengingat setiap hari dia selalu bangun sangat awal hanya untuk memuntahkan isi perutnya di toilet.
Kudekati Omega –ku itu. Kuelus rambutnya dan kembali kucium kepalanya sebelum ikut berbaring dan kupeluk tubuhnya dari belakang.
“Ngh~” dia melenguh, mungkin geli karena tanganku sedikit menggelitiknya, tapi setelah itu dia kembali tertidur, dan kuharap dia bisa bermimpi indah dengan feromonku yang kukeluarkan.
Selain memeluknya, aku juga sesekali mengelus perut datar yang rasanya sangat lucu untukku. Tentu saja, pria seperti dia, dengan sikapnya yang keras kepala dan menyebalkan, bisa mengandung, melahirkan, dan merawat seorang anak hingga tumbuh jadi anak.yang cerdas. Dan sebentar lagi, akan ada anggota baru yang datang lagi ke dalam keluarga ini.
_