Bab 35 [ Iharasi Sousuke POV ]

1163 Kata
“Selamat pagi, mama –nya Yuuchan.” Sapa salah satu ibu kompleks yang anaknya seumuran dengan Yuuki. Aku tersenyum padanya dan menganggukkan kepala sambil balik menyapa. “Sedang berbelanja?” tanyanya lagi. “Iya, beli s**u dan es krim untuk Yuuki.” Jawabku. “Wah, di mana Papa –nya Yuuchan? Tidak ikut juga?” “A—Kuroda-san sudah pergi bekerja, pagi-pagi sekali dia sudah berangkat.” Jawabku sedikit canggung dengan pertanyaan itu. Sebenarnya sudah bukan rahasia umum lagi kalau ibu-ibu kompleks di sekitar kami tinggal itu semuanya mengidolakan Kuroda-san. Mereka selalu mengatakan kalau Kuroda-san itu tampan, baik dan semacamnya, padahal mereka tidak pernah berhadapan langsung dengan Kuroda-san selain bertegur sapa di depan pagar rumah kami saja. Lagi pula, kalau diingat, Kuroda-san juga selalu pergi pagi dan pulang malam, kalau pun libur, dia hanya akan berada di rumah, berada di sekitarku dan Yuuki, jarang sekali orang itu berhubungan dengan tetangga kalau bukan karena ada masalah di sekitar kompleks. Seperti kalau ada semacam masalah dengan keamanan kompleks ini, baru Kuroda-san akan ikut ambil andil membantu, hanya saja ... yang kebanyakan bertemu dengan dia hanya bapak-bapak kompleks yang memang punya urusan dengannya. Lebih dari itu, rasanya tidak. “Wah~ sayang sekali,” “Ada apa?” “Aku ingin berterima kasih pada Papa –nya Yuuchan karena sudah menolong saudara laki-laki suamiku saat mengurus kasusnya.” “O—oh, nanti akan kusampaikan pada Kuroda-san.” “Wah~ aku benar-benar berterima kasih, kalau bukan karena Papa –nya Yuuchan mungkin saudaranya suamiku akan dapat tuntutan karena hal yang tidak pernah dia perbuat.” Aku tersenyum. “Aku turut senang mendengarnya.” Jawabku. Aku benar-benar canggung dengan suasana seperti ini, karena tidak biasanya aku bicara dengan ibu-ibu kompleks seperti ini. “Mama –nya Yuuchan,” panggil wanita itu lagi, “kapan Yuuchan akan masuk playgrown?” Ah, benar juga ...semester depan tahun ini, adalah tahun pertama Yuuki masuk ke playgrown, tapi karena kau belum dapat sekolah yang bagus untuk anak itu, aku jadi belum memutuskan dia harus masuk ke sekolah kapan. “Aku belum memutuskan.” “Bagaimana kalau Yuuchan masuk ke playgrown yang sama dengan anakku?” “Di mana?” “Tidak jauh dari kompleks, guru-guru di sana sangat berkopentesi dan ramah pada anak-anak, bagaimana? Mama –nya Yuuchan mau? Kalau mau nanti aku akan hubungi pihak sekolah untuk itu, dan aku akan membawakan brosurnya.” “Ah, baiklah, terima kasih untuk itu aku ak—“ “Maachan, Yuu boyleh beyli ini?” maya anak gadisku sambil membawa sebuah kotak sereal cokelat. Aku tidak berkomentar untuk apa yang anak itu beli, karena di rumah saja kami masih punya tiga kotak sereal yang belum dibuka, tapi daripada anak itu merengek dan membuat gaduh satu supermarket, mungkin sebaiknya aku biarkan anak itu. “Ambil satu saja ya.” Ujarku padanya yang langsung bersorak sambil memasukkan kotak sereal itu ke dalam keranjang belanjaan kami. “Wah, Yuuchan apa kabar? Sebentar lagi mau jadi kakak ya, sudah besar ternyata~” puji wanita itu sambil mengelus kepala Yuuki. Beruntungnya anak itu tidak punya masalah dengan orang asing, jadi dia biasa saja dengan apa yang sedang dilakukan wanita itu padanya. Hanya saja, kali itu berbeda. Tiba-tiba saja wajah anak gadisku itu berubah masam, dan dia beringsut mundur sedikit ke belakang seperti menghindar. “Maachan, Yuu mau puylang.” Ajaknya padaku sambil menarik-narik celanaku agar aku segera mengikuti apa yang dia inginkan. “T—tunggu sebentar, kita masih harus beli kopi untuk Papa—“ “Yuu mau puylang~ Maachan ayo~” anak itu merengek, sepasang matanya berubah merah dan seperti akan ada air mata yang sebentar lagi jatuh. Jadi mau tidak mau, aku langsung mengiakan apa yang anak itu mau sebelum dia benar-benar menangis. “A—maafkan aku, sepertinya mood Yuuki sedang tidak bagus, terima kasih karena sudah mengusulkan sekolah untuk dia.” Ujarku sambil membungkuk tapi kakiku terus ditarik oleh anak itu sampai-sampai aku hampir jatuh karenanya, tapi beruntung tanganku ditahan oleh wanita itu. “Hati-hati!” ujarnya khawatir. “Te—terima kasih.” “Mama –nya Yuuchan, seperti Yuuchan cemburu karena kau sedang mengandung lagi.” “Eh?” # # # “Ada apa dengannya?” tanya Kuroda-san saat pulang dan melihat Yuuki terus menempel padaku. Aku tidak menjawab apapun dan hanya menggeleng saat Kuroda-san bertanya seperti itu padaku. Sejak pulang dari supermarket, Yuuki terus menempel padaku, bahkan dia selalu minta kugendong dan tidak mau kulepaskan meski aku masuk ke toilet. “Jangan tanya, dia sedikit sensitif hari ini.” Jawabku sambil berjalan ke arah dapur dengan Yuuki yang masih ada dalam gendonganku. “Kemari, biar aku yang gendong dia.” Ujar Kuroda-san sambil meregangkan tangannya, hanya saja Yuuki langsung melenguh dan mengeratkan pelukannya padaku. Melihat tingkah Yuuki yang benar-benar tidak biasa, Kuroda-san juga tidak bisa berbuat apapun, dia hanya menatap kosong ke arah kami, sementara aku? Aku sudah menghela napasku lelah sepanjang hari. “Aku tidak bisa buat makan malam karena ini, bisakah kita makan makanan dari luar?” tanyaku sambil menuangkan segelas air dan meminumnya. “Apa dia tidak enak badan?” Kuroda-san mengabaikanku dan malah kembali mendekati Yuuki, spontan saja anak itu menjerit sambil bergerak, meronta dan menjerit dan sekali lagi, karena aku tidak bisa mempertahankan keseimbanganku hampir saja aku kembali jatuh kalau Kuroda-san tidak langsung menarik pinggangku kearahnya. “Hati-hati!” pekik Kuroda-san sedikit kesal. “A—maaf.” Aku benar-benar khawatir. Bukan hanya aku khawatir, karena kalau sampai aku jatuh mungkin— “Yuuki, kemari.” Ujar Kuroda-san sambil menarik Yuuki dariku. Tapi sekali lagi, anak itu langsung merengek dan merangkulku seperti sangat kutinggalkan. “Yuuki, jangan berbuat seperti itu, nanti adik akan terluka, jangan buat ibu –mu te—“ “Kuroda-san, tidak ... tidak apa-apa.” Ujarku sambil mengelus tangannya, kemudian menggeleng. “Yuu,” panggilku sambil menepuk bokongnya, “ayo cari makanan ke luar, aku lapar, apa kau lapar?” tanyaku dan dia mengangguk. “Ayo, pergi cari makan.” Ajakku pada Kuroda-san. Awalnya Kuroda-san ragu, tapi akhirnya karena aku memaksa akhirnya dia mau dan menyuruhku untuk menunggu sementara dia melepas jas dan kemejanya lalu mengganti pakaian itu dengan sehelai kaus. Kami semua pergi ke restoran yang tak jauh dari rumah, meski di sana Yuuki terlihat makan dengan lahap tapi anak itu masih seperi enggan melepaskan diri dariku. “Masih ada yang ingin dibeli?” tanya Kuroda-san saat kami sudah kembali ke dalam mobil setelah menghabiskan makan malam kami. “Kopi, aku lupa membeli kopi untukmu tadi siang.” Jawabku. “Ada yang lain?” “Tidak, s**u dan semua keperluan rumah sudah kubeli, tinggal kopi saja.” “Kalau begitu lain kali.” “Eh? Aku sedang tidak ingin minum kopi, kalau begitu lain kali saja belinya.” “Ah, baiklah ....” jawabku kemudian kami pulang setelah kenyang. Setibanya di rumah, aku membawa Yuuki untuk mandi dan setelah itu dia tidur di kamarnya setelah aku menemaninya sampai tidur. Kulihat wajah anak itu, raut wajahnya benar-benar tidak terlihat baik-baik saja, dia seperti sedang sangat kesal dan sedih disaat bersamaan tapi aku tidak tahu dia melakukann itu karena apa. Jadi, aku hanya mengelus pipinya kemudian mengecup kening anak itu sebelum pergi dari sana dan turun ke lantai bawah. Di sana, aku melihat Kuroda-san sedang minum sekaleng bir. “Maaf karena aku sudah mengganggu jam istirahatmu, Kuroda-san.” “Kemarilah.” Ujar Kuroda-san sambil melambai padaku. Tanpa bantahan, aku langsung mendekat padanya dan membiarkan Kuroda-san menaruh wajahnya tepat pada perutku yang semakin hari semakin besar dan mulai susah untuk disembunyikan. “Sepertinya Yuuki sudah mulai cemburu pada adiknya.” Bisik Kuroda-san di sana. Aku tidak bisa menyangkal, mungkin memang seperti itu, hanya saja, karena Yuuki tidak pernah mengatakan apapun soal adiknya yang dalam beberapa bulan lagi akan lahir, kupikir Yuuki tidak bermasalah, tapi ternyata tidak. Yuuki tidak menerima adiknya ini datang sekarang, dan ketakutanku benar-benar menjadi nyata. “Tolong jangan keterlaluan padanya.” Ujarku pada Kuroda-san dan kurasa itu adalah peringatan. “Aku akan mengatakan pada ibumu untuk menjaga Yuuki beberapa hari setelah kau melahirkan.” “Tapi aku ingin merawatnya.”jawabku dan mundur satu langkah hingga wajah Kuroda-san sedikit menjauh dari perutku. “Aku ... aku ingin menjaga keduanya. Yuuki, dan adiknya.” _
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN