Setahun yang lalu Nastiti –atau biasa dipanggil Nas, mendapat pekerjaan di perusahaan Atmajaya F&B, perusahaan besar yang bergerak dibidang produksi makanan dan minuman itu dengan sangat ajaibnya menawarkan Nas pekerjaan secara langsung melalui sebuah panggilan telepon.
Awalnya Nas pikir bahwa itu adalah sebuah telepon penipuan yang mengatasnamakan perusahaan Atmajaya, yang ujung-ujungnya meminta transfer uang tiket perjalanan dan akomodasi lainnya, lalu si penelepon akan menghilang begitu saja setelah uang berhasil ditransferkan.
Di antara kalian, pasti ada yang pernah mengalami ini ‘kan?
Ya, Nas adalah salah satu orang yang mengalaminya. Selama ini, ia kesulitan mencari pekerjaan dan merasa mendapatkan angin segar ketika menerima telepon penipuan tersebut. Hingga akhirnya ia tertipu dan kehilangan sejumlah uang yang dia kumpulkan dari Abah dan Ambu.
Jadi, ketika akhirnya mendapat panggilan pekerjaan dari Atmajaya F&B, Nas agak sangsi, masa sih perusahaan sebesar itu menawarkan pekerjaan secara langsung kepada setiap calon pegawainya, seperti menawarkan dagangan saja!
Mungkin kalau orang yang ditawarkan punya skill segudang dan pengalaman se-gunung, itu baru bisa terjadi. Tapi bagi fresh graduate alias lulusan baru seperti Nas, rasanya agak mustahil.
Dan yang paling mengherankan dari panggilan kerja ini adalah Nas belum pernah melamar pekerjaan sama sekali pada perusahaan Atmajaya, Apalagi Nas yang lulusan S1 Biologi malah ditawari pekerjaan dibidang sosial?
Benar-benar aneh dan mencurigakan!
Selama ini Nas belum pernah mengalami hal yang serupa ini hingga ia terbengong-bengong usai panggilan berakhir.
Nas pikir, daripada tertipu lagi, ia memilih untuk mengabaikan panggilan wawancara itu.
Tapi rupanya, Bapak HRD menelepon Nas kembali dihari berikutnya dan mempertanyakan kehadiran Nas pada hari janji temu mereka.
Menurut Abah panggilan pekerjaan itu terdengar sangat mencurigakan, jadi Nas harus dikawal oleh Sang Kakak untuk menghadirinya.
Akhirnya, dengan enggan dan setengah hati, Nas memenuhi undangan tersebut ditemani A Ehsan –kakak Nas- yang cuti dari pekerjaan demi mengawal adik bungsunya.
Senin pagi itu mereka bertolak menggunakan motor untuk menuju gedung pabrik perusahaan Atmajaya F&B yang sebenarnya hanya perlu 15-20 menit saja dengan berkendara motor, atau 30-40 menit kalau naik angkot yang punya hobi mengetem.
Hari itu Nas mengalami hari paling membingungkan sedunia.
Kedatangannya disambut di lobby gedung oleh manajer HRD secara langsung, lalu dibawa masuk ke dalam ruang manajer dan disuguhkan jamuan teh, kopi, dan kue-kue cantik yang sepertinya dibuat khusus untuk tamu yang juga khusus. Yang paling tidak disangka pagi itu adalah bahkan A Ehsan boleh masuk ke dalam ruangan tersebut dan ikut mengobrol bersama mereka.
Tidak hanya membingungkan bagi Nas, tapi bagi A Ehsan juga!
Sesi wawancara yang seharusnya membahas mengenai pertanyaan-pertanyaan yang menunjukan kemampuan bekerja Nas, tes psikotes dan lain sebagainya, justru diisi oleh pertanyaan pribadi yang ringan, diselingi obrolan singkat mengenai latar belakang perusahaan.
Hari itu Nas diterima sebagai Asisten Manager CSR.
Mind blowing sekali.
Hingga Nas mempertanyakan alasan ketidaknormalan tersebut pada Bapak Manajer HRD.
“Mbak Nas dulu pernah mendapat beasiswa penelitian dari Yayasan Atmajaya, bukan?” tanya Bapak tersebut.
Nas terdiam sesaat. Memang pada akhir masa kuliahnya, Nas mampu melunasi tunggakan penelitian yang sangat banyak itu melalui bantuan beasiswa dari Yayasan Atmajaya. Beasiswa ajaib yang dia dapatkan di tengah rasa putus asanya.
“Jadi, ini berkat penelitian saya itu, pak?” Nas bertanya balik.
“Betul, Mbak. Maka dari itu kami mengundang Mbak Nas untuk bekerja bersama kami dan mengabdikan diri di Atmajaya Group.” Simpul Pak Manajer HRD. “Berhubung posisi yang sesuai dengan jurusan Mbak Nas sedang penuh, maka Mbak Nas akan mengisi posisi yang sedang kosong di CSR saja.”
Pertemuan mereka ditutup dengan tanda tangan kontrak pekerjaan dengan upah lima belas juta rupiah per bulan secara bersih. Belum bonus dan tunjangan lainnya.
A Ehsan tercengang melihatnya, dirinya yang sudah bekerja bertahun-tahun sebelum Nas saja belum bisa mencapai upah itu di Jawa Timur. Sementara Nas si anak fresh graduate kenapa bisa mendapat tawaran upah yang sangat besar!
A Ehsan meminta berkas kontrak tersebut sebelum Nas membubuhkan tanda tangan di atas kertas. A Ehsan membaca seluruh kontrak dengan detail dan tidak ada hal-hal mencurigakan di dalamnya. Itu adalah surat kontrak yang sangat normal dan umum. Yang tidak normal adalah jumlah upah yang diberikan melebihi standard yang ada.
“Pak, ini apa tidak salah toh jumlah gajihnya?” tanya A Ehsan.
“Tidak salah, Mas. Itu adalah keputusan pimpinan pusat untuk Mbak Nas.” Jawab Bapak HRD.
“Ini tidak ada hal-hal yang ditutupi, hal-hal yang akan merugikan adik saya, kan?” A Ehsan terdengar khawatir.
Bapak Manajer pun tertawa, “Tidak ada Mas, jika Mas berfikir kami akan menipu dan menjebak melalui kontrak itu, maka jawabannya adalah tidak ada tujuan itu, Mas. Kami adalah perusahaan besar berintegritas tinggi, tidak mungkin kami melakukan hal-hal curang itu.”
Ehsan dan Nas terdiam.
“Ini murni keputusan pimpinan pusat, saya tidak bisa merubahnya sembarangan, dan mohon untuk tidak menyebarkan isi kontrak ini di depan pegawai lainnya ya Mbak Nas? Setiap pegawai memiliki nominal gaji yang berbeda-beda. Saya takut ada kecemburuan social.”
“Maka dari itu, Pak. Apa gaji saya tidak bisa dikecilkan saja? ini besar sekali.” Pinta Nas. “Saya merasa tidak pantas menerimanya, saya tidak berpengalaman dan benar-benar baru belajar kerja.”
“Sayangnya, tidak bisa Mbak Nas. Kontrak yang hendak Mbak Nas tanda tangani adalah kontrak yang dikirimkan langsung oleh pimpinan pusat. Saya tidak berwenang merubahnya.” Jelas Bapak HRD. “Ada satu pesan dari pusat untuk Mbak Nas, mereka berharap Mbak Nas bergabung dengan Group Atmajaya secepatnya. Begitu.”
Nas terpaku memandang surat kontrak kerja itu. Lalu bertanya pada A Ehsan melalui tatapan matanya. A Ehsan mengangkat bahu bingung.
“Tidak ada masalah dengan isi surat kontraknya, Dek. Kecuali jumlah gajinya yang membingungkan.” Ujar A Ehsan.
“Iya, A.”
Nas gamang, ini adalah kesempatannya untuk mendapatkan pekerjaan, kesempatannya juga untuk membalas kebaikan Atmajaya Group yang dulu memberinya beasiswa. Tapi semuanya terasa aneh sekali. Nas meragu untuk sesaat.
Kemudian dia baca ulang isi kontraknya dan meneguhkan hati, tidak ada yang salah dengan poin-poin kontrak kerja itu, jadi apa salahnya mencoba.
Nas pun membubuhkan tanda tangannya disana dan telah SAH menjadi pegawai Atmajaya F&B.
***
Setahun Kemudian.
“Laporan untuk rapat ini udah final, kan?” Bu Santi mengulang pertanyaan yang sama untuk kesekian kali. Pertanyaan retoris yang sebenarnya tidak memerlukan jawaban, melainkan dilemparkan hanya untuk menenangkan rasa tegang yang menyelimutinya. Ia mengecek folder-folder yang ada ditangan, memastikan tidak ada yang tertinggal, bisa celaka kalau sampai itu terjadi.
Rapat pagi ini sudah menyita hampir seluruh perhatian dan emosi Bu Santi selama beberapa minggu belakangan. Ia menunda banyak pekerjaan demi rapat besar yang akan diadakan dalam beberapa menit ke depan. Perusahaan ini sedang diambang kebangkrutan dan ia sebagai salah satu dari jajaran manajer tidak ingin dipersalahkan.
Nastiti Danuardari Susilo hanya tersenyum dan mengangguk, jawaban sama yang ia ulang-ulang. Semua sudah lengkap dan bahkan mereka merelakan banyak waktu tidur hanya untuk menyelesaikannya.
Wanita karir yang perfeksionis semacam Bu Santi, tidak mungkin melewatkan satu hal pun, ditambah ia melakukan segala pengecekan hasil kegiatan, keuangan, nota-nota dan konfirmasi face to face –on super serious conversations a.k.a multiple hard debates- dengan pihak keuangan. Karena ia berfikir, Jangan sampai divisi CSR (Corporate Social Responsibility) menjadi tertuduh atas segala loss yang selama ini ditanggung perusahaan.
“Toh kita sudah melakukan kegiatan CSR sesuai dengan persetujuan perusahaan!” fikir Nas.
“Bener ‘kan, Nas?” Bu Santi mengulang pertanyaan lagi.
“Your report files are perfectly completed and your laptop is ready, what else, bu? Nothing, but go to the meeting room… like right now coz the meeting will start in a few minutes…” (File laporan Anda sudah lengkap dan laptop Anda sudah siap, apa lagi, Bu? Tidak apa-apa, selain pergi ke ruang rapat… sekarang juga karena rapat akan dimulai beberapa menit lagi…)
Nas mengabsen segala keperluan Bu Santi selama rapat, kemudian bangkit dari kursi dan menggaet lengan pimpinannya itu untuk keluar pintu ruangan. “Yuk, tenang aja, Bu. We are clear, kok. Jangan mengkhawatirkan yang enggak-enggak. Kita sudah bekerja dengan jujur dan amanah selama ini.”.
Seperti mendapat pencerahan, Bu Santi menyahut, “Right? You think so, ya?” (Bener kan? Menurutmu begitu ya?)
“Of course!” Nas menatap Bu Santi dengan keteguhan. Ia berharap sikap teguhnya bisa memberi sedikit kekuatan untuk Bu Santi yang akan memasuki battle field.
“Penampilan saya gimana?” Bu Santi merujuk pada pakaian super licin tanpa kekusutan sedikitpun, fresh from the laundry store.
Well, Siapa yang tidak mengkhawatirkan penampilan disaat akan menghadiri meeting penting yang akan dihadiri banyak orang penting itu.
Corporate manager, Jajaran tim Audit dan pengawas dari kantor pusat yang terdiri dari nama-nama masyhur di group perusahaan ini. Salah satu nama itu adalah Atmajaya, Bos besar mereka. Dirinya harus tampil dengan baik dan meyakinkan karena rapat ini merupakan kesempatan langka untuk menentukan mati atau berkembang pesatnya karirmu. Kabarnya, pegawai yang amanah memiliki tempat tersendiri di hati Bos besar Atmajaya.
“Tanpa cela, seperti Ibu Santi yang biasanya. Perfect!”
Wajah Bu Santi terlihat puas mendengar jawaban Nas, “Saya traktir kamu bebek goreng di pertigaan sore ini!”
Nas mengepalkan kedua tangannya ke depan d**a, tanda ia bersemangat dan senang dengan berita itu.
“SIAPPPP!” wajah Nas sumringah, bahagianya sesederhana makan bebek goreng di pertigaan dengan sambal yang endes surendes itu dan…
Lagipula siapa coba yang tidak suka traktiran, Nas sangat suka! SUPER SUKA!
“Saya rapat dulu, doakan saya…”
“Siap, akan saya bantu dengan doa, Bu!” Nas mengangkat telapak tangannya ke pelipis, ia menghormat sambil tersenyum ceria. Semoga senyuman Nas menular pada Bu santi, itulah harapannya.
“Terimakasih” Bu Santi menghembuskan nafas berat, kemudian mulai berlalu meninggalkan Nas yang mulai mengangkat tangan dan mengirim Al Fatihah untuk Bu Santi.
“Al fatihah.. khususon…”
***
Rapat berlansung sepanjang hari dan dibubarkan ketika jam kerja sudah habis. Nas berkali-kali mengirimkan doa untuk Bu Santi yang kini terlihat baru keluar ruangan dengan wajah pucat dan sikap tubuh yang lemas.
Apa yang salah? Mereka sudah bekerja jujur dan amanah!
Nas berlari menghampiri Manajer CSR itu lalu mengambil segala dokumen dan laptop yang memberati tangannya. Bu Santi mengangguk dan memberi senyum, sejenis senyum menenangkan dan wajahnya seolah berkata, “kita bahas nanti.”.
Bu Santi kembali ke ruangan diikuti Nas yang mengekor di belakangnya. Nas tidak berani berkata-kata, ia takut salah bicara atau malah membuat masalah dengan segala pertanyaannya. Bu Santi pasti sedang mengalami tekanan yang berat makanya sekarang beliau memilih duduk diam dikurasinya sambil bersandar dan memejamkan mata.
Ruangan hening selama beberapa saat, hanya terdengar suara desah nafas yang memenuhi udara. Nas berdiri canggung di depan meja kerja Bu Santi, pimpinannya itu terlihat tengah menetralkan diri dari stress yang menimpanya selama ini. Ia hendak berinisiatif meninggalkan Bu Santi mendapatkan waktu tenang seorang diri ketika Bu Santi membuka mata dan menegakkan punggung dengan semangat, “AYO MAKAN BEBEK GORENG!” serunya tiba-tiba.
Mata Nas berbinar senang mendengarnya!
“AYO, BU!” tangan Nas terkepal tinggi.
Syukurlah. Nas lega melihat Bu Santi kembali menjadi dirinya sendiri. Image lemah dan kalah sangat bukan Bu Santi!
Setelah berhasil merapikan meja kerja masing-masing, dan Bu Santi mengunci pintu ruangannya. Mereka berdua berjalan beriringan menuju tempat parkir mobil Bu Santi berada.
Pimpinannya itu tidak banyak bicara tapi sikap tubuhnya sudah tenang dan seolah semua beban terangkat dari pundaknya.
Nas tahu seberapa tertekannya Bu Santi beberapa minggu belakangan, sejak pengumuman tentang rencana rapat besar yang beragendakan laporan dan audit setiap divisi akan dilaksanakan, Bu Santi sudah sangat was-was, bukan karena ketidak becusan mereka dalam bekerja, tapi ia tahu seberapa complicated nya masalah yang sedang dihadapi perusahaan. Jika tidak juga menghasilkan keuntungan dan terus merugi, perusahaan ini bisa saja ditutup atau dilelang. Juga, siapapun yang ketahuan melakukan penggelapan pasti akan berakhir dibalik jeruji. Tidak menutup kemungkinan Atmajaya group akan melakukan itu semua.
Group perusahaan berskala multinasional seperti Atmajaya Group (AG) bukan perusahaan kelas teri yang akan jatuh hanya karena kasus penggelapan disalah satu anak perusahaannya. Tapi tetap saja, prinsip etos kerja, disiplin dan kejujuran tingkat tinggi yang digaungkan sejak perusahaan ini dibangun akan dipertahankan hingga anak cucu generasi ke sekian mereka.
Satu jarum kecil tetap akan membuat infeksi jika menusuk terus menerus. Atmajaya tidak ingin infeksi itu semakin besar dan parah. Apalagi jika jarum itu beracun dan mematikan. Mereka harus menghentikannya sesegera mungkin.
Nas tidak ingin perusahaan ini ditutup atau dijual, masih banyak program CSR mereka yang berjalan dan belum tentu pemilik baru masih ingin melanjutkan program itu.
Wanita berusia 27 tahun itu tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika program-program mereka terhenti!
Pasti itu pula-lah yang menjadi kekhawatiran terbesar Bu Santi, anak-anak yang ia rumuskan dan urus sejak nol kini tengah terancam. Program pembuatan saluran air bersih, pendidikan, pelatihan ketrampilan di desa tertinggal dan lain-lain.
OH NO! Jangan sampai mimpi buruk itu terjadi! Nas merinding membayangkannya.
“Lo gimana sih, kerja enggak becus!” suara keras memecah lamunan Nas, segerombolan pria sedang mengerubungi seseorang. Nas tahu itu suara Ardi, pria Jakarta yang selalu pake lo-gue dan dari divisi keuangan yang terkenal dengan kesombongannya. Dia juga tukang bully yang ulung. Pasti Ardi sedang merundung Dhika lagi.
Anak baru yang bernama Dhika itu menjadi bulan-bulanan Ardi dan komplotannya sejak ia bekerja sebulan yang lalu.
Ketika Tomy dari divisi HRD menegur kelakukan Ardi, pria itu berdalih dan malah menyebar gossip bahwa Dhika masuk melalui “orang belakang” karena bisa-bisanya perusahaan yang sedang krisis ini menerima karyawan baru yang hanya akan membebani perusahaan dengan menambah orang yang harus diberi upah. Padahal semua orang tahu bahwa Dhika menggantikan Nina yang sedang cuti melahirkan.
Ardi bersikeras dengan pendapatnya dan Tomy berhenti memberinya peringatan. Ia tidak ingin dituduh membela Dhika karena telah menerima suap. Tuduhan menerima suap adalah hal yang wajib dihindari, apalagi ditengah carut marut kondisi perusahaan dengan banyak tuduhan disana-sini.
“Tidak usah ikut campur.” Bu Santi memperingatkan.
“Tapi, Bu, Kasihan Mas Dhika, Ardi ini kelewatan, harus kita laporkan ke HRD!”
“HRD sudah angkat tangan dengan kelakuan keponakan Di-rek-tur ke-uang-an ITU!” Bu Santi memberi tekanan pada kata tertentu. Sebuah peringatan yang jelas bahwa Ardi bukan pegawai biasa, dia punya backing-an orang penting di perusahaan pusat.
Dasar jiwa –sok- pahlawannya terlalu kuat dan sulit di hentikan. Nas menghela nafas dan tetap berjalan
menuju aksi perundungan berada.
“Mas Dhika...ah kamu di situ ternyata,”
“Kenapa lo, mau ikut campur?” suara Ardi yang keras dan kasar mengagetkan Nas.
“Engga, anu mas, itu… ibu Santi, ada perlu dengan Mas Dhika.”
“Ada perlu apaan, gue lagi ngajarin ni anak biar kerja yang becus!”
Ngajarin apa sih, perasaan dari tadi dia cuma nepuk-nepuk kepala Mas Dhika aja!
“Oh, apa sudah selesai mengajari Mas Dhika nya, kalau belum silahkan lanjutkan, biar saya tunggu disini saja.”
Melihat Nas yang bersikeras menunggui Dhika selesai "diajari", membuat Ardi mendengus kesal. Tidak mungkin dia melanjutkan proses “belajar mengajar” nya didepan Mbak-mbak ini ‘kan? Malu juga kalau terus dilihati begini.
“Sudah. Sudah selesai. Nih, lo bawa Mas Dhika lo!”
***
Sampai Jumpa di Chapter 2
Catatan Kaki:
1. CSR : Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi perusahaan yang memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang. (Wikipe***)
2. F & B : Food and Beverage Service adalah Department yang memberikan jasa pelayanan makan dan minum yang dikelola secara professional dan komersial untuk memberikan kepuasan pelanggan serta mendatangkan keuntungan.