16

1668 Kata
Langit masih menunjukkan waktu menjelang sore, banyak kendaraan yang berlalu Lalang dijalanan hingga membuat kemacetan yang lumayan lama, tentunya karena sekarang adalah waktu jam pulang kerja dan juga waktu selesainya banyak aktifitas seperti sekolah dan lainnya, Alih alih mencari bus untuk pulang, Aeris dan Lawson sudah berjalan cukup Panjang melalui emperan ajaln, meskipun pembicaraan mereka sedikit. Aeris mencari banyak hal dari sana "Kita makan malam dimana yah" ucap Aeris melihat sekitar, ia jarang mengajak seseorang untuk makan bersamma, bahkan ia lebih sering membawa makanan yang ia inginkan ke apartemennya untuk dimakan sendiri disana ketimbang dditempat ia membelinya. "Biasanya lo kemana? kita ketempat biasa lo pergi aja" "Apartemen gue, biasanya gue makan malam di apartemen gue" ucap Aeris dengan tatapan malas seakan memberikan jawaban pada Lawson kalau itu tidak mungkin "Biasanya lo beli makanan dimana?" "Toserba" "Toserba? wait disana.... yang dijualkan makanan cepat saji?" "Yap" "Lo makan itu tiap hari?" "Bisa jadi" ucap Aeris yang memang jarang mengkonsumsi makanan sehat "Yaudah kita kesana aja terus ke....." ucapan Aeris berhenti sebentar karena ia bingung harus kemana, kemudian ia teringat sebuah ide gila namun juga meyakinkan untuk menjadi pembuktian "Apartemen gue" Ucapnya melanjutkan "Loh, kenapa ke apartemen lo?" "Pemandangannya lebih bagus, lagian gue gak bakalan bawa lo masuk ke apart gue, kita bakalan pergi ke lantai paling atas, gue pernah ke atas walaupun sesekali, disana pemandangannya bagus" "Yaudah, terus kita belanja dimana? toserba beneran?" tanya Lawson lagi, Aeris mengangguk dan menatap pada jalan kembali ketika mereka berjalan beriringan, Lawson terus menerus menatap Aeris mencoba menebak apa yang akan dilakukan perempuan itu. Ia merasa ada hal yang aneh dari sifatnya yang berubah menjadi lumayan bersahabat dengannya. Semalam ketika Lawson duduk dijendela kamarnya dan menatap lurus kedepan ia bisa melihat Aeris duduk dibalkon kamarnya sampai tertidur. Kemampuan mata Lawsin tentu bisa membuatnya melihat jarak yang jauh seakan menjadi dekat dan Aeris tidak tahu akan hal itu. "Oh kita beli ini aja" ucap Aeris melihat sebuah rumah makan, ia segera masuk dan Lawson segera menyusulnya, mereka menuju kasir tempat memesan makanan untuk dibawa pulang "Lo mau apa?" tanya Aeris "Samain aja sama lo" Aeris mengangguk dan segera memesan beberapa makanan, agar tidak ribet saat memakannya nanti Aeris memesan burger dan juga kentang goreng beserta minuman. "Nih" ucap Lawson sambal menepuk bahu Aeris "Hah?" heran Aeris melihat Lawson menyerahkan dompetnya "Mau bayarkan?" DEG Entah kenapa hal sederhana yang sebenarnya tidak memiliki makna apapun ini membuat jantung Aeris berdegup seketika. Ia tahu kalau kondisi seperti ini biasanya hanya dialami oleh orang orang yang berpacaran, ia kerap melihat kejadian ini didepan matanya beberapa kali ketika berada ditempat umum "Ehm gue aha, kan gue yang ngajak" "Iya lo yang bayar, tapi uangnya dari sini" ucap Lawson lagi menyodorkan dompetnya dan menatap Aeris Pegawai yang sedari tadi menunggu Aeris membayar menjadi ikut bingung mengapa Aeris belum juga mengambil dompet pemberian Lawson "Udah ambil aja dompet pacarnya, yang lain lagi antri" ucap pegawai itu "Hah? pacar dia bukan-" Ucapan Aeris yang sedang shock karena dianggap pacaran langsung terhenti ketika ia melihat Lawson mengambil uang dari dompetnya dan menyodorkannya untuk dibayar pada staf pegawai.Ia tersenyum pada Aeris yang melototinya. Setelah mereka mendapatkan pesanan mereka, kini mereka keluar dari sana dan sebentar lagi akan sampai kejalanan yang dekat pada apartemen Aeris. jarak dari kampus dan apartemennya tidaklah dekat, mereka