Keputusan Sang Pangeran

2448 Kata
Tempat selanjutnya yang didatangi Yaoshan dan Guru Zhao rupanya adalah aula utama, di mana di sana terdapat kursi singgasana yang diperuntukkan bagi sang kaisar. Kursi itu tengah diduduki oleh sang pemimpin pemberontakan, siapa lagi jika bukan Liu Changhai. Pria itu seolah merasa dirinya telah resmi menjadi kaisar yang baru karena dia duduk dengan angkuh di kursi takhta yang seharusnya bukan miliknya, melainkan milik Yaoshan sebagai pewaris sah takhta kaisar terdahulu. Yaoshan yang melihat pemandangan itu hanya bisa mengepalkan tangan dengan gigi yang saling bergemeretak karena amarah tengah meluap di dalam dirinya. "Kurang ajar. Seharusnya kursi itu milik ayahanda dan juga milikku. Kenapa jadi ditempati pria b******k itu?" Guru Zhao tersenyum tipis mendengar umpatan kasar yang keluar dari mulut sang pangeran muda. "Karena ini tujuan mereka melakukan pemberontakan agar pria itu bisa menempati kursi yang seharusnya menjadi milikmu sebagai pewaris takhta yang sah." "Aku tidak akan membiarkannya semena-mena menduduki kursi itu." "Memangnya apa yang bisa kau lakukan sekarang?" Ditanya seperti itu, Yaoshan seketika diam membisu. "Kau bahkan tidak memiliki kekuatan apa pun untuk melawan pamanmu dan para pengikutnya. Jangankan mengambil kembali kursi singgasana itu, melarikan diri dari kejaran para prajurit yang mengejarmu saja kau tidak sanggup, kan?" Kali ini Yaoshan menundukkan kepala karena tak memungkiri semua yang dikatakan Guru Zhao adalah sebuah kebenaran. Dia sangat lemah dan tak berdaya menghadapi pamannya yang jahat dan licik itu. "Apa benar Pangeran Yaoshan sudah tiada?" Kepala Yaoshan yang sedang menunduk seketika terangkat kembali saat suara Liu Changhai mengalun dan tertangkap indera pendengarannya. Sebenarnya di dalam aula itu tidak hanya ada Liu Changhai, melainkan ada banyak pengikut setia Liu Changhai yang tentunya akan naik jabatan menjadi petinggi kerajaan jika Liu Changhai telah diresmikan menjadi kaisar yang baru. "Benar, Yang Mulia. Para prajurit sudah memastikannya. Pangeran Yaoshan tewas karena jatuh ke jurang di hutan." Salah seorang menteri menyahuti. "Lalu di mana jasadnya?" "Hm, jasadnya dibiarkan di dalam jurang karena jurang itu sangat dalam dan curam, mustahil ada yang bisa turun ke bawah, Yang Mulia." Mendengar jawaban itu, Liu Changhai terlihat marah karena wajahnya kini memerah sempurna. "Bagaimana bisa mereka seyakin itu bahwa Pangeran Yaoshan telah tewas padahal jasadnya saja tidak mereka pastikan dulu benar-benar sudah mati?!" Liu Changhai tidak segan-segan menunjukan kekecewaan yang dia rasakan. "Para prajurit mengaku mereka melihat sendiri jasad Pangeran Yaoshan sudah tidak bergerak lagi dan bersimbah darah. Selama ini tidak pernah ada yang berhasil selamat jika jatuh ke jurang itu, Yang Mulia. Karena tidak ada cara untuk bisa naik ke atas. Selain itu, di sana banyak hewan buas. Jasad pangeran Yaoshan mungkin akan disantap hewan-hewan buas penghuni hutan itu." Liu Changhai mengangguk-anggukan kepala seraya mengusap-usap janggutnya. "Aku harap mereka tidak melakukan kekeliruan karena jika sampai Pangeran Yaoshan ternyata masih hidup, aku tidak akan mengampuni para prajurit yang membiarkan jasadnya tetap di dalam jurang dan bukannya membawa jasad itu ke hadapanku." "Baik, Yang Mulia," sahut semua orang yang ada di aula itu dengan serempak. Di tempatnya berdiri, Yaoshan mendengus