Dhika memperhatikan wajah lelap itu lekat-lekat, lalu mengusap air mata yang membasahi kecantikannya dengan perlahan, sangat perlahan, seolah wajah itu adalah porcelain antik nan mahal peninggalan Dinasti Ming yang berharga. Wajah itu –tepatnya wanita pemilik wajah itu lah yang berharga, paling berharga dalam hidupnya. Tidak akan Dhika biarkan dia pergi, tidak akan Dhika lepaskan wanita itu lagi. Cukup empat tahun yang lalu Dhika melepaskan Nastiti demi proses penyembuhan yang wanita itu butuhkan. Ia telah bersabar selama empat tahun, menunggu dalam diam, menunggu dalam bayang-bayang. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk memanen hasil kesabarannya. Mendekati wanitanya lagi, memperbaiki kesalahannya di masa lalu, dan memperbaiki kondisi saat ini yang sudah terlanjur terjadi. Ia akan