ISMA "Hayya, ayok masuk. Pak Teguh sudah menunggu di dalam." Mbak Ipah menepuk bahuku hingga aku terperanjat dan lamunanku buyar. Wanita berusia tiga puluh lima tahun itu tersenyum melihatku yang sibuk merapikan penampilan. "Udah, kamu udah rapi," pujinya. Aku tersenyum malu. "Aku gerogi, Mbak. Takutnya gak diterima," ungkapku jujur. "Kamu tenang saja. Mbak yakin kamu pasti diterima. Pak Teguh kan lagi butuh asisten rumah tangga tambahan. Jadi besar kemungkinan kamu bisa langsung kerja di sini," ujarnya membuatku tenang. Aku memang sangat membutuhkan pekerjaan ini untuk menyambung hidup. Apa pun akan aku kerjakan demi bisa membeli s**u untuk Ayra serta biaya sehari-hari. Aku tidak mungkin melamar pekerjaan di pabrikan sebab harus mengurus persyaratan terlebih dahulu dan akan memak