"Kamu kenapa, Tania?" tanya Bu Hani, ketua pengelola yayasan Panti Asuhan Cinta Bunda kepada Tania yang pulang kerja langsung masuk kamar dan tak keluar untuk makan malam.
"Tania habis dilamar sama jin--"
"Astagfirullah." Bu Hani duduk di samping Tania yang mendengus sebal. Tania sangat kesal dengan Leo tapi belum sempat dia bilang jin itu adalah Leo, ibu asuhnya sudah beristighfar lebih dulu, "gak baik ngomong kayak gitu, nak," kata Bu Hani dengan lembut.
"Habisnya dia nyebelin!" kata Tania.
Dia?
Dia siapa?
Kayaknya Tania gak punya pacar.
Apa aku yang gak tahu kalau Tania sebenarnya selama ini punya pacar.
Eh, tapi, dia selalu pulang pergi kerja diantar sopir perusahaan.
Terus, apa benar Tania memang dilamar Jin?
Bulu kudu bu Hani sedikit merinding memikirkannya. Pasalnya ia sangat ingat bagaimana dulu saat Tania masih kecil, ia sekali suka bicara sendiri. Entah itu di teras rumah, di taman belakang atau bahkan di kamar tidur. Ketika Bu Hani bertanya, Tania kecil selalu bilang kalau dia sedang bicara dengan almarhum kedua orang tuanya yang meninggal.
Apakah arwah orang tua Tania mencari makhluk halus untuk dijodohkan dengan Tania?
Pikiran bu Hani jadi kemana-mana dan ngawur. Ia begidik ngeri kala membayangkan Tania ....
"Tania, ayo kita temui pak ustadz segera," ajak Bu Hani sedikit memaksa Tania dengan menarik tangan kirinya setelah menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha mengusir pikiran buruk tentang Tania.
"Mau ngapain?" tanya Tania heran dengan ajakan bu Hani.
"Ustadznya pinter, Tania. Dia bisa ngusir jin di tubuh manusia," kata Bu Hani semangat. Tania makin mengerutkan keningnya tak mengerti.
Bu Hani tak ingin Tania sakit terkena guna-guna, pelet, atau hal apapun yang berhubungan dengan jin, apalagi ketemu tuyul. Bu Hani tak mau itu semua terjadi. Bagi Bu Hani Tania adalah anak asuhnya paket komplit. Tania sayang adik-adiknya, Tania pintar di sekolah, bahkan dia bisa lima bahasa asing dan yang paling utama adalah Tania adalah aset berharganya karena setiap bulan Tania selalu memberikan sembilan puluh persen gajinya kepadanya dan itu sangat berguna untuknya yang harus memutar otak dengan pengeluaran resmi harian panti asuhan miliknya yang tiap tahun makin sepi donatur. Bu Hani tak mau Tania kenapa-napa. Terlebih bu Hani tak mau Tania kenal tuyul dan memberikan uangnya ke tuyul.
"Bu, lebih baik ajak saja Dania, itu sangat membantunya untuk mengisi konten," kata Tania lembut. Bu Hani makin curiga, tadi Tania terlihat sebal dan kesal, tapi kini ia berubah lembut. Fix, Tania sedang kesurupan.
Ketika bu Hani akan bicara lagi, seseorang mengetuk pintu kamar Tania, membuat kedua perempuan itu menoleh ke arah pintu yang detik berikutnya terbuka dan terlihat oleh mereka gadis remaja cantik tengah tersenyum ke arahnya.
"Kak, ada pak Leo," kata Dania yang membuat Tania menghela napas berat.
"Ada pekerjaan luar kantor lagi?" tanya bu Hani yang sudah sangat hapal dengan kehadiran Leo di panti asuhan miliknya itu. Tania menggeleng ke arah bu Hani. Ia dengan malas menyeret langkah kakinya untuk berdiri dan keluar kamar.
Sampai di ruang tamu, seluruh adik-adiknya sedang bersorak senang dengan kehadiran Leo yang tengah membagikan berbagai jajan untuk mereka semua. Bu Hani mendahului langkah kaki Tania untuk menyapa Leo yang sangat ramah.
"Nak, Leo ...." sapa bu Hani lembut. Leo menoleh dan menyambut tangan kanan bu Hani lalu mencium punggung tangan kanannya dengan hormat. Tania akui, bahwa meski Leo sedikit m***m dan sering gonta ganti pacar, tapi Leo adalah pemuda yang sangat santun dan juga sopan.
Tak hanya itu, meski Leo sangat menyebalkan, ia baik hati. Bahkan Tania tak pernah kelaparan jika harus dinas luar kota dengannya.
