“Kamu tidak apa-apa, Dhika?” Bu Santi bertanya dari balik kemudi.
Saat melihat Nas menggiring Dhika padanya, ia menyimpulkan bahwa Nas menjadikannya sebagai alasan hingga Ardi melepaskan lelaki culun yang kini sudah duduk disisinya itu.
“Tidak apa-apa, bu. Terima kasih banyak sudah menolong saya. Mbak Nas juga, terima kasih banyak, ya?” Dhika menoleh ke belakang dan cukup senang melihat senyuman juga anggukan Nas padanya.
“Ardi itu sulit untuk dibasmi dari perusahaan, kelakuannya seenak udel gara-gara dia keponakan orang penting di kantor pusat. Jadi kamu kuat-kuatin mental aja, ya. Atau kalau gak kuat-kuat banget ya berontak aja, tuh nanti dibantu Nastiti Sang Agent Hill of S.H.I.E.L.D di Atmajaya F&B.”
Dhika tertawa mendengar sebutan itu, Mbak Nas memang wanita manis nan kalem yang berkerudung menjulur ke d**a, tapi dia juga memiliki keberanian yang patut diacungi jempol.
Dhika setuju dengan sebutan Agent Hill itu!
Commander Maria Hill atau sering disebut dengan Agent Hill adalah salah satu tokoh film avenger yang memiliki karakter wanita pemberani, tidak mudah digertak oleh lawan yang jauh lebih kuat darinya dan merupakan agent yang dapat diandalkan di organisasi tersebut, ia juga merupakan salah satu orang kepercayaan Director Fury yang selalu sigap dalam setiap kondisi. Jika Bu Santi membayangkan dirinya sebagai Director Fury, maka yang pantas menjadi Agent Hill adalah Nastiti, tangan kanannya.
Memang pada akhirnya S.H.I.E.L.D kacau dan berantakan karena disusupi HYDRA, tapi semoga Atmajaya F&B tidak akan hancur karena para penilap uang.
“Bu Santi bisa aja nih, Nas bukan Agent Hill, Bu, tapi manusia original dan organik yang masih memiliki kepedulian.”
“Manusia Original? Organik? Apa itu, Mbak?” tanya Dhika.
“Original itu berarti masih sesuai fitrah dan organik itu merujuk pada tidak diberi banyak pestisida alias tidak diracuni dengan segala kegilaan dunia... ck, Nastiti dan segala kata ajaibnya!” Bu Santi menggelengkan kepala, ia tidak habis fikir bisa-bisanya ia mengulang penjelasan yang pernah Nas berikan padanya.
“Betul itu! 100 untuk ibu Santi!” Nas memamerkan kedua jempol tangannya kedepan.
Original dan Organik adalah prinsip hidup Nas. Ia tidak ingin meracuni diri dengan segala kegilaan dunia, ia tidak ingin membodoh-bodohi diri dengan ambisi kosong tak ada guna, ia hanya ingin bertahan sebagai manusia yang memanusiakan manusia. Hidup sederhana dan penuh rasa syukur adalah tujuan hariannya.
Mobil menepi dan Bu Santi memarkirnya di depan restoran yang berada di sisi pertigaan jalan utama. Restoran Bebek Madura ini favorit Nas dan dirinya. Mereka akan meluangkan waktu untuk mampir ke tempat ini minimal seminggu sekali, tidak boleh kurang!
“Loh, kita kemana dulu, Bu?” tanya Dhika yang tidak tahu menahu tentang rencana makan-makan dua wanita dewasa itu.
“Makan dulu, saya lapar.” sahut Bu Santi lalu keluar dari kursi pengemudi, disusul Nas dibelakangnya.
Restoran Bebek Madura itu ramai pengunjung. Pramusaji berjalan hilir mudik, menanyakan pesanan, dan mengantarkan makanan pada manusia-manusia yang kelaparan.
Sebagian besar meja telah diisi oleh pegawai yang baru pulang kerja dan memilih untuk menikmati makanan di restoran ini untuk mengisi tenaga. Sama seperti mereka bertiga yang baru masuk dan mengedarkan pandangan untuk mencari meja yang masih kosong. Beruntung masih ada saung kosong di dekat taman.
Mereka melewati beberapa meja yang terisi penuh oleh pesanan-pesanan yang menggiurkan, aroma sedap menyerbu indera penciuman tanpa ampun, membuat mereka ingin segera disajikan menu yang sama seperti yang terhidang.
Ayam, bebek, lele goreng dan kawan-kawan menghantui langkah mereka menuju saung yang sedang mereka tuju, hingga tiba-tiba langkah mereka terhenti ketika beberapa rekan kerja yang mereka kenal menyapa dan menghentikan perjalanan mereka.
Beberapa dari rekan tersebut memandang tak suka pada kehadiran Dhika ditengah obrolan yang sedang berlangsung, ternyata rumor tentang lelaki itu sudah menyebar di seantero perusahaan berkat mulut ember Ardi yang menyebalkan.
Dhika yang merasakan tatapan menusuk yang diarahkan padanya lebih memilih pamit dan duduk di tempat yang sejak awal mereka tuju.
“Kalian ngapain, sih, bareng anak itu?” tanya Rina yang sama sekali tidak menutupi rasa tidak sukanya.
“Loh apa salahnya, dia adalah teman kita juga.” jawab Nas.
“Kalian enggak denger ya, rumor tentang dia?”
“Masuk lewat jalur belakang?” Bu Santi menjawab ketus. “Kamu yakin yang nyebarin gossip itu gak masuk lewat jalur belakang juga? Sudahlah, itu bukan urusan kita, itu urusan bagian kepegawaian. Lagipula, itu adalah gossip yang belum tentu benar! Yuk ah, Nas, kita makan!” Bu Santi meninggalkan Rina yang mengkerut ngeri melihat wajah kesalnya.
Bu Santi orangnya supel dan baik, tapi jangan sekali-kali membuatnya kesal. Kalau Bu Santi sudah kesal, beliau bisa lebih menakutkan daripada dompet kosong diakhir bulan!
“Mbak Nas dan Bu Santi mau pesan apa?” senyum lembut mengiringi pertanyaan yang meluncur dari mulut pria itu.
Dhika baru saja selesai memesan menu yang ia inginkan ketika Bu Santi dan Nas sampai di saung. Pada akhirnya Bu Santi dan Nas ikut memesan menu yang sama karena bebek goreng di restoran ini adalah menu utama yang paling digemari.
Nas memperhatikan Dhika yang duduk di seberangnya, menebak-nebak apakah pria itu telah mendengar perkataan Rina dan Bu Santi barusan. Tapi Dhika terlihat tenang dan tidak menunjukkan tanda-tanda tersinggung atau perasaan tidak enak apapun diwajahnya.
Pria itu bermata coklat muda dan terlindungi bulu mata lentik yang cantik. Bola matanya yang jernih seperti memantulkan kembali setiap cahaya yang menyapanya dengan setitik sinar yang bisa dilihat jika berada di dekat pemiliknya. Mata itu menjadi bagian paling lembut yang ada diwajahnya. Walaupun sedang menatap Nas dengan tajam dan penuh tanya, tapi tatapan Dhika memiliki kehangatan dan kelembutan. Kontras sekali dengan keseluruhan wajah Dhika yang tegas dan ditumbuhi jenggot panjang dan kumis yang tebal.
Usianya sekitar 30 tahunan, tingginya mungkin sekitar 185 cm atau lebih, selalu memakai kardigan rajut, kemeja dan celana kebesaran ditubuhnya yang kurus. Pria itu juga memiliki rambut lurus yang lumayan panjang dengan poni yang hampir menutupi mata. Kulitnya putih bersih akibat terlalu banyak berdiam diri di ruangan tertutup dan ber AC atau mungkin memiliki garis keturunan dari Asia Timur.
Tipe Nerd guy yang menjadi langganann kasus perundungan.
Lagipula, hanya lelaki aneh yang memakai kardigan rajut tebal di daerah tropis begini!
Dhika berdeham dengan wajah yang memerah karena diperhatikan sebegitu rupa oleh Nas. Suasana sejuk yang sebelumnya ia rasakan, tiba-tiba berubah menjadi panas sejak tatapan Nas yang tajam dan menelisik diarahkan padanya.
Wanita itu membuatnya panas dingin!
Nas yang mendengar dehaman Dhika terkejut, matanya mengerjap berkali-kali, dan merasakan panas yang sama menjalari wajahnya juga.
Nas terkesiap kecil saat matanya bersirobok dengan mata Dhika yang juga tengah menatapnya.
Nas telah tertangkap basah!
“Ya Tuhan, Apa yang kamu lakukan, Nas!” Tegur Nas pada dirinya sendiri di dalam hati.
Segera saja Nas memalingkan wajah dari Dhika, dengan canggung dan sedikit panik ia menoleh ke kanan dan kiri.
Ada kolam ikan
Koi merah,
Koi putih,
Koi merah putih,
Koi merah putih hitam,
Koi warna apapun,
asal jangan melihat Mas Dhika!
***