sudah berjalan cukup lama dan Aeris sudah kelelahan berjalan berkilometer jauhnya, memang ia sengaja melakukan ini agar waktunya banyak dengan Lawson sekaligus mencari hal hal aneh dari dirinya. Aeris juga sadar kalau sedari tadi Lawson tidak mengeluh atau menunjukkan ekspresi kelelahan. laki laki itu justru seperti robot yang tidak memiliki banyak emosi didalam dirinya dan tidak kenal Lelah "Huft. gue capek" ucap Aeris menghela nafasnya "Gue juga" "Oh ya? tapi daritadi hgue perhatian lo kelihatan gak ada capeknya tuh" "Gak kelihatan aja" "Lawson" ucap Aeris yang tiba tiba memanggil nama Lawson, padahal ia jarang menyebut nama itu, mendengar namanya disebut juga membuat Lawson heran. Ia merasa sepertinya Aeris ingin berbicara sesuatu yang benar benar serius "Hmm?" gumam Lawson, mereka masih terus berjalan dan kini sudah berada didepan gedung apartemen Aeris, mereka segera masuk dan berjalan menuju lift "Apa waktu itu gue gak salah lihat yah?" ucap Aeris ketika pintu lift tertutup "Yang kapan?" "Waktu ada laki laki nyerang gue, mata dia warna merah dan lo warna emas, itu juga gak kayak mata biasa, mata kalian kayak punya lampu" jelas Aeris dengan sedikit tertawa seakan dia menertawai dirinya sendiri dihadapan Lawson "Menurut lo itu nyata apa enggak?" pancing Lawsoon "Kayaknya udah terlalu banyak hal yang dia lihat, awalnya dia gak terima sama apa yang dia saksikan tapi sekarang dia udah mulai mencari tahu keberannya sendiri. itu kemajuan. tapi kenapa bisa dia tiba toba menjadi penyihit? kalau memang jati dirinya itu dikunci, berarti bukan dia sendiri yang menguncinya. Tapi dikunci oleh orang lain sejak dia kecil" batin Lawson menatap Aeris "Kok lo malah ngajuin pertanyaan ke gue sih? gue kan bertanya sama lo, seharusnya lo ngasih jawaban bukan pertanyaan" "Gue juga boleh ajuin pertanyaan tanpa menjawab kan?" kilah Lawson "Gue gak merasa itu nyata dan juga merasa itu nyata disaat bersamaan, aku benar benar lihat dengan mata gue tapi bisa jadi itu efek ilusi atau yang lain kan? lagian mana mungkin lo sama dia punya mata kayak gitu" ucap Aeris, ia sengaja menanyakan ini karena ia ingin mendengar penjelasan Lawson mengenai kejadian hari itu TING Mereka sudah samai pada lantai paling tinggi, mereka segera keluar dan mencari tangga untuk naik ke lantai paling atas lagi. yang menjadi atap gedung sekaligus tempat bersantai beberapa orang yang memang ingin kesana. Bagian atas gedung yang luas ini tentunya bisa dimanfaatkan menjadi taman santai. ada beberapa kursi yang berada didekat pagar pembatas dan keadaan lumayan sepi disana sekarang. Setelah duduk disalah satu kursi Panjang yang ada disana, Aeris membuka tas belanja yang berisi makanan mereka dan menyodorkan burger pada Lawson, laki laki itu menerimanya dan Aeris segera menyantap miliknya Gigitan demi gigitam masuk kedalam mulut Aeris, namun Lawson masih memiliki buerger yang utuh dan bahkan belum dibuka bungkusnya. Aeris meliriknya ssekilah dan teringat dengan buku yang ia baca ditempat Marth. Vampire tidak membutuhkan makanan untuk hidup, mereka sepenuhnya hanya membutuhkan darah, Vampire dijuluki sih mahkluk hidup yang sudah mati. Daraah mereka dingin dan bisa bertahan tanpa asupan makanan. "Kenapa gak lo makan?" ucap Aeris bertanya "Gue kenyang" "Gimana ceritanya lo bisa kenyang, sejak kuliah tadi sampai sekarang lo sama gue terus dan kita gak beli apapun selain ini" "Gue memang gak banyak makan" ucap Lawson lagi meletakkan makanannya, Aeris yang asik mengunyah menatap makanan itu dan tersenyum tipis, ia sudah sangat yakin kalau Lawson memang Vampire "Sebenarnya gue juga mau nanya sesuatu sama lo" ucap Lawson yang membuat senyum tipis Aeris langsung menghilang "Apa?" "Lo sejak kapan tinggal sendirian? kenapa gak sama orang tua lo? Kalau lo merantau kenapa lo beli apartemen? seakan akan lo bakalan tinggal lama disini", Lawson mengubah posisi duduknya meniru Aeris yang duduk menyamping sehingga mereka saling menatap satu sama lain. Aeris yang sudah menghabiskan makanannya segera minum terlebih dahulu sambal berfikir apakah akan menceritakan semua mengenai dirinya "Oke gue jarang nyeritain tentang gue ke orang lain tapi karena gue juga penasaran sama lo maka kita bisa saling bertukar informasi" kilah Aeris seakan mengajukan tawar menawar, Lawson yang mendengar itu tertawa sebentar "Gue Yatim piatu" ucap Aeris ketika Lawson masih tertawa, membuat Lawson menjadi terpatung dengan ekspresinya "Santai, gue juga gak terlalu sedih waktu bilang itu, gue gak punya memori tentang mereka" ujarnya dengan santai "Sejak kecil lo tinggal sendirian?" "No, ada paman sama bibi gue yang jaga gue sejak bayi dan akhirnya ninggalin gue waktu gue masih SMP. well.... ini baru sedikit menyedihkan. gue hidup dengan peninggalan mereka, gak ada orang lain lagi selain mereka" Lawson diam sebentar dan mencoba memikirkan darimana asal yang membuat Aeris menjadi penyihir, ia menduga kalau sebenarnya orang tua Aeris adalah Wizard dan karena mereka pergi sebelum anak mereka dewasa seseorang yang mengenal merka mengunci kekuatan Aeris. "Kalau orang yang menguncinya adalah Paman dan bibinya, berarti mereka Wizard atau bangsa immortal juga, tapi kenapa Aeris sama sekali tidak tahu tentang dunia kami. Dan kenapa bisa kuncinya dibuka sekarang? siapa yang membuka segel sihir itu?" gumam Lawson didalam hati Pemandangan lampu gedung perkataan yang bisa ddilihatt dengan luas ddari atas gedung merupakan salah satu kegemaran Aeris, selain melihatnya dari balkon kamarnya, Aeris juga suka melihat dari tempatnya berada sekarang. Ia berjalan dan mendekat pada pagar pembatas untuk menikmati angin yang berhembus disana. "Awas jatuh" ucap Lawson datar, Aeris yang mendengar itu hanya tersenyum kemudian melangkahkan kakinya untuk menaiki pagar pembatas, Lawson yang melihat itu memberikan gelengan kepala untuk memperingatinya "Oh iya lo belum jawab pertanyaan gue tadi, yang gue lihat waktu itu asli apa enggak? apa cuman halusinansi gue yah?" "Percayai aja sama apa yang lo lihat" Aeris mengangguk dan segera menaikkan sebelah kakinya lagi keatas pagar pembatas, Lawson melotot ketika melihat Aeris sudah berada ddiluar pagar pembatas dan berdiri dengan berpegangan pada pagar besi itu "Aeris, lo ngapain? jangan main main sama maut deh" Ucap Lawson "Gue pegangan kok, Lagian kalo gue jatuh juga gak papa" "Kok lo ngomong gitu?" heran Lawson "Yah gue cuman mati doang, itu gak semengerikan sama apa yang gue alami selama ini kan" ucap Aeris sambal tertawa, ia berjalan jalan dipinggiran pagar pembatas, ia menatap kebawah dan diam sebentar. Didalam kepala Aeris rasanya ia mendengar perintah untuk menjatuhkan diri kebawah sana, dan yang ia bayangkan bukan perihal rasa sakitnya melainkan apa yang akan ia rasakan dalam perjalanan menuju tanah itu "Aeris!" pangggil Lawson melihat perempuan itu melamun menatap kebawah "Hah? gue aman kok. eh be-" TSUK "Awwww!!!" Besi pagar pembatas yang Aeris sentuh sudah rusak, sehingga ada bagian besi pagar yang terbuka dan bagain besinya yang tertarik keluar menjadi benda tajam yang menusuk tangan Aeris hingga berdarah, refleks Aeris menarik tangannya yang terluka dan melihat darah keluar dari sana "Aeris!" teriak Lawson membuat Aeris yang tadinya melihat tangan kirinya dan menekan lukanya dengan tangan yang satunya langsung melihat Lawson, namun perlahan Aeris merasakan kalau tubuhnya seperti ditarik kebelakang dan ia sedang tidak berpegangan "AAAAKKKH!!!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN