Bobby sudah babak belur dengan banyak luka memar di sekitaran wajahnya. Bahkan meskipun begitu, dia sangat lancar saat mengucapkan ijab Kabul.
Tidak ada rona kebahagiaan terpancar dari wajah Andrea. Dia merasa takdir benar-benar mempermainkannya. Bagaimana ayah dari bayi yang dikandungnya adalah Bobby? Kenapa dia tega melakukan hal itu padanya. Apakah salahnya?
Revdi benar-benar kesal, dia bahkan tidak turun dari kamarnya, saat ijab kabul dilaksanakan. Dia marah, tidak setuju b******n yang telah mempermalukan keluarganya itu menikahi sang adik. Tapi karena Andrea sendiri yang menerima pernikahan itu, dia tidak juga berbuat apa-apa.
Setelah pernikahan itu telah sah, keluarga Avega langsung pulang tanpa memperdulikan Bobby Avega yang masih tertinggal. Mereka sangat malu, kenakalan Bobby kali ini sangat keterlaluan.
Begitupun dengan keluarga Hirata, mereka enggan menerima menantu mereka. Jika bukan karena Andrea yang menerima pernikahan, jelas pernikahan itu tidak akan terlaksana.
Bima dan Risa masih mengalami tamu yang akan pulang. Mereka benar-benar malu, sedangkan tidak mungkin untuk mereka membiarkan para tamu lebih memperolok-olok mereka karena tidak bersikap sopan.
"Kau lihat, bahkan keluargamu saja tidak lagi memperdulikanmu. Jadi, kau hanya bisa bergantung padaku!" ujar Bobby berbisik pada Andrea yang masih terlihat sedih.
"Kenapa kau melakukannya? Kau membuatku malu, keluargaku malu!" Andrea bertanya dengan suara bergetar.
"Kau tidak perlu tahu. Karena kau sekarang sudah menjadi keluarga Avega, jadi kita akan pergi dari sini!" Bobby tidak sabar membawa Andrea pulang ke rumah besar Avega.
Andrea melihat orangtuanya. Dia benar-benar sedih, karena telah sangat mempermalukan mereka. Jika saja kemarin dia memilih menolak lamaran Aldo sejak awal, mungkin semua ini tidak akan terjadi.
Semua tahu telah pergi, menyisakan pasangan baru dan pasangan orangtua yang hanya duduk diam di ruang keluarga.
Bobby memperhatikan wajah lelah semua orang. Dan dia agak merasa bersalah. Tujuannya bukan untuk menyakiti kelurga Hirata, tapi menyakiti keluarga Avega. Dia benar-benar orang gila yang ingin menyakiti keluarganya sendiri dengan cara extremely.
"Kami akan melakukan tes DNA, setelah anak itu lahir!" Bima angkat suara, memandang wajah sendu putrinya.
"Terserah, anda hanya akan menemukan kalau anak itu memang memilikku!" Bobby masih menjawab dengan gaya yang mengesalkan untuk keluarga Hirata.
Bima sudah sangat menahan amarahnya. Bocah di depannya sama sekali tidak merasa bersalah, setelah menyakiti hati banyak orang. Dia benar-benar takut, membiarkan putrinya tinggal dengan orang gila sepertinya.
"Jika sampai putriku terluka, maka jangan harap kami membiarkannya. Jadi, perlakukan putriku dengan baik!" Bima mengancam, berharap Bobby benar-benar tidak akan melukai Andrea.
"Anda sepertinya lupa, putri Anda ini sekarang adalah istriku m artinya dia adalah milikku, bukan milikmu lagi!" Bobby menjawab dengan seringaian. Andrea melirik ke arahnya, dan tidak bisa tidak merasa merinding.
Bima sudah mengepalkan tangannya. Dia marah mendengar jawabannya. Untung saja istrinya menggenggam tangannya, atau dia pasti akan memukul bocah itu.
Bekas luka di wajah Bobby bukan berasal dari tangannya. Tapi hasil dari kemarahan sang putra. Revdi tidak lagi menahan emosinya, saat Bobby mengaku kalau dia adalah ayah dari bayi yang dikandung oleh Andrea.
Bukan hanya Revdi, bahkan Albi juga memiliki putranya sangat parah. Dia terlihat lebih kecewa, dari pada keluarganya sendiri.
"Ayo kita pulang. Aku akan membantumu membereskan barang-barangmu!" Bobby langsung menarik tangan Andrea agar berdiri dari duduknya, meskipun Andrea berusaha melepaskan tangan dari cekalannya, dia tidak melepaskannya.
Sampai di kamar, Bobby langsung melepaskannya, dan dia langsung membuka lemari Andrea. Menemukan koper yang diletakkan di bagian paling ujung, Bobby langsung menariknya dan membukanya.
"Tidak bisakah kita tinggal di sini malam ini?" Andrea melihat Bobby sudah mulai memasukkan bajunya secara acak ke dalam koper. Dia bahkan meraih pakaian dalamnya tanpa canggung, hanya seperempat dari isi lemari yang dapat Bobby masukkan ke dalam koper, itupun termasuk barang-barang lainnya.
"Tidak bisa sayang. Kita akan pulang malam ini juga. Apakah ada barang lain yang ingin kau bawa?"
Bobby memperhatikan seluruh ruangan, dan dia menemukan koper lain di atas lemari dekat lemari satunya. Ruang ganti milik Andrea itu hampir seluas kamarnya. Dan tidak mungkin untuk memindahkan semua.
"Aku harus membawa peralatan make up di meja rias!" Andrea langsung berjalan keluar menuju kamar, karena meja rias berada di depan tempat tidurnya.
"Bawa saja yang sangat penting, aku akan membelikannya lagi nanti!" Bobby sudah menarik satu koper menghampiri Andrea.
" Bolehkah aku membawa itu juga?" tunjuk Andrea pada boneka beruang besar di atas tempat tidur. Meskipun dia tidak begitu suka boneka, tapi boneka pemberian kakaknya itu sudah menemaninya tidur selama ini.
"No! Itu terlalu besar, kau bisa memelukku, tidak perlu beruang jelek itu!" Bobby memikirkan luas tempat tidurnya yang akan diambil alih oleh beruang itu, dan dia menolak untuk membawanya.
Andrea berdecak, tapi dia tidak memaksa. Hingga akhirnya selesai berkemas, Bobby langsung menyeret koper keluar kamar. Andrea enggan meninggalkan kamarnya, tapi melihat tatapan Bobby dia akhirnya mengikuti di belakangnya.
Risa menangis melihat putrinya akan berada jauh darinya. Dia memeluknya, dan enggan melepaskannya. Sama seperti Andrea, hanya saja dia menahan agar tidak ikut menangis. Sudah cukup dia membuat mamanya bersedih.
"Kau masih dapat menemuinya ibu mama mertua, aku akan sering menitipkannya kemari nanti!" ujar Bobby membuat bingung semua. Kenapa Andrea akan sering dititipkan?
"Sayang, jaga pola makanmu. Kalau terjadi sesuatu, langsung telepon kami!" Risa memperingatkan sambil terisak pada putrinya, menunjukkan secara terang-terangan kalau dia tidak mempercayai Bobby.
"Mama mertua, kau mengatakannya seakan aku akan bersikap buruk padanya!" Bobby mengajukan protes.
"Yah, aku hanya khawatir pada putriku!" bentak Risa pada menantunya.
"Dia juga sekarang istriku!" gumam Bobby melirik sinis pada kedua wanita yang masih saling berpelukan itu.
"Mama, maaf, Dea pergi dulu ya. Mama jaga kesehatan!" Andrea tidak mau kalau Bobby semakin banyak bicara kalau terlalu lama di sana. Laki-laki yang baru saja menjadi suaminya itu selalu berbicara tanpa saringan.
Risa mengangguk. Dia akan kembali memeluk putrinya, saat Dea sudah lebih dulu ditarik pergi oleh Bobby. Benar-benar sopan santun. Untung saja dia membencinya, Risa menangis di pelukan suaminya.
"Ayo, kau lamban sekali!" Bobby tidak sabar, dia sudah memasukkan kopernya ke dalam bagasi mobil taksi yang dipesannya. Lalu berjalan menghampiri Andrea dan sedikit menariknya.
Dia tadinya berangkat bersama sang kakak. Tapi karena ditinggalkan, dia akhirnya memesan taksi untuk membawa istrinya pulang.
Di lantai dua, Revdi melihat kepergian sang adik meninggalkan rumah. Dia mencengkram pagar balkon sangat erat. Emosinya belum mereda, bahkan setelah memiliki laki-laki itu. Dia benar-benar marah, adiknya yang berharga harus terjebak dengan laki-laki gila sepertinya.
___
Bersambung…