mendengar perbincangan antara Liu Changhai dan para pengikut setianya yang kebanyakan ternyata para menteri yang dulu berpura-pura patuh dan setia pada ayahnya. Siapa sangka selama ini mereka bersandiwara karena nyatanya mungkin sejak lama mereka berencana membantu Liu Changhai melakukan pemberontakan dan pengkhianatan ini. "Untuk upacara peresmianku sebagai kaisar yang baru, aku ingin semua kerajaan diberikan undangan agar mereka mengirimkan perwakilan untuk menyaksikan acara penobatan itu. Aku ingin seluruh dunia tahu bahwa kaisar Kerajaan Qing yang baru adalah aku, Kaisar Liu Changhai." "Tentu, Yang Mulia. Kami sudah menyiapkan surat undangan yang akan dikirimkan pada semua kerajaan tetangga." Liu Changhai tersenyum lebar tampak puas dengan kinerja cepat para pengikutnya. "Bagus. Jangan lupa umumkan juga pada semua rakyat agar ikut menyaksikan acara penobatan ini di luar istana. Nanti aku akan berkeliling untuk menyambut mereka. Pastikan mereka memberikan penghormatan padaku sebagai kaisar yang baru. Jika ada yang menolak menyambut dan mendukungku sebagai kaisar baru mereka maka penggal saja kepala mereka." "Siap laksanakan, Yang Mulia." Yaoshan menggelengkan kepala mendengar perintah semena-mena dan sangat tak manusiawi yang diberikan Liu Changhai. "Satu lagi tentang pajak yang biasa dibayar rakyat untuk kerajaan. Aku merasa pajak mereka terlalu kecil, mana bisa mencukupi kebutuhan keluargaku, terutama permaisuri dan selir-selirku yang harus hidup mewah. Pastikan pajak rakyat dinaikkan mulai bulan depan. Bila perlu naikkan menjadi dua kali lipat dari pajak sebelumnya." "Tapi Yang Mulia, bagaimana dengan rakyat kecil? Mereka mungkin tidak mampu membayar pajak jika terlalu tinggi." Liu Changhai mendengus keras mendengar salah satu menterinya berkata demikian. "Untuk apa peduli pada rakyat kecil? Jika mereka tidak bisa membayar pajak, sita saja harta benda mereka. Jika mereka tidak memiliki harta benda yang bisa disita, suruh mereka membayar pajak dengan tubuh dan keringat mereka. Serahkan istri dan anak perempuan mereka untuk dijadikan wanita penghibur di istana agar para prajuritku bisa bersenang-senang. Jika putri mereka cantik, bisa tunjukan juga padaku karena bisa saja aku jadikan selirku. " Suara tawa Liu Changhai pun membahana di dalam aula. Tak ada yang merasa heran mendengar perintah seperti itu terlontar dari mulutnya karena dia terkenal sebagai pria mata keranjang yang tidak bisa menahan godaan seorang wanita. Bahkan selir yang dia miliki tak bisa terhitung jumlahnya. "Jika rakyat kecil itu seorang pria dan tidak memiliki wanita untuk diserahkan sebagai ganti dia tidak bisa membayar pajak, suruh saja dia menjadi b***k di kerajaan ini. Dia harus menuruti apa pun perintah prajuritku." "Hm, kalau orang itu seorang pria tua renta hang sudah tidak sanggup melakukan pekerjaan berat, bagaimana Yang Mulia?" Liu Changhai mendecih. "Maka bunuh saja pria tua itu. Orang tidak berguna tidak bisa menetap di wilayah kerajaanku. Lebih baik mati saja daripada tidak berguna dan hanya menjadi beban. Apa kalian mengerti peraturan baru tentang pajak rakyat ini?" Para menteri saling berpandangan sebelum mereka akhirnya menganggukan kepala. "Kami paham, Yang Mulia." "Bagus. Kalau begitu kenaikan pajak dan peraturan baru ini bisa diresmikan mulai bulan depan. Aku tidak ingin mendengar ada masalah apa pun kedepannya setelah aku mengumumkan hal ini di depan kalian semua." "Baik, Yang Mulia." Lagi dan lagi para menteri menyahut dengan serempak. Yaoshan tertegun mendengar semua perintah yang diberikan Liu Changhai. Semua perintahnya terdengar tak manusiawi dan tanpa belas kasihan. Bagaimana mungkin rakyat bisa hidup damai dan sejahtera jika kerajaan menetapkan peraturan sekejam itu? "Paman Changhai keterlaluan, peraturan macam apa yang dia buat itu?" "Yang jelas akan sangat menyengsarakan rakyat. Mungkin setelah ini semua rakyat di kerajaan Qing akan hidup dengan penderitaan dan di bawah tekanan. Terutama rakyat kecil, mungkin mereka akan kehilangan istri dan anak perempuan mereka. Mulai sekarang istana akan jadi ajang perbuatan zina, bukankah begitu?" Yaoshan menggeram tertahan karena pemandangan menjijikkan tadi di mana para prajurit menodai keempat dayang secara bergiliran, kembali terngiang di kepalanya. "Hal menjijikkan dan tidak manusiawi seperti itu harus dihentikan." "Siapa yang akan menghentikan karena seperti yang kau lihat semua orang mendukung perintah kaisar mereka yang baru dan tidak ada yang berani membantahnya?" Kemarahan Yaoshan hanya bisa ditahan dalam hati karena tak dia pungkiri semua yang dikatakan Guru Zhao tidak ada yang salah. Untuk saat ini tidak ada seorang pun yang bisa menghentikan Liu Changhai dan semua perintah kejinya. "Tentang jasad Kaisar Liu Xingsheng dan Permaisuri Liu Fei, apa kalian sudah mengeksekusi sesuai perintahku?" Mendengar nama orang tuanya disebut, spontan Yaoshan melebarkan mata. Tubuhnya bergetar karena mengetahui ternyata jasad orang tuanya masih berada di istana meski mereka telah tewas beberapa hari yang lalu. Kenapa jasad mereka belum dikuburkan? Apa yang sedang direncanakan Pangeran Liu Changhai pada jasad orang tuanya? Kira-kira pertanyaan-pertanyaan itu yang kini sedang tertanam di benak Yaoshan, dia sangat ingin mengetahui jawabannya karena dia penasaran bukan main pada nasib jasad orang tuanya yang tewas secara mengenaskan. "Sudah, Yang Mulia. Seperti yang anda perintahkan, kepala Kaisar Liu Xingsheng dan Permaisuri Liu Fei akan dipisahkan dari jasad mereka hari ini di hadapan semua orang di lapangan depan istana. Setelah itu kepala mereka akan digantung di gerbang istana sedangkan jasad mereka akan dijadikan santapan burung pemakan bangkai seperti yang Anda perintahkan." Tubuh Yaoshan bergetar hebat, amarah seketika memuncak di dalam dirinya. Dia berniat maju ke depan untuk memberikan pelajaran para sang paman yang begitu kejam memperlakukan orng tuanya bahkan di saat mereka sudah tidak bernyawa lagi. Yaoshan berniat berlari menuju sang paman yang masih duduk dengan santai di kursi singgasana. Namun, gerakan Yaoshan terhenti karena seseorang menghentikannya. "Apa yang ingin kau lakukan, hm?" tanya Guru Zhao yang menjadi pelaku yang menghentikan niat Yaoshan untuk maju ke depan. "Aku harus memberi pelajaran pada orang kejam itu. Bagaimana mungkin dia tega memperlakukan ayah dan ibuku sekeji itu padahal mereka sudah tiada?" "Percuma kau mendekatinya karena tidak ada yang bisa kau lakukan di sini. Kau hanya bisa menyaksikan semua kejadian di sini tanpa bisa berbuat atau mengubah apa pun, bukankah aku sudah menjelaskan hal ini padamu berulang kali?" Yaoshan menundukkan kepala karena walau dia tahu tak ada yang bisa dia lakukan sekarang, tetap saja dia tak bisa menahan diri. Ingin rasanya menerjang Pangeran Liu Changhai, bila perlu membunuhnya detik ini juga