22

1598 Kata
Dretttt Suara pintu unit apartemen milik Aeris berbunyi ketika ia membukanya perlahan, keadaan masih sangat gelap karena semua lampu belum dihidupkan. Aeris masuk terlebih dahulu sebelum Lawson, ia memperhatikan sekitarmu yang gelap dan mencoba mencari stop kontak lampu "Lu tinggal sendirian di sini?" Ucap Lawson bertanya "Ngapain Lo nanya? Bukannya lu udah pernah menyelinap masuk ke sini?" Lawson langsung tersenyum mendengar Aeris masih melihat bagaimana mereka saling mengenal dalam kondisi yang janggal, ketika Aeris mengetahui kalau dia seorang penyihir dan diicar oleh para makhluk lain. "Waktu itu gue memang menyelinap itu juga demi kebaikan lo. Oh iya gue belum pernah nanyain siapa yang waktu itu mendatangi lu sampai menginjak kaca, pasti ada yang datang kan?" Semua lampu kini sudah dihidupkan oleh Aeris, ia berjalan dari sana kemari untuk sedikit merapikan tempatnya karena Lawson datang berkunjung. Karena ingin selalu tinggal sendiri dan tidak ada yang mengunjunginya secara berkala ia tidak terlalu memperhatikan kerapian tempat tinggalnya "Makhluk aneh belum pernah gue lihat, kalau mengingatnya gue nggak akan takut lagi Karena gue yakin dia salah satu makhluk Immortal yang penasaran sama gue tapi gue sendiri nggak tahu kalau gue penyihir. Makanya itu gua takut sama bentukan tubuhnya yang baru ini lihat langsung di depan mata" jelas Aeris, ia berjalan menuju ruangan tamu yang sekaligus menjadi ruangan menonton. Lawson segera mengikutinya dan mereka duduk di sofa yang berseberangan. Sejak tadi sudah ada sebuah album yang dibawa oleh Aeris dari sana kemari, ia membuka albumnya untuk mencari foto yang akan ditunjukkan kepada Lawson. Biasanya seseorang yang merindukan orang tua pasti akan membuka albumnya berkali-kali dan dalam jangka waktu yang berkala, Namun Aeris sangat jarang membuka album kedua orang tuanya itu karena ini juga tidak memiliki ingatan yang sangat spesial mengenai mereka. Ia merasa album itu hanya membantunya untuk mengenali wajah orang tuanya, dan membuatnya mengingat kalau ia memang memiliki orang tua seperti manusia pada umumnya "Coba lo jelaskan bagaimana bentuk makhluk yang Lo liat malam itu" "Dia pendek dan kulitnya kayak kulit ayam yang nggak berbulu, matanya besar dan kepalanya botak terus telinganya besar dan lancip. Badannya juga kurus banget" jelas Aeris tanpa mengalihkan pandangannya dari album Lawson yang mendapatkan pendeskripsian lengkap itu langsung mencoba menebak makhluk apa yang datang, ia merasa ciri-ciri itu sangat mendekati pada bentuk tubuh para peri penjaga "Dia dia pakai baju apa?" "Entahlah, gue enggak terlalu memperhatikan bajunya tapi bajunya pasti berwarna usang sampai gue enggak terlalu tertarik untuk meliriknya. Dan...." "Peri penjaga" ucap Lawson memotong, Aeris yang mendengar jawaban itu langsung melihat pada Lawson "Peri penjaga? Apa itu?" "Peri penjaga itu merupakan peri yang mengabdi atau yang bekerja untuk para Wizard, kayak Lo. Tapi biasanya para peri penjaga ini didapatkan secara warisan ataupun turun menurun mereka punya umur yang panjang sama seperti Vampir. Sementara umurnya pendek seperti manusia, makanya mereka bisa mengabdi secara turun-menurun" "Wow.... Jadi yang datang menemui gue itu peri penjaga? Apa dia peri penjaga keluarga gue?" Ucap Aeris antusias "Kita sendiri belum tahu siapa yang sebenarnya Wizard diantara keluarga lo, jadi kita harus mencari tahu dulu asal-usul bagaimana Lo bisa menjadi Wizard" Lawson segera beranjak dari tempat duduknya dan mendekati Aeris, ia duduk di sebelahnya untuk mengajaknya melihat album itu bersama. "Yang mana ayah sama ibu lo?" "Ini" tunjuk Aeris pada sepasang kekasih yang sedang menggendong bayi "Ini....?" "Iya itu gue, mereka sempat merawat gue ketika gue bayi tapi ingatan itu sama sekali nggak ada dibenak gue. Namanya aja gue belum berpikir waktu itu" Kedua orang tua Aeris yang berada di dalam itu memperlihatkan kemiripan wajah dengan Aeris, apalagi wajah Aeris ternyata terlihat seperti copy paste dari ayahnya namun matanya dan rambutnya mirip dengan ibunya. Kini Lawson mencoba mengingat apakah ia karena melihat kedua orang tua Aeris, tentu banyak orang yang sudah ia lihat selama ia hidup dan tidak mungkin ia mengingat semuanya dengan jelas. Setelah memperhatikan wajah mereka dia juga memperhatikan latar belakang foto itu "Coba lihat yang lain" ucapnya mengambil alih album foto tersebut, Aeris membiarkan album foto itu berpindah tangan ia ikut mendekat pada Lawson untuk memperhatikan apa saja yang diperhatikan oleh laki-laki itu. Lembar album itu dibolak-balik olehnya, ia mengamati setiap latar belakang foto untuk mencari atau di mana saja orang tua Aeris pernah berada "Ini bukan new York" ucap Lawson "Hah?" "Ketika lo masih bayi orang tua lo dan juga Lo enggak ada di sini, Gue rasa lo pindah ke sini setelah orang tua lo gak ada dan lo harus tinggal bersama paman dan bibi lo" "Lo menyimpulkan itu dari foto-foto ini?" "Iya dong, gue udah setua ini dan wajar aja kalau dia udah pergi ke banyak tempat. Gue tahu tempat-tempat yang setidaknya Gue pernah melewati nya beberapa puluh tahun yang lalu. Jadi wajar aja kalau gue nggak pernah lihat orang tua Lo karena kami nggak ada di tempat yang sama. Di dunia kita mungkin enggak bisa mencari tahu siapa orang tua Lo" "Serius?!" Ucap Aeris yang merasa senang Ia ingin sekali tahu apakah orang tuanya seorang penyihir atau tidak "Gue nggak bakalan pergi sendirian, makanya harus banyak membaca tentang dunia kita dan cari tahu gimana caranya supaya kekuatan lo bisa keluar, banyak hal yang bakalan lo hadapi Waktu nyampe di sana nanti jadi lo harus menyiapkan diri" Aeris mengangguk paham dan membiarkan Lawson terus memperhatikan beberapa foto album yang masih tersisa. Ia segera beranjak dari sana karena membutuhkan asupan energi. Aeris menuju dapur dan mengambil makanan instan yang bisa ia masak dalam sekejap. Sembari memasak Ia terus memperhatikan Lawson dari jauh, sudah lama ia tidak berteman dekat dengan orang lain dan kali ini ia merasa sangat akrab dengan Lawson. Bahkan ia merasa sesuatu di dalam hatinya sudah mulai menumbuhkan perasaan yang berbeda dari sekedar teman, tapi di saat yang bersamaan Ia juga tidak ingin perasaan itu terus berkembang. "Lo masak apa?" Ucap Lawson dari jauh namun masih bisa didengar oleh Aeris "Hah? Ehm gue masak mie instan" "Setahu gue makanan itu bukan makanan sehat, Lo seharusnya memakan makanan yang sehat kalau masih mau panjang umur" ucap Lawson, ia meletakkan album di atas meja dan duduk santai sambil melihat kearah dapur, ruang santai tempat mereka berada tadi memang berhadapan dengan dapur "Ck, Kenapa gue merasa lo lagi sombong yah? Mentang-mentang Lo punya umur panjang dan makanan Lo cuman darah. Eh tapi Lo juga menyedihkan sih gak tahu gimana sensasi lapar yang sebenarnya, ketika Lo pengen memakan sesuatu yang rasanya beda ini bisa menyoba segala jenis makanan, sedangkan lo cuman bisa merasakan rasa darah doang, apa bedanya lu sama nyamuk" ejek Aeris yang memperlihatkan senyum kemenangan "Hahaha, lupa kalau yang minum darah itu cuman nyamuk betina doang?" Senyum Aeris yang tadinya mereka langsung redup dan ia membuka matanya lebar-lebar karena baru menyadari itu "Lagian emangnya lu udah tau gimana rasa darah? Bedanya rasa darah golongan A... B.... O.... Atau AB, rasa darah itu beda-beda dan faktor kesehatan mereka juga sebenarnya mempengaruhi sih, rasa mereka mirip-mirip tapi ada yang mempunyai darah yang lezat banget, atau darahnya lebih ke aroma busuk, jadi kami nggak bakalan pernah bosan, sama aja kayak banyaknya jenis makanan yang lo makan..... kami juga banyak nyicipin darah. Dan sejauh ini darah yang paling segar itu darah bayi" "Akhhh!!!! Stop!!!!" Aeris berteriak dengan kesal karena merinding ketika mendengar pembahasan Lawson, ia bukanlah tipe orang yang penakut pada darah namun Lawson bercerita dengan ekspresi yang sangat mendalami sambil menatap mata Aeris seakan ia akan menjadi santapan selanjutnya. Lawson yang mendapat respon itu langsung tertawa terbahak-bahak, ia tidak percaya kalau rencananya untuk menjahili Aeris berhasil "Dasar gila! Jadi Lo pernah memangsa darah bayi makhluk kecil yang belum punya dosa itu Lo hisap darahnya? Sumpah ini terakhir kalinya gue mau ngajak lu ke sini" ucap Aeris yang sangat kesal ketika mendengar Lawson membahas darah bayi "Lah kok gitu?" "Gue nggak nyangka kalau lo sejahat itu" Suasana hati Aeris menjadi berubah, wajahnya benar-benar terlihat kesel dengan serius. Lawson yang bisa merasakan aura kemarahan itu langsung bilang harus mengatakan apa, kini Aeris sudah menyelesaikan masakannya dan segera pergi ke meja makan ketimbang kembali ke meja tempat ia dan Lawson duduk sebelumnya "Ris?" Panggil Lawson sambil berjalan mendekat namun perempuan itu hanya asik meniup makanan yang tanpa melirik Lawson "Gue bercanda doang..... Enggak boleh mendengar semua ceritanya Kenapa gue bisa minum darah bayi" jelasnya sambil berusaha menarik kursi yang lain dan duduk dihadapan Aeris "Waktu itu ada kecelakaan yang terjadi dan.... Tempatnya sepi banget jadi gue nggak yakin kalau manusia yang kecelakaan itu bisa gue selamatkan. Mereka pasangan yang baru punya anak satu dan kebetulan masih bayi yang ada di mobil yang sama. Ayahnya sudah mati tapi ibunya masih sekarat waktu itu sama bayinya yang masih bisa menangis karena dilindungi sama ibunya waktu benturan" Ketika ia mulai bercerita Aeris yang masih menatap kearah lain sambil mengunyah sebenarnya ikut mendengarkan semua yang diceritakan kepadanya. Hingga akhirnya Lawson yang merasa diabaikan tidak melanjutkan ceritanya dan membuatnya kesal "Terus?" Ucap Aeris mengalahkan rasa gengsinya, Lawson yang akhirnya mendapatkan respon tentunya tersenyum dan kembali menceritakan kejadian itu "Jadi gua selamatin bayinya dengan cara menghisap darahnya dan membagi darah gue masuk ke dalam tubuhnya, dia jadi bayi vampire" "Terus ibunya?" "Mati" "Lah? Kenapa nggak lo selamatin? Lo kan bisa juga jadiin dia vampir" "Menjadikan manusia biasa menjadi seorang vampir itu bukan hal yang mudah dan kita juga punya peraturan sendiri, nanti lo bakalan tahu. Gue menyelamatkan bayi itu karena dia masih suci dan belum tahu banyak hal. Jadi kalau dia menjadi vampire dia masih akan vampir yang normal nantinya, sementara ibunya yang sudah lumayan dewasa nggak bakalan semudah itu untuk beradaptasi, lagipula ibunya meminta agar bayinya yang di selamatkan dan itu yang gua lakukan" Mendengar cerita itu membuat Aeris tidak menyalahkan Lawson lagi, tapi ia masih menunjukkan tatapan sinisnya kepadanya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN