Tunggu ... apa dia sedang membicarakan Sousuke?
Aku mencoba berdiri cukup dekat dengannya dan mencuri dengar apa yang sedang orang itu bicarakan dengan temannya di telepon, meski aku tahu ini tidak sopan, tapi aku ingin tahu apakah dia benar-benar sedang membicarakan tentang Sousuke atau bukan.
“Suka? Huh, kau sedang bercanda denganku, Hiro? Tentu saja tidak, meski pun dia Omega tapi aku tidak suka Omega ceroboh seperti dia.” Ucapnya lagi di telepon sambil memasukkan sebungkus mi instan ke dalam keranjang belanjanya.
“Tidak, aku hanya penasaran kenapa dia belum sadar kalau dia itu seorang Omega.”
Ah, ternyata benar ... orang ini sedang membicarakan Sousuke.
Jadi, aku keluar dari sana dan memilih untuk pergi.
Entah dengan siapa orang itu bicara, tapi kurasa ... apa yang sudah dilakukan Sousuke memang sedikit keterlaluan, karena dia sudah menginjak ponsel orang lain dan berjanji akan menggantinya padahal anak itu sama sekali tidak memiliki uang sama sekali.
Malam itu aku pulang setelah membeli beberapa potong roti dan membawanya pulang.
“Kau membeli apa lagi?” tanya ibu padaku saat aku menaruh kantung plastik tepat di depannya yang sedang menonton televisi.
“Beberapa potong roti.”
“Membeli hal tidak berguna lagi.”
“Itu berguna, mengenyangkan perutku.” Jawabku sambil tertawa dan duduk tepat di sebelah ibu. “Bu,” panggilku.
“Hm?”
“Boleh aku minta tambahan uang jajan?”
“Untuk apa?”
“Membeli ponsel.”
“Aku bahkan jarang melihatmu menggunakan benda itu, kenapa mendadak minta uang untuk beli yang baru?”
“Aku hanya ingin model lain.”
“Kalau begitu berikan yang lama itu padaku dan aku akan membelikan yang baru untukmu.”
“Tidak, aku mau punya dua.” Rengekku.
Tiba-tiba, ibu melihat ke arahku dan menadahkan tangannya. “Berikan itu padaku,” ujarnya.
“Ponselku?”
“Karena kau mau memberikan benda semahal itu pada orang lain, maka aku harus memastikan kalau aku mengambil benda itu darimu.”
“Ibu benar-benar pelit.”
“Aku pelit karena aku peduli padamu. Kalau kau menyukai orang lain, setidaknya ajarkan dia untuk tidak bergantung pada uangmu, ajak dia bekerja dan hasilkan uang untuk membeli apa yang dia mau.”
“Apa anak SMP seperti kami bisa bekerja?”
“Kalau kau bekerja di tempat yang tepat dan tidak terlalu keras, mungkin ada satu tempat yang bisa menerima kalian.”
“Di mana?”
“Taman hiburan.”
“Kau menyuruhku menjadi badut?”
“Sebenarnya bagus juga, tapi aku tidak mau wajah tampan anakku ditutupi topeng tebal semacam itu.”
“Lalu?”
“Aku kenal seorang teman yang punya caffe tenda di sana, sepertinya dia tidak keberatan kalau aku menjejalkan kau dan pacarmu itu ke sana untuk dapat upah di bawah minimum.”
“Hei, kami harus dapat upah paling besar.”
“Kau itu harus bersyukur karena aku mau membantumu, lagi pula bagaimana bisa kau punya pacar padahal kau baru empat belas tahun.”
“Bu ... aku butuh uang lebih banyak agar bisa membelikan dia benda yang lebih bagus.”
“Lalu setelah itu apa kalian akan menikah?”
“Kalau kami berjodoh, mungkin.”
Ibu tertawa dan menyentil dahi cukup keras sampai aku mengaduh. “Dasar bocah, mimpimu terlalu tinggi. Pergilah ke kamarmu dan aku akan mengatakan pada temanku untuk memberitahu kalau kau akan bekerja padanya besok.”
“Besok?”
“Lalu kapan? Besok itu kan akhir pekan, akan ada banyak orang di sana.”
“Aaa~ ibu. Tidak bisakah kau bertingkah manis di depanku?” gerutuku sambil meninggalkan ibu yang terus mengoceh.
Aku benar-benar tidak terlalu paham isi pikiran ibuku, tapi karena dia Beta, kurasa aku cukup beruntung karena dia selalu bertingkah kooperatif untuk apapun yang aku inginkan selama aku tidak membuat mereka kerepotan.
Dan kurasa, membiarkan Sousuke mendapatkan uang untuk membayar hutangnya itu adalah cara yang bagus daripada membelikan dia ponsel yang akan dia berikan lagi pada orang lain. Selain itu akan membuatnya malu, kurasa itu juga akan merendahkan harga diri anak itu yang cukup tinggi. Dan kurasa ... besok aku akan memberitahunya.
Begitulah. Setelah aku mengatakan kalau aku punya pekerjaan untuk solusinya, Sousuke sangat antusias dan mulai bekerja seperti orang gila hanya untuk mengganti benda milik orang lain yang sudah dia hancurkan. Hanya saja, akhir-akhir ini aku mencium aroma yang sedikit menyengat dari Sousuke.
“A—apa aku boleh ke toilet?” tanyanya tiba-tiba.
Meski pelanggan tidak terlalu ramai hari itu, tapi aku merasa kalau aku memang tidak boleh terlalu jauh dari Sousuke, jadi aku berusaha terus berada di dekatnya. Tapi, saat dia pergi ke toilet, ada beberapa pembeli yang datang jadi aku langsung melayaninya. Hanya saja ...
Saat aku sedang sibuk, aroma yang kucium dari Sousuke keluarkan semakin terasa kuat namun aku tidak bisa berbuat apapun. Tapi setelah pengunjung berlangsung berkurang, aku segera menemui Sousuke yang masih berada di toilet, hanya saja saat kujemput dia, di sana sudah sangat ramai, dan Sousuke sedang dipeluk seorang pria yang kulihat di mini market tempo hari.
Penampilan mereka sangat kacau, dan pria itu, sedang menggigit tangannya sendiri sampai berdarah-darah.
“Sousuke ....”
_