seperti yang dia lakukan pada orang tuanya. Suara tawa Pangeran Liu Changhai terdengar mengalun kencang di dalam aula tersebut. "Bagus sekali. Ayo kita eksekusi sekarang, aku sudah tidak sabar ingin melihatnya." "Baik, Yang Mulia." Pangeran Liu Changhai pun turun dari kursi singgasana, lalu berjalan meninggalkan aula yang diikuti oleh para pengikutnya di belakang. Kini semua orang berhamburan meninggalkan aula tersebut karena ingin menyaksikan tindakan biadab yang sebentar lagi akan dipertontonkan. "Jika kau tidak sanggup menyaksikannya, lebih baik kita kembali ke markas sekte," ajak Guru Zhao yang merasa iba pada Yaoshan. Mustahil pria itu sanggup melihat tindakan tak bermoral yang sebentar lagi akan menimpa orang tuanya. Yaoshan menggelengkan kepala dengan tegas. "Tidak. Aku akan melihatnya. Dengan begitu aku tidak akan pernah lupa pada kekejaman paman Changhai. Semua tindakan kejam dan biadabnya ini aku akan selalu mengingatnya sampai kapan pun." Tanpa menunggu respons dari Guru Zhao, Yaoshan pun berjalan mengikuti orang-orang yang berjalan di depannya. Hingga mereka akhirnya tiba di lapangan istana yang dimaksud tadi. Yaoshan meneteskan air mata di saat jasad orang tuanya dibiarkan terbujur kaku di tengah lapangan yang panas, tanpa alas apa pun, tergeletak begitu saja di tanah yang kotor karena basah dan berlumur. Pakaian yang mereka kenakan masih sama persis seperti di saat Yaoshan melihat mereka untuk terakhir kalinya di hari pemberontakan itu terjadi. Hanya saja pakaian mereka tampak berlumuran darah dan sangat kotor. Lapangan yang dalam kondisi panas karena teriknya matahari bahkan tak menyurutkan keinginan semua penghuni istana untuk melihat tindakan kejam yang sebentar lagi akan dipertontonkan di depan mereka. Bahkan mereka rela tubuh mereka banjir oleh peluh dan keringat. "Lakukan eksekusi sekarang juga!" Perintah itu akhirnya terlontar dari mulut Liu Changhai yang langsung dipatuhi oleh dua orang algojo yang sudah siap memegang golok besar di tangan mereka. Kedua algojo itu berjalan menghampiri dua jasad yang tergeletak mengenaskan di tengah lapangan. Lalu berdiri di samping jasad sepasang suami istri tersebut. Semua orang tampak menahan napas saat kedua algojo mengangkat tinggi golok di tangan mereka. Dan saat tangan mereka terayun, lalu mengenai leher kedua jasad, seketika dua kepala pun menggelinding terpisah dari jasadnya. Semua orang mulai mengeluarkan suara riuh karena adegan menegangkan itu akhirnya selesai mereka saksikan. Berbeda dengan Yaoshan yang tak kuasa menyaksikan kejadian itu sehingga dia pun memejamkan mata seerat mungkin. Saat membuka mata dan mendapati kepala orang tuanya sudah terpisah dari jasad, air mata pun seketika mengalir deras membasahi wajahnya. Kedua tangannya terkepal erat hingga buku-buku jarinya memutih, sungguh seumur hidupnya dia tidak akan pernah melupakan pemandangan yang menyayat hati ini. "Cepat gantung kepala mereka di depan pintu gerbang istana dan jasad mereka berikan pada burung-burung pemakan bangkai kesayanganku." Liu Changhai kembali melontarkan perintah seolah belum puas dengan kekejian yang baru saja dia lakukan pada jasad kakak dan kakak iparnya sendiri. Lalu setelah itu yang terjadi sesuai dengan perintah Liu Changhai. Kepala Kaisar Liu Xingsheng dan Permaisuri Liu Fei digantung di depan gerbang istana sehingga semua rakyat yang berjalan hilir mudik di depan gerbang istana bisa menyaksikannya