"Eh! Malah bengong di sini! Sana woi kerja!" kata Riri pada Tania yang bingung.
"Nieh misalnya loh ya, gue nikah sama orang tajir karena nyokapnya yang tajir itu yang pengen kita nikah, masak gue juga harus tahu diri?" tanya Tania pada Riri. Riri menatap Tania dengan dahi berkerut dan mata yang melebar.
"Kesempatan bagus kalau nyokapnya lagi keblinger gini," kata Riri, "biasanya para nyokap yang akhirnya kayak gitu tuh karena udah kesel sama tingkah pola anaknya," kata Riri. Riri kembali mengetik laporan kerjanya lalu tangannya tiba-tiba terhenti dan ia melirik ke arah Tania yang sedang berpikir.
"Lo mau nikah sama siapa emang?" tanya Riri dengan mata memincing. Sadar kalau Riri sedang mencurigainya, Tania segera menarik diri dan bangkit dari sana.
"Gue lupa kalau pak Leo bentar lagi ada rapat," kata Tania yang langsung berlari keluar ruangan Riri dan bergegas menuju lift untuk menuju ke ruangannya.
Di dalam ruangan itu sudah ada Leo yang menunggunya.
"Mana minumannya?" tanya Leo pada Tania yang datang ke hadapannya. Dahi Tania berkerut melihatnya.
"Minuman apa, pak?" tanya Tania bingung.
"Tadi kan saya minta kamu buat beli ice cappucino dan beef burger untuk saya di toko depan," kata Leo. Mata Tania seketika membola sempurna dan kaget mendengar apa yang baru saja Leo katakan itu padanya.
"Aduh! Saya lupa, pak!" kata Tania. Leo mendelik mendengarnya mengatakan itu, "tadi perut saya mules, pak," kata Tania lagi, ia terpaksa berbohong pada Leo agar lelaki itu memaklumi kesalahannya.
"Ya sudah," kata Leo seraya berbalik meninggalkannya. Sebelum masuk ke ruangannya, Leo menoleh ke arahnya, "kenapa masih diem saja di situ? Sana belikan!" perintah Leo pada Tania yang langsung membuat Tania langsung berbalik pergi dan berlari kecil meninggalkan ruang kerjanya.
Tak butuh waktu lama bagi Tania memesan burger dan ice cappucino kegemaran Leo, selain itu ia juga memesan hal yang sama. Kesukaannya itu entah mengapa mirip dengan kesukaan Leo.
"Tania!" suara berat seseorang itu membuat Tania menoleh dan melihat ke arah Sarah dengan tatapan terkejut. Sarah sedang bersama pria muda tampan yang membuatnya meleleh, "kamu ngapain?" tanya Sarah pada Tania yang meringis kala akan pergi membawa pesanan makanan Leo itu.
"Itu, bu ..."
"Mama!" Tania menelan ludah saat Sarah memintanya memanggilnya dengan sebutan Mama di cafe umum dan di hadapan beberapa karyawan OB dan OG perusahaannya yang kebetulan juga ada di sana. Lelaki muda yang ada di sebelah Sarah juga mengerutkan kening kala Sarah menyuruh perempuan muda di hadapannya itu memanggilnya dengan sebutan Mama.
"Ehmm, iya, ma, ini lagi beliin pak Leo ice cappucino," kata Tania pelan. Sarah manggut-manggut paham. Tania langsung ingat pesan Riri yang bilang kalau belum tentu keluarga besar pelamar setuju jika tahu latar belakangnya yang biasa aja, "Ma, Tania mau ngomong," ujar Tania pada Sarah.
"Ayo duduk,"
"Tania ngomongnya bentar aja kok, Ma,"
"Iya, duduk dulu. Emang kenapa sih? Kamu takut sama Leo? Kalau marah sama kamu nanti biar mama sunat lagi,"
"Jangan, Ma. Nanti tambah pendek,"
Eh?
"Brmmm, hahaha," laki-laki yang disebelah Sarah menyemburkan minumannya lalu tertawa mendengar penuturan Sarah barusan. Sarah juga tertawa dan geleng-geleng kepala.
"Ayo duduk, Tania," ajak Sarah.
"Tadi itu cuma bercanda kok, Ma," kata Tania menyesal. Ia gak ngerti kenapa mulutnya itu sering banget kesleo.
"Iya, iya," jawab Sarah masih dengan senyuman di wajahnya, "mau ngomong apa?" tanya Sarah santai. Tania mulai gugup. Ia menghela napas lalu menghembuskannya, menghela napas lagi dan menghembuskannya, "kamu mau nyanyi, Tan?" tanya Sarah yang lagi-lagi membuat pemuda di sebelahnya itu tertawa keras.
"Nggak, Ma. Ini Tania lagi gugup,"
"Oh iya, ini Leon, anaknya adik Mama. Dia tinggalnya di Afrika, katanya biar dia jadi cowok paling keren di sana," ujar Sarah mengenalkan Leon yang merupakan keponakannya itu.
"Namanya mirip pak Leo,"
"Mereka lahirnya barengan, Tan," kata Sarah lagi. Tania manggut-manggut seraya mengulurkan tangan dan memperkenalkan diri sebagai sekretaris Leo Artha Samudra.
"Jadi gini, Ma. Tania Bella Sandra mau jujur, kalau Tania udah gak punya orang tua dan tinggal di panti asuhan," kata Tania langsung.
"Terus?"
"Terus?" tanya balik Tania bingung.
"Ya terus kenapa, Tania? Saya kan yang terima kamu jadi sekretaris anak saya. Saya udah tahu itu, terus kenapa?" tanya Sarah tak mengerti. Tania meringis.
"Waktu itu kan Tania ngelamar kerja, Ma. Tapi ini Tania ngomong karena kan Mama jodohin pak Leo buat Tania," kata Tania pelan.
"Ohh gitu doank. Leon, mama kamu sama tante dulu kerja apa?" tanya Sarah.
"Ngumpulin botol bekas," jawab Leon.
"Kakek nenek masih ada?" tanya Sarah lagi dan Leon menggeleng lemah, "mama dulu nasibnya sama kayak kamu, Tan. Kita juga sama loh Tan, kamu pinter dan cantik, mama juga pinter dan cantik makanya mama dapat Papanya Leo," kata Sarah yang membuat Tania manggut-manggut paham ke arahnya.
"Eh, tapi, Ma-"
"Kalau soal status sosial gak perlu dipusingin," kata Sarah pada Tania yang entah kenapa mendadak hatinya seger kayak disiram es serut.
"Tapi Mama perlu tahu kalau Tania dan Pak Leo,-"
"Mama sibuk Tan, lain kali kita ngobrol ya, oh ya jangan lupa buat ke rumah besok ya. Ulang tahun papa kamu, sekalian mau ngenalin kamu ke keluarga besar," kata Mama. Tania hanya melongo dan bingung harus berkata apa. Tania hanya bisa diam kala Sarah dan Leon pergi lebih dulu ke perusahaan.
Tania merasa lemas, ia tak tahu harus bagaimana jika ia beneran nikah sama Leo Artha Samudra. Tania merasa gak pantas saja bersanding dengan Leo.
Tiba-tiba Tania teringat sesuatu, ia pun langsung mengeluarkan ponselnya dan menghubungi bundanya.
"Bunda!"
"Ya, Tan? Ada apa?"
"Kita masih punya hutang di bank yang seratus juta itu, kan?" tanya Tania kegirangan. Pelayan toko kue dan minuman itu sampai menoleh heran ke Tania.
Ada ya, orang punya hutang tapi hepi?
"Hush! Dari mana seratus juta! Dua ratus!" jawab bunda di seberang sana seraya mengaduk adonan kue agar kalis.
"Hehe, oh alhamdulillah masih dua ratus juta," jawab Sarah.
Loh? Kok malah alhamdulillah hutang masih dua ratus juta?
Para pelayan itu heran.
"Kok kamu alhamdulillah sih?" Bunda di seberang sana heran.
"Nggak bun, Maaf, udah dulu ya, bun," Tania mengakhiri telepon dengan cepat lalu segera bangkit dari sana dengan segera dan masuk ke perusahaan untuk menemui Leo.
Setelah mengetuk pintu ruangan Leo sebanyak tiga kali, Tania masuk ke dalam ruangan itu, "Pak, ini pesenannya," kata Tania meletakkan paper bag makanan di meja Leo. Leo hanya melirik sekilas lalu kembali fokus pada komputer di depannya.
"Pak, saya bersedia menikah dengan bapak, tapi ada syaratnya loh pak," kata Tania. Ia yakin bahwa Leo pasti menolak dan ia juga akan bilang ke bu Sarah kalau ia punya hutang besar. Tania yakin bahwa mereka semua akan ilfil.
"Apa?"
"Bayarin hutang saya di bank sampai lunas, pak," kata Tania. Leo menghentikan aktivitasnya mengetik dan mulai menatap Tania serius.
Yes! Berhasil!
"Hutang?"
"Iya! Saya ini suka hutang loh, pak! Syarat menikah sama saya harus kaya dan maharnya lunasin hutang saya dua ratus juta di bank. Belum lagi loh pak, kalau kebutuhan panti asuhan itu banyak. Sebulan saja gaji saya yang tujuh belas juta itu cuma sisa sejuta aja buat saya jajan. Berat loh pak nikah sama saya itu, banyak tagihan yang harus dibayar," kata Tania antusias. Ia yakin Leo akan ilfil.
"Jadi kamu suka hutang?" tanya Leo.
"Iya, dari kecil, pak! Saya tuh suka hutang ke toko sepatu pas sekolah, nanti bayarnya nyicil dari uang saya dapat nyemir sepatu orang. Itu bisa setahun baru lunas, soalnya saya masih ada hutang di fotokopian, toko buku bekas dan banyak lagi deh, pak!" kata Tania bersemgat.
"Jadi syaratnya itu?" tanya Leo.
"Iya, itu dulu untuk satu tahun pertama pernikahan kita," kata Tania.
"Kok setahun?" tanya Leo.
"Lah emang kita mau nikah beneran? Jangan deh pak, nanti kalau saya makin suka hutang karena nganggap bapak kaya gimana? Setahun aja deh pak pura-pura nikahnya," kata Tania. Leo tersenyum mendengarnya, "kok bapak malah tersenyum? Saya ini bener-bener matre dan suka hutang, pak," Tania malah kesal dengan reaksi Leo.
"Oke deh, Tan. Jadi kamu setuju ya nikah sama saya setahun dulu, nanti kalau kontrak nikahnya saya tambah, saya tinggal ngasih kamu dua ratus juta lagi dan biayaim kebutuhan panti kamu, kan?" tanya Leo. Kini giliran Tania yang heran.
"Pak, saya banyak hutang loh! Kok masih mau nikah sama saya?" tanya Tania.
"Kan saya bos, Tania. Jadi gampang," kata Leo yang membuat Tania akhirnya memasang wajah sebal, "jadi kapan kita ke bank buat bayar lunas hutangmu?" tanya Leo sembari berdiri, siap segera melunasi hutang Tania.
"Emang bapak mau bayar kapan?"
"Secepatnya, biar kita cepet nikah," kata Leo.
"Kalau bayarnya sekarang?"
"Ya nikah juga sekarang, kan itu katamu mahar," jawab Leo. Tania merasa kedua kakinya lemas, ia merasa telah salah ambil langkah.