"Nak Leo," panggil bu Hani sedikit pelan dan terkesan berbisik kala dilihatnya Tania yang sedang sibuk membuka bungkus makanan adik-adiknya satu per satu.
"Ada apa, bu?" tanya Leo dengan dahi berkerut.
"Ibu mau minta tolong, tolong bujuk Tania agar mau ikut ibu ke pak ustadz," kata bu Hani pelan.
"Pak ustadz?" tanya Leo dengan heran. "Mau ngapain, bu?" tanya Leo lagi.
"Itu, Tania itu harus ...."
"Harus apa, bu?"
"Harus ditolong pak ustadz, karena hanya pak ustadz yang bisa menyelamatkannya sebagai seorang perempuan," kata bu Hani yang langsung membuat Leo berpikir yang tidak-tidak.
Menyelamatkan Tania sebagai seorang perempuan?
Kenapa harus pak Ustadz?
Apakah Bu Hani akan menjodohkan Tania yang jomblo akut itu dengan pak Ustadz!
Bagaimana jika pak ustadz akan menjadikan Tania istri ke dua? Ahh, tidak! Istri ke tiga! Bukan, bukan, Tania masih muda. Apa mungkin istri ke empat?
Tidak mungkin!
Tidak mungkin!
"Apakah ini ada hubungannya karena Tania sudah lama jomlo, bu?" tanya Leo dengan sangat hati-hati. Dadanya berdebar menanti bu Hani menjawab pertanyaan Leo.
"Sebenarnya ibu ini malu minta tolong ke nak, Leo. Tapi ya, ini memang ada hubungannya dengan kejomloan Tania yang sudah merasuk ke jiwanya," kata bu Hani yang sukses membuat Leo membenarkan dugaannya bahasannya Tania akan melakukan prosesi Ta'aruf dengan pak Ustadz. Leo merasa sedih, ia membayangkan wajah Sarah yang juga sedih karena Tania gagal jadi menantunya.
"Apa pak ustadz itu sudah punya istri, bu?" tanya Leo pelan. Hatinya pedih membayangkan bagaimana hari-hari Tania kedepannya nanti. Tapi, Leo masih berharap bahwa Tania akan jadi satu-satunya wanita bagi ustadz itu.
"Sudah, tiga." Bu Hani menjawab sembari menunjukkan tiga jari sekaligus kepada Leo. Leo langsung menelan ludah, hal yang ditakutkannya terjadi juga.
"Kapan ibu berencana mengajak Tania ke rumah pak ustadz?" tanya Leo lemas.
"Malam ini jika bisa. Minta tolong diantar oleh nak Leo," kata bu Hani.
Leo merasa bu Hani tak punya hati. Ia datang ke sini untuk mengutarakan keinginannya bahwa dalam waktu dekat kemungkinan keluarganya akan datang melamar Tania. Tapi kini ia diminta untuk mengantar Tania ke rumah pak ustadz? Hatinya akan hancur melihat Tania jadi istri ke empat.
Ya Tuhan!
Aku memang belum mencintainya, suka saja enggak, tapi kasihan lihat nasib Tania yang mau dijadikan istri ke empat.
Apa yang harus aku lakukan?
"Saya ngomong ke Tania dulu, bu," kata Leo seraya berdiri dari kursinya dan berjalan ke arah Tania yang sibuk dengan adik-adinya.
"Makasih, pak, kue-kuenya," kata Tania dingin. Tania sengaja membuang wajahnya karena ia masih kesal dengan kejadian hari ini.
"Sama-sama," kata Leo. "Tania, maaf atas kelancangan mama saya tadi di kantor. Saya maklum kenapa kamu kesal kalau direncanakan menikah dengan saya. Saya memang suka gonta ganti pacar, beda sama kamu yang jomlo dan ori," kata Leo. Tania memutar bola matanya jengah. Minta maaf tapi masih ngatai jomlo! Gak enak banget. "Tapi, apa iya kamu harus nikah sama pak ustadz dan jadi istri ke empat?" tanya Leo yang langsung membuat Tania kaget. Matanya membola dengan sempurna. Ia benar-benar tak paham apa maksud Leo tersebut.
"Menikah dengan pak ustadz?" tanya Tania dan Leo mengangguk lemas, "jadi istri ke empat?" tanyanya lagi dan Leo mengangguk lemah kembali. "Bapak mau jual saya ke ustadz?" kali ini Leo yang kaget saat mendengar pertanyaan dari Tania itu.
Maksudnya apa sih?
Tania dan Leo sama-sama bingung.