HANIF "Kenapa diam saja, Mas? Ayo kejar Mbak Isma!" Pekikan Dania sama sekali tak aku hiraukan. Mata ini menatap kosong ke arah lorong rumah sakit tempat tubuh Isma menghilang dari pandangan. Setiap kalimat yang diucapkan istriku bak hantaman palu godam tepat di ulu hati ini. Aku ikut hancur, juga ikut merasakan kekecewaan yang ia rasakan atas ulahku. "Aku dinikahi bukan karena dicintai." Kalimat itu kembali terngiang, menandakan bahwa Isma sudah mengetahui alasanku dulu menikahinya. Namun, ia tidak sepenuhnya benar sebab waktu itu aku pun menginginkan pernikahan ini, mengingat usiaku yang sudah cukup matang. "Mas! Kenapa diam saja!" Dania mengguncang lenganku. Menoleh, aku melihat wajah cantiknya masih bersimbah air mata. "Kejar, Mbak Isma. Aku takut terjadi sesuatu yang buru