dengan jelas. Seketika keramaian pun terjadi di depan gerbang istana, semua rakyat yang menetap di sekitar istana kini berkerumun demi menyaksikan kepala kaisar dan permaisuri yang dulu mereka hormati kini diperlakukan sehina itu. Tak sampai di situ kengerian yang harus disaksikan Yaoshan, karena sekarang dia tengah menyaksikan tubuh orang tuanya yang tanpa kepala itu diletakkan di tengah lapangan belakang istana. Sebelum kandang para burung pemakan bangkai peliharaan Liu Changhai dibuka dan dengan serempak burung-burung ganas yang tengah kelaparan itu mengerubungi jasad kaisar dan permaisuri, lalu dengan gerakan cepat mencabik daging mereka, memakannya dengan lahap. Air mata Yaoshan semakin mengalir deras, bukan hanya kesedihan yang dia rasakan sekarang, tapi air mata yang mengalir itu juga mengartikan bahwa amarahnya sudah mencapai puncak. Kebenciannya pada Liu Changhai sudah tak tertahankan dan tindakan pria kejam itu tak akan pernah dia maafkan seumur hidup. "Kau sudah melihat semua yang harus kau lihat. Sekarang saatnya kita kembali ke markas sekte," ajak Guru Zhao. Yaoshan tak mengatakan apa pun, tatapannya tetap tertuju pada jasad kedua orang tuanya yang sudah hancur dan tak berbentuk lagi karena sudah habis dilahap para burung pemakan bangkai yang rakus. "Ayo, Pangeran Yaoshan. Ikut denganku." Guru Zhao kembali mengajak Yaoshan yang alih-alih mengikutinya, justru tetap berdiri mematung di tempat. Tanpa kata sang pangeran pun berbalik badan, mengusap air matanya dengan gerakan kasar menggunakan punggung tangan, dia pun kini mengikuti langkah Guru Zhao yang sudah berjalan di depannya. "Pegang tanganku." Guru Zhao mengatakan itu saat mereka sudah berada jauh dari lapangan belakang istana yang menjadi panggung pertunjukan yang paling menjijikan dan sadis itu tengah berlangsung. Yaoshan menurut tanpa kata, dia memegang tangan Guru Zhao yang terulur padanya. Sedetik kemudian, teleportasi pun terjadi dan jiwa mereka kembali ke raga mereka yang masih berada di markas sekte Tao. Yaoshan yang sempat memejamkan mata, kini kembali membuka kedua matanya dan ternyata bukan pemandangan istana lagi yang dia lihat, melainkan pemandangan di sebuah ruangan di mana dirinya dan Guru Zhao berada sebelum melakukan teleportasi jiwa. Yaoshan masih tertegun, mulutnya terkatup rapat tanpa sepatah kata pun yang terucap karena masih syok dan marah dengan kejadian tak manusiawi yang baru saja dia saksikan. "Pangeran, aku tahu kau pasti membutuhkan waktu untuk menenangkan diri. Akan kutinggalkan kau sendiri di sini, beristirahatlah." Guru Zhao pun melangkah pergi tanpa menunggu jawaban dari Yaoshan. "Tunggu sebentar." Namun, karena suara Yaoshan tiba-tiba mengalun, pria tua itu pun menghentikan langkah dan kembali berbalik badan menghadap sang pangeran. "Kau bertanya padaku langkah apa yang akan aku ambil untuk melanjutkan hidup di masa depan, bukan?" tanya Yaoshan. Guru Zhao merespons dengan anggukannya. "Ya. Apa kau sudah menentukannya?" Yaoshan tak langsung menjawab, tapi dia kini berjalan mendekati pria tua yang telah menyelamatkan nyawanya dan melakukan tindakan mengejutkan yang baru pertama kali dia lakukan seumur hidupnya. "Tolong terima aku sebagai muridmu. Biarkan aku menjadi murid di sekte Tao ini," pinta Yaoshan seraya berlutut di hadapan Guru Zhao yang tidak lain merupakan pendiri sekte Tao tersebut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN