Kini di salah satu gedung yang ada di kota, beberapa orang sedang berkumpul untuk menghabiskan waktu bersama, mereka terdiri dari 3 laki-laki dan juga 4 perempuan. Mereka menjadikan salah satu tempat tinggal dari mereka sebuah markas, yang selalu mereka kunjungi ketika mereka ingin berkumpul bersama
"Terus tugas Lo udah siap?" Ucap salah satu perempuan di antara mereka
"Udah dibawa sama joki gue" balas salah satu laki laki, dia memiliki wajah yang lebih tampan dibanding 2 laki-laki lainnya dan memang dianggap sebagai ketua kelompok mereka
"Wehhh.... orang kaya mah memang beda, lagian ngapain juga sibuk kerja ini kalau memang bisa bayarin orang lain" ucap Heshi, perempuan yang sedari tadi berbicara dengan Aqato, pacarnya
"Ya udah kita pergi aja sekarang, bentar lagi gue punya kelas" ucap yang lain agar mereka segera pergi ke kampus, mereka langsung beranjak dari tempatnya masing-masing dan menuju keluar, Heshi dan Aqato berjalan beriringan di mana Aqato meletakkan lengannya bertengger di bahu Heshi.
Siapa yang mereka di luar mereka langsung menuju mobil yang berbeda, Heshi bersama dengan Aqato sementara 5 orang lainnya berada di mobil yang satunya. Mereka berangkat bersama dari sana
"Hes, tadi gue dengar dari Fize kalau kalian ketemu sama perempuan yang selamat itu, dia gak ingat sama kalian?" Tanya Aqato
"Mungkin dia nggak ngeliat muka kami dengan jelas, dan juga gak melihat muka lu dengan jelas. Bukan berarti dia nggak ingat sama sekali tentang waktu itu"
"Lo yakin?"
"Kalau memang dia curiga sama kita pasti dia bakalan mencoba mendekati kita karena mau menyelidiki kan? Tapi sampai sekarang dia nggak bereaksi apa-apa padahal kami sudah berjumpa sama dia berkali-kali, kemarin kami jumpa waktu gue lagi di toko"
Aqato yang sibuk mengendarai mobil menjadi penasaran kenapa Aeris sama sekali tidak memiliki efek menangis setelah kejadian malam itu entah itu trauma ataupun yang lainnya. Mereka mengajar dalam planet habis-habisan sampai mereka sudah mengira kalau sudah membunuh 2 orang. Tapi ternyata salah satu diantara mereka dan tentunya itu semakin membuat mereka tidak tenang lebih baik mereka berdua mati ketimbang satu hidup sebagai saksi. Aqato sebenarnya sudah berencana untuk menyerang Aeris namun mendengar berita tentang Aeris yang sama sekali tidak mengingat wajah mereka membuatnya heran, terlebih lagi tidak ada pergerakan dari perempuan itu untuk mencari
"Beb, Lo kok melamun?" Ucap Heshi melihat tatapan Aqato seperti kosong meskipun menghadap ke depan memperhatikan jalan
"Gak ada, gue ngerasa heran aja sama dia. Lo bilang dia juga sama sekali enggak ada trauma kan? Biasanya yang udah kita ajak sampai kayak gitu pasti udah berakhir di rumah sakit jiwa atau setidaknya terapi sama psikiater"
"Iya, gue juga heran tapi mau bagaimana lagi mungkin memang mental dia yang kuat"
Setelah mengatakan kalimat itu dengan santai,. Heshi terdiam dan sadar kalau dia salah berbicara ia melirik Aqato yang menatapnya dingin namun mengandung kekesalan di dalam hatinya. Aqato selalu merasa tertantang untuk menjatuhkan orang-orang yang berlagak tangguh, atau jika orang itu di kenal sebagai orang yang kuat.
"Mental kuat? Hahaha" tawa Aqato
"Bukan kuat,... Tapi dia punya topeng muka yang tebal kali, dia berlagak kuat padahal aslinya pasti udah ketakutan untuk pergi keluar sendirian sekarang, ya kan?" Ucap Heshi, dia tidak memiliki sangkut paut apapun jika Aqato mencoba mencelakai Aeris, tapi ia lumayan khawatir jika terjadi sesuatu orang lain diluar dugaan mereka
"Kayaknya gue jadi penasaran sama dia, dia ada dijurusan apa?"
"Kenapa lo nanya itu emangnya lu mau ngapain?" Panik Heshi
"Gue nggak mau ngapa-ngapain, bukannya dia di fakultas yang sama dengan kita itu berarti mudah untuk gue nemuin dia. Gue mau melihat secara langsung gimana sebenarnya mentalnya yang lu bilang kuat itu. Dan gue sendiri yang nilai apa kita bakalan menyerang dia lagi untuk menghilangkan jejak kita yang belum terhapus, atau masih ngasih dia kesempatan untuk melanjutkan hidup"
Heshi terdiam sambil menatap Aqato, ia memiliki perasaan yang tidak enak ketika mendengar itu. Mereka bukanlah orang yang tidak pernah membunuh orang sebelumnya, mereka sering membunuh orang secara tidak langsung. Di mana orang-orang tersebut bunuh diri dikarenakan mereka.
Dan jika saja malam itu Aeris tidak datang menolong Lucia mereka mungkin akan membiarkan Licia pergi tanpa mengajarnya habis-habisan nggak akhir seperti mereka menghajar Aeris. Meskipun setelah kita sudah dapat dipastikan kalai Licia akan bunuh diri setelahnya.
"Kenapa Lo diam?" Ucap Aqato
"Hah? Gak ada, tapi gue ngerasa Lo nggak usah deketin dia lagi deh, kita kelarin aja permasalahan sama dia. Toh sebenarnya dia nggak punya hubungan sama kita cuman karena dia mau nolongin p*****r sialan itu doang makanya dia kita hajar"
"Justru karena itu, berarti dia suka ikut campur sama urusan orang lain. Lo juga tumben gak dukung gue, udah! Pokoknya gue bakalan menyelidiki dia sendiri, jangan ikut campur" ucap Aqato dengan tegas, Heshi terdiam karena pada dasarnya Ia memang tidak berani untuk melarangnya melakukan apapun, meskipun Aqato adalah pacarnya sendiri
Mereka akhirnya sampai ke kampus, mereka mengambil parkiran yang biasa mereka kuasai, mobil yang satunya tempat kelima temannya berada juga di parkirkan di sebelah mobil mereka.
"Guys, gue diluan, gue langsung ada kelas sekarang" ucap salah satu laki-laki di antara mereka
"Yaudah sana, silahkan bubar" ucap Aqato
Ketika mereka sudah berada di sekolah mereka memang jarang bersama-sama karena mereka memiliki kelas yang berbeda beda. Aqato dan 3 laki-laki lainnya tidak selalu menempel seperti ketika perempuan yang selalu bersama kesana kemari. Hanya jam kelas yang berbeda yang membuat mereka tidak bersama.
"Ya udah gue pergi dulu" ucap Aqato hendak meninggalkan Heshi dengan yang lain
"Loh Lo mau kemana? Kenapa nggak bareng kita aja dulu? Lo kan nggak ada jadwal sekarang"
"Kalian bertiga aja, gue mau ke tempat lain"
"Ikut dong" cegat Heshi lagi menahan tangan Aqata
"Eh, Fize, perempuan itu jurusan apa?"
Fezi yang diajak berbicara oleh Aqata ketika Heshi sedang berbicara dengannya membuatnya heran sebentar, ia juga heran siapa perempuan asal sebenarnya sedang ditanyakan kepadanya
"Oh.... Cewek itu? Dia sama dengan Licia"
"Hust! Jangan sebut nama orang yang udah mati dengan keras kayak gitu" ucap Heshi, fezi langsung mengatupkan bibirnya karena keceplosan mengucapkan nama Licia dengan nada yang lumayan keras
"Okeh"
Aqata menyingkirkan tangan Heshi dari dirinya dan segera pergi menjauh, Heshi memanggil namanya beberapa kali namun pacarnya itu sama sekali tidak melihat ke belakang. Ia menghentakkan kakinya kesal karena diabaikan, ia sangat yakin kalau sekarang Aqata akan mencari dimana keberadaan Aeris. Ia juga memiliki perasaan sedikit takut ketika mengingat wajah Aeris, perempuan itu lebih cantik dibanding dirinya. Heshi juga baru menyadarinya ketika bertemu dengannya kembali, ketika mereka menghajar perempuan itu keadaan sangat gelap jadi ya tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas belum lagi wajahnya juga tidak luput dari serangan mereka waktu itu
"Kenapa wajahnya nggak ada bekas luka sih perasaan gue menginjak wajahnya di waktu itu" batinnya
"Dia mau kemana sih? Tumben dia mengabaikan lo lagi" ucap Rary, temna Heshi. Ia, Rary dan Fezi sudah berteman lama dan memiliki banyak rahasia kelam bersama
"Diam! Dia nggak boleh mengabaikan gue" kesal Heshi, ia tidak terima ketika mendengar perkataan Rery yang sebenarnya benar
"Terus kenapa dia tiba-tiba nanyain tentang Aeris?" Ucap Fezi
"Ini semua gara-gara lo! Kenapa kalau membahas tentang perempuan gila itu sama dia?" Bentak Heshi pada Fezi, merasa ia tidak memiliki kesalahan apapun contoh membuat Fezi heran dan tidak terima
"Hes, Lo kira gue mau mengajak pacar lo itu bicara? Lo tahu sendiri kalau bukan karena dia yang ajak bicara diluan gue gak bakalan ngomong sama dia"
"Terus? Lo merasa dia mengajak lu ngomong diluan?"
"Iya! Dia sendiri yang nanyain, dia dengar percakapan kita tentang Aeris makanya dia langsung nanya ke gue, justru gua yang harusnya nanya kenapa dia nanyain gue padahal dia punya lo"
"Dia nanya gue kok! Tapi gak gue jawab" ucapnya dengan kesal, Heshi segera berjalan mendahului kedua temannya. Ia merasa kesal dan baru saja bohong. Aqato tidak bertanya kepadanya mengenai apapun dan industri bertanya kepada Fezi lebih dahulu
Sementara di lain posisi ini Aqato baru saja keluar dari ruangan himpunan mahasiswa FKH. Ia mencoba mencari tahu orang yang bernama Aeris kepada para kenalan di sana dan ternyata Aeris bukan salah satu aktivis. Sampai hampir tidak ada orang yang mengenalnya. Hanya ada satu perempuan yang memiliki kelas yang sama dengannya dan mengingatnya karena penuh satu kelompok dalma tugas
"Emang Lo ada urusan apa sama dia?" Ucap perempuan itu, Aqato meminta perempuan untuk untuk menunjukkan dimana keberadaan Aeris, ia tidak bisa mengenali Aeris karena tidak terlalu ingat dengan wajahnya. Kini mereka sedang berjalan didalam gedung kampus mencoba mencari ruangan tempat Aeris berada. Perempuan yang bersama dengan Aqato tahu ruangan mana saja yang biasa dipakai oleh siswa kedokteran hewan.
"Kayaknya ini" ucapnua setelah mengintip dari kac pintu yang kecil
"Berapa lama lagi mereka keluar?"
"Mungkin 5 menit lagi" ucapnya sambil melirik jam di handphonenya.
Aqato segera ikut mengintip kedalam mencari tahu dimana Aeris duduk, posisi pintu yang dibelakangi oleh para mahasiswa membuat wajah mereka tidak terlihat
"Lo tahu dia yang mana?" Tanyanya lagi
"Dia duduk di bangku depan, makanya wajah aja gak kelihatan"
"Terus kenapa Lo tahu dia ada di bangku depan?"
"Itu kebiasaannya, dia always didepan dan jarang terlambat masuk. Jadi dia diluan dikelas dan malah milih bangku depan ketimbang belakang"
Mereka kini harus menunggu, Aqato tidak ditinggalkan oleh perempuan yang menjadi pemandunya. Lagi pula perempuan itu juga pasti akan mempertemukan mereka dulu sebelum meninggalkan nanti.
Suara grasak-grusuk terdengar ketika mereka saling diam menunggu diluar, itu pertanda bahwa para mahasiswa akan segera keluar.
Ceklek
Pintu terbuka dan para mahasiswa yang ada didalam segera keluar secara teratur
"Gak usah panggil dia, tunjukkan aja sama gue yang mana orang nya" ucap Aqato
Mereka kembali menunggu, perempuan yang bersamanya asik memerhatikan pintu untuk memperhatikan siapa yang keluar dari sana.
"Itu dia" ucapnya menunjukkan pada Aeris, ia memakai jeans panjang dan baju crop top yang ditutioolej jaket denim. Rambutnya dicepol dengan anak rambut yang mengelilingi dahinya.
Aqato terdiam, ia menatap wajah Aeris yang bahkan tidak meliriknya. Ia terus menatapnya sampai Aeris berjalan menjauh dari sana
"Hei" Ucap perempuan yang bersama Aqato berkali kali, laki laki itu masih saja diam dengan senyum penuh maksud