“Hei, Ken!” panggil Jiro sambil melambaikan tangannya ke arahku. Bukan hanya Jiro, tapi di sana juga ada Nagi, Heisuke, Tomori dan Sousuke.
“Bu, aku akan pulang sendiri.” Ujarku pada ibu yang sebenarnya sudah menungguku sejak tadi di depan gerbang sekolah.
“Kau ini, sejak kenal dengan mereka, kau jadi lebih sering bermain-main.”
Aku terkekeh. “Aku berjanji akan tetap mempertahankan nilai-nilaiku.”
“Dasar, pulanglah sebelum pukul sepuluh.”
“Terima kasih, bu.” Ujarku sambil menutup pintu mobil, kemudian ibu mulai pergi dari sana.
Setelah ibu pergi, aku melambai ke arah mereka dan mendekat.
“Ibumu menjemput lagi?” tanya Tomori dan aku mengangguk. “Ah, ibumu pasti takut kalau kami memberi pengaruh buruk padamu, ya?”
“Tentu saja kalian melakukan itu!” celetuk Sousuke.
“Aih~ anak ini, kemari!” Jiro merangkul leher Sousuke dan menjepitnya sampai membuat Sousuke menjerit tidak suka.
“Kita akan ke mana?” tanyaku.
“Bagaimana kalau kita ke restoran hamburger di dekat sini?”
“Aku bosan~” Nagi menimpal. “Bagaimana kalau kita pergi menonton?”
“Menonton? Aku tidak punya uang! Ibuku hanya memberikanku uang yang hanya cukup untuk jajan—jajanan biasa!” Sousuke memprotes.
“Hei, memangnya ibumu memberimu berapa setiap bulan?”
“Tidak banyak! pokoknya tidak banyak!” jawab Sousuke ngotot, dan aku, hanya bisa menertawakan bagaimana mereka berdebat.
“Di rumahku ada beberapa film seru, kita bisa menonton di sana kalau kalian mau?” ajakku. Bagusnya, mereka semua langsung mau ikut. Tapi, karena mobil ibu sudah pergi sejak tadi, kami terpaksa harus naik bus agar bisa sampai di rumahku.
Karena ini pertama kalinya mereka datang ke rumahku, mereka tidak bisa menahan untuk memuji dan membicarakan tentang apa yang mereka lihat soal perabot rumah dan bagaimana besarnya itu. Tapi, aku hanya membiarkan mereka dan menggiring mereka terus masuk ke ruang menonton di lantai bawah, dekat garasi.
“Hei, Ken, orang tuamu itu kaya sekali ya, sampai punya bioskop pribadi seperti ini?”
“Sebenarnya ini ruang seminar milik ayahku. Kalau dia mengadakan rapat dengan beberapa rekannya, mereka selalu melakukannya di sini.”
“Apa tidak apa-apa kalau kita masuk?” tanya Heisuke terdengar khawatir.
“Tentu saja, aku sudah mengatakan pada mereka.”
“Kau yakin kalau kita tidak akan diusir saat pertengahan film?”
“Argh! Berisik. Kalau takut pulang saja sana!” teriak Sousuke sambil berjalan dan memilih tempat untuk duduk dan membuatnya nyaman sendiri.
“Hei lihat, bocah itu malah seenaknya sendiri.”
“Hahaha ... sialan juga dia.”
Sore itu, aku mengambil beberapa cemilan, soft drink dan popcorn juga memutar film seru untuk mereka. Bahkan setelah film –nya selesai pun mereka tidak langsung pulang, mereka memintaku untuk mengerjakan PR dan beberapa tugas dari mata pelajaran lain untuk dikerjakan bersama agar setelah tiba di rumah, mereka bisa langsung tidur.
"Sudah, ya. Terima kasih untuk hari ini." Ujar semuanya sambil melambaikan tangan.
"Aku juga, terima kasih sudah mengundang kami dan membiarkan kami mengacak-acak rumahmu." Ujar Sousuke sambil membungkuk seperti dia yang sedang mewakili semua permohonan maaf dari semua orang. Melihatnya melakukan itu, aku terkekeh.
"Tidak usah seperti itu. Kita teman, bukan?"
"Tapi kami sudah membuatmu kerepotan, lain kali aku akan marahi bocah-bocah sialan itu. Kebiasaan." Gerutunya dan aku kembali terkekeh.
"Arah rumahmu berbeda kan?"
"Ah, iya. Aku akan ke stasiun." Jawabnya.
"Bagaimana kalau kuantar."
"Tidak usah, aku bisa melakukannya sendiri. Sampai besok di sekolah."
"Tidak. Tidak. Aku akan mengantarmu, tunggu sebentar." Ujarku sambil berlari masuk ke dalam rumah, mengambil sebuah sepeda dan keluar melalui garasi.
"Ayo naik, ini sudah malam, setidaknya kau tidak harus menunggu terlalu lama kan, di stasiun nanti."
"Ish, kau pikir aku ini anak perempuan apa?" Gerutunya lagi.
Meski dia memang laki-laki, tapi hampir semua orang memperlakukannya seperti itu. Aku juga tidak paham kenapa semua orang melakukannya, bahkan Heishuke selalu berkata pada semuanya termasuk padaku, agar kami menjaga bocah bebal ini.
Entah apa maksudnya, tapi kurasa ... anak ini memang berharga.
Setelah Sousuke naik, aku mulai mengayuh sepedaku menuju ke stasiun.
"Sousuke." Panggilku.
"Hm?"
"Kenapa kau ingin tinggal terpisah dari orangtuamu?"
"Siapa yang bilang aku tinggal sendiri?"
"Nagi."
"Ah, si pendek itu. Aku tidak tinggal sendiri, aku tinggal dengan paman dan bibiku di sini."
"Oh, kupikir kau tinggal sendiri."
"Ibuku akan langsung ngamuk kalau dia tahu aku tinggal sendiri."
"Segalak itu?"
"Ibuku itu bukan cuma galak, dia cerewet dan menyebalkan. Ibuku juga, kan?"
"Tidak."
"Tidak?"
"Hm. Orangtuaku terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka, kadang saat aku bangun, mereka sudah tidak ada di rumah dan pulang setelah aku tidur."
"Benarkah? Enak sekali. Orangtuaku hanya petani, jadi mereka punya lebih banyak waktu memarahiku daripada membiarkanku sendirian."
"Wah, apa di Kobe ada banyak ladang?"
"Aku tinggal di gunung. Jadi hampir semua tetanggaku juga petani."
"Jadi, karena kau tidak ingin jadi petani juga, makanya kau datang kemari?"
"Tentu saja. Aku punya cita-cita lebih baik daripada harus meneruskan usaha ayahku."
"Benarkah? Apa itu?"
"Aku ingin jadi polisi seperti kakak sepupuku, Kogure."
"Polisi?"
"Iya, polisi. Pekerjaan yang luar biasa bukan?"
"Tapi ... bukankah dikepolisian itu kebanyakan Alpha, ya?"
"Aku juga Alpha!"
"Eh?"
"Ya, meski aku belum tahu soal itu. Tapi aku yakin kalau aku ini Alpha! Ayahku itu dominan, jadi mustahil aku nantinya jadi Beta."
"A—ah...."
Setelah percakapan itu, kami tidak bicara apapun lagi sampai kami tiba di stasiun.
"Terima kasih sudah mengantarku." Ujarnya.
"Tidak masalah, dan ... kalau paman atau bibiku bertanya tentang kenapa kau pulang selarut ini, katakan saja padaku ini nomer teleponku, biar nanti aku yang bicara pada mereka."
"Tidak perlu, mereka tidak sedetail itu."
"Kau yakin?"
Dia mengangguk, dan aku tidak bisa berbuat apapun selain sepakat dengannya. Sousuke masuk ke dalam stasiun setelah percakapan kami dan aku kembali ke rumah dengan seleda, sambil memikirkan apa yang selalu dikatakan oleh Heishuke akhir-akhir ini.
"Kurasa, berharga bukan hal tepat kenapa dia meminta kami menjaga Sousuke...." Gumamku.
Keesokan harinya, semua masih berjalan seperti biasa. Aku masih bercanda dengan yang lainnya hingga satu semester terlewati dan pertanyaanku terjawab kenapa Heishuke selalu meminta agar kami menjaga Sousuke.
"Dia itu Omega, tapi selalu mengira kalau dia itu Alpha." Ujar Heishuke padaku.
"Sejak kapan kau tahu?"
"Sejak hari pertama. Aroma anak itu sudah berbeda, dan aku juga bisa merasakan aromamu."
"Aromaku?"
Heishuke terkekeh. "Meski kau mengenalkan diri pada kami sebagai Beta, tapi aromanya berbeda. Kau bahkan lebih dariku."
Aku tersenyum mendengar penjelasannya.
Heishuke lahir dari orang tua Alpha, dan setelah itu dia tahu kalau di adalah dominan usai melakukan pemeriksaan terakhirnya tahun lalu saat dia kelas enam SD, bukan tidak mungkin dia bisa merasakan feromon orang lain setelahnya.
Tapi siapa aku? Orang tuaku hanya Beta, tapi entah bagaimana aku bisa dapat sesuatu yang mengerikan seperti ini.
"Kau bisa saja mengubahnya menjadi Alpha jika kau mau, tapi aku tidak akan biarkan itu terjadi. Dia teman kita, kau ingat?"
"Huh, untuk apa aku melakukan itu?" Ucapku merasa lucu dengan peringatan yang Heishuke berikan padaku sekarang.
Namun, tiba-tiba saja anak itu memukul kepalaku dan memasang wajah sebal. "Aku tahu kau menyukainya, tapi jangan berbuat yang tidak-tidak, dia belum tahu kalau dia itu Omega, setidaknya dengan kemampuanmu, kau bisa sedikit menekan aroma yang bocah itu keluarkan."
"Kau bilang biarkan."
"Kubilang biarkan, tapi bukan berarti membiarkan dia dikerumuni Alpha m***m!"
"Hahaha ... banyak sekali permintaanmu."
"Bocah sialan, harusnya kalau kau suka padanya kau bisa menjaganya lebih dari itu."
Aku masih tertawa mendengar bagaimana Heishuke mengatakan semua hal tentang Sousuke, seolah ... "Apa jangan-jangan kau menyukainya juga?"
"Apa?! Sembarangan! Aku ini masih normal, kalaupun dia Omega, aku tidak akan menyukai anak itu."
"Kenapa? Bukannya tidak masalah, bukan?"
"Yang jadi masalahnya itu adalah, aku sudah menganggap kalian keluarga, tidak mungkin aku menyukai salah satu dari kalian, dan ingat! Aku ini lebih tua setahun dari kalian semua."
"Yang lainnya tahu?" Tanyaku menghentikan tingkah sombongnya yang hanya berusia setahun di atasku.
"Tidak, mereka hanya mulai bisa mencium aroma feromon Sousuke, tapi akan kupastikan tidak akan lebih dari itu sampai pemeriksaannya tiba."
"Dia butuh suppressant kalau begitu."
"Kalau bisa menjaganya, kurasa itu tidak perlu." Heishuke menepuk pundakku beberapa kali sebelum beranjak meninggalkan percakapan kami.
_