Sementara Gara masih bertanya-tanya perihal kenapa dia spontan menghampiri Pevita dan mengulurkan tangan, hujan turun semakin lebat. Membuat tubuh keduanya tetap basah, terlebih karena payung itu sudah tidak berarti apa-apa sekarang. Mereka tengah sama-sama bergelut dengan hati dan pikiran masing-masing, sehingga tak sadar payung yang menaungi mereka dari deras hujan sudah terjatuh, terbawa kerasnya angin yang bertiup malam itu. "Aku bukan perempuan gampangan yang dengan mudah menerima laki-laki mana pun, atau yang dengan nggak tahu malunya mengejar mereka meski jelas mereka nggak tertarik," gumam Pevita agak keras, agar suaranya tak teredam oleh kerasnya suara gemericik air hujan yang turun. "Aku bahkan nggak pernah peduli meski dikelilingi lelaki sempurna sekali pun." Mata Pevita meman