“Menjaganya? Bagaimana caraku menjaga dia ...?” gumamku sambil berjalan menuju ke kelas setelah bicara sedikit panjang dengan Heisuke.
Di tengah jalan, aku melihat Sousuke sedang bicara dengan anak dari kelas sebelah. Meski tak ada satupun dari aku atau yang lainnya pernah melihat orang itu, tapi kenapa Sousuke terlihat sangat akrab dengannya?
Mungkin aneh, tapi anak itu ... dengan siapapun lawan bicaranya, mereka akan langsung akrab. Entah itu karena pesona Omega –nya atau karena ada hal lain yang membuat semua orang berusaha mendekatinya dengan beberapa cara, entah itu karena ada hal lain atau karena feromonnya yang sudah mulai bisa dirasakan oleh orang lain.
Aku terus memperhatikan dia dari tempatku. Dan di sana, Sousuke mulai tertawa dengan orang itu, entah dari mana anak itu berasal dari kelas berapa dia datang tapi yang jelas, sekarang orang itu sudah mulai dekat dengan Sousuke dan aku harus sedikit mengawasi orang itu untuk berjaga-jaga, meski aku sama sekali tidak mencium aroma apapun dari tubuh orang itu.
Bicara soal aroma ....
Seperti yang dikatakan Heisuke, aku memang seorang Enigma dan karena ‘kutukan’ ini, aku bisa merasakan semua yang tidak bisa dirasakan makhluk di dunia Omegaverse ini.
Selain aku bisa mencium aroma feromon Omega, aku juga bisa mencium seperti apa kuatnya feromon para Alpha, entah itu yang dominan atau bukan, tapi aku bisa merasakannya.
Seperti yang kukatakan di atas, aku memang terlahir dari pasangan Beta, tapi hasil akhir pemeriksaanku mengatakan kalau gender tambahanku adalah sesuatu yang sulit dikatakan. Dokter tidak bisa menentukan apakah aku ini Beta atau Omega, tapi kalau pun aku dikatakan sebagai Omega, tidak ada rahim saat aku di USG oleh rumah sabit waktu itu, selain itu, aku juga tidak bisa dikatakan bahwa aku ini adalah Alpha, tapi orang-orang yang memeriksaku sangat kaget saat mereka bertanya apa aku bisa mencium aroma yang mereka sebut feromon? Tentu saja aku jawab iya, aku bahkan bisa mencium aroma menyengat Omega saat mereka heat, juga Alpha saat mereka Rut.
Saat mendengar jawabanku, mereka semua yang mengujiku untuk menentukan gender tambahan terakhirku dibuat terkejut dengan jawaban itu.
Mereka pikir aku ini adalah dominan, tapi saat aku disodori seorang Omega yang sedang heat, anehnya aku sama sekali tidak terpengaruh dengan feromon kuat itu. Aku malah bertingkah seolah aku hanya mencium pewangi ruangan dan melewatinya begitu saja.
Setelah itu, selama satu tahun mereka mengobservasiku. Orang tuaku sempat dibuat tidak percaya dengan laporan yang kudapat dari rumah sakit, dan meminta aku agar menghentikan observasi itu dan hidup seperti Beta yang sudah mereka lakukan selama ini. Alasannya sederhana, karena orang tuaku tidak ingin aku merasa tertekan atau depresi karena masalah seperti itu.
Tapi, karena aku penasaran dengan apa yang terjadi dengan yang sama sekali tidak terpengaruh dengan yang namanya feromon, akhirnya aku memutuskan melanjutkan observasi itu dan terus olak-balik ke rumah sakit selama satu tahun penuh hingga akhirnya aku tahu kalau aku ini adalah seorang Enigma, dan selama masa observasi itu, kupikir aku hanya akan menyimpan ini sendirian, tapi ternyata Heisuke tahu.
Meski anak itu tidak mengatakan apapun pada siapa pun, tapi tetap saja aku sedikit merasa khawatir. Aku khawatir kalau suatu hari mereka—teman-temanku akan meninggalkanku karena aku yang berbeda dengan mereka.
Setelah mereka bicara cukup lama, anak yang entah datang dari mana itu pun pergi dan Sousuke mengantarnya dengan lambaian tangan. Melihat itu, aku kembali tersenyum.
“Anak itu, dia benar-benar berpikir kalau semua orang itu temannya.” Gumamku kemudian ikut pergi dengan dia yang mulai menjauh dari sana.
Setelah itu, bel pelajaran selanjutnya berbunyi dan kami melanjutkan jam sekolah seperti biasanya. Begitu juga keesokan harinya. Hanya saja, pagi itu tiba-tiba Sousuke datang ke sekolah dengan pakaian yang sangat kotor dan sebuah bola basket yang tidak pernah dia bawa ke sekolah sebelumnya.
“Kau ... kenapa, Sou?” tanyaku saat melihatnya seperti itu. Sangat kacau dan kotor.
“A—aku hanya, sedang ...”
“Hei, aku ada seragam olah raga yang belum kupakai, kau bisa memakainya kalau kau mau.” Ujar Jirp tiba-tiba.
“Benarkah, boleh?”
“Tentu saja, selagi kau mencuci pakaian kotormu, kau boleh pakai seragam itu, tapi ingat kembalikan!”
“Tentu saja akan kukembalikan! Kau pikir aku akan menyimpannya begitu saja!”
“Haha ... tenang saja, aku juga tidak mau pakai sebelum kau cuci.”
“Akan kucuci!” ujarnya marah kemudian pergi. Sementara anak-anak yang lain malah tertawa seolah kemarahan Sousuke hanya lelucon.
Karena penasaran, aku mengjar Sousuke ke toilet untuk mengganti pakaiannya, dan di sana aku melihat anak itu sedang menggerutu karena hari berat yang dia lewati tidak bersahabat.
“Apa yang sudah terjadi?” tanyaku padanya yang sedang sibuk menyabuni seragamnya.
“Aku dikerjai anak kecil.” Jawabnya sambil menggerutu.
“Dikerjai anak kecik?”
“Iya, mereka pikir aku menjatuhkan bolaku karena aku membuangnya, lalu mereka membawa benda itu seperti pencuri kecil dan baru bisa kuambil setelah kuteriaki mereka.” Mendengar itu, aku tertawa, dan seperti biasa, Sousuke kembali marah-marah seperti perempuan yang sedang PMS.
“Lalu kenapa pakaianmu kotor begitu?”
“Ah, aku hampir menabrak anak tetanggaku, karena licin, kakiku selip dan membuatku tergelincir dan jatuh.”
“Baik sekai~” ujarku sambil mengusak rambutnya sebelum pergi dari sana.
“Hei, Ken. Jangan katakan apapun pada mereka!”
“Kenapa?”
“Ini ... memalukan.”
Memalukan katanya? Huh, anak itu terlalu banyak berpikir untuk hal yang tidak penting. Tapi, aku juga tidak bisa menolak permintaan itu. “Baiklah ....” jawabku sambil melambai.
Setelah semua cerita itu, aku dan dia masuk ke dalam kelas, sementara dia meninggalkan seragamnya di belakang kipas AC untuk dikeringkan.
Beberapa minggu setelah itu, aku tidak tahu apa yang kulakukan, tapi aku tiba-tiba melihatnya bersama seorang Alpha.
Alpa yang belum pernah kulihat sebelumnya.
Dia, Sousuke ... bocah yang selalu terlihat sangat akrab bahkan dengan orang yang baru dia kenal, kali itu berbeda. Dengan Alpha itu, Sousuke terlihat sangat canggung, sangat kaku, bahkan aku beberapa kali melihat wajahnya berubah menjadi sangat merah untuk hal yang sama sekali tidak kuketahui.
“Kenapa kau lewat sini?” tanyaku saat aku memergokinya sudah dua kali lewati ke jalan yang sedikit memutar untuk sampai ke sekolah. Padahal biasanya, dia selalu lewat jalan biasa yang lebih dekat.
“A—aku ingin sedikit mencoba sesuatu yang baru.” Jawabnya. Tapi aku tahu kalau anak itu sedang berbohong, tapi aku membiarkan dia dan kami berjalan bersama ke sekolah setela itu.
“Hei Ken.”
“Hm?”
“Harga ponsel itu berapa, sih?”
“Kau mau beli ponsel? Untuk apa?”
“Ya—untuk---“ dia kelabakan saat menjawab pertanyaanku.
Anak itu memang tidak pandai berbohong, tapi aku juga tidak tahu dia butuh ponsel untuk apa, karena setiap kali kutanya, jawabannya pasti selalu berbeda.
“Ah, aku tidak tahu apa aku bisa ke Tokyo liburan nanti atau tidak.” Suara seseorang terdengar saat aku sedang memilih makanan di mini market.
Kucari sumber suara itu, dan aku menemukan seorang pria seumuranku sedang menelepon sambil berdiri di rak mi instan. Aku seperti pernah melihat orang itu, tapi aku tidak yakin kalau aku mengenalnya.
“Hm, ponsel lamaku hancur, terinjak. Dia bilang mau menggantinya, tapi aku tidak yakin.” Ujarnya di telepon. “Hehe ... tidak, aku juga tidak berharap benda itu dikembalikan, iya ... sepertinya dia sekolah tak jauh dari sekolahku.”
Tunggu ... apa dia sedang membicarakan Sousuke?
_