Tiba-tiba ada ketukan di pintu, ketiga orang itu saling memandang. Hingga Revdi tergerak untuk membukakan pintu.
"Ada apa?" tanya Revdi dengan pandangan malas pada Bobby.
Bobby tidak begitu memperdulikan, dia hendak menerobos masuk. Tapi Revdi mendorongnya, mereka saling menatap.
"Gue nyari kakak gue. Minggir!" Bobby menyeringai, dia mendorong Revdi agar memberinya jalan.
Andrea dan Aldo melihat siapa yang datang. Andrea dengan buru-buru mengusap air matanya. Dia tidak tahu apa yang akan diputuskan oleh Aldo. Jikapun dia ingin mundur dari pernikahan, Andrea tidak akan keberatan.
Sedari tadi Aldo hanya diam, terlihat kalau dia juga sedang bingung. Ada kemarahan tercetak jelas di wajahnya. Laki-laki itu pastilah kecewa, tapi setidaknya dia tidak akan lebih kecewa, jika mengetahui masalah ini sebelum pernikahan.
"Papa minta kau segera turun. Akad akan segera dilaksanakan!" Bobby menyeringai ke arah Andrea, dia sendiri juga melihat kakaknya hanya diam.
"Kau bisa memilih pergi. Aku mengerti kemarahanmu, dan aku yang akan berbicara dengan semua orang!" Revdi yang baru saja menutup pintu, dia berdiri menghampiri adiknya.
Aldo masih bimbang, dia menyukai Andrea, tapi dia juga sangat kecewa. Dia baru mengenalnya, dan bukan masalah kalau dia memang ingin membatalkan pernikahan. Akan tetapi, saat melihat gadis di depannya, dia juga tidak bisa merelakannya.
"Kalian ingin membatalkan apa yang belum dimulai?" tanya Bobby pada mereka, pura-pura terkejut meskipun dia sendiri tahu akan jadi seperti apa akhirnya.
Aldo memejamkan matanya, dia memantapkan keputusannya. Dia mempertimbangkan banyak hal.
"Aku akan tetap meneruskan pernikahan ini!" Aldo terlihat sangat mantap dengan keputusannya.
Mendengar hal tersebut, Bobby sedikit tidak puas. Diluar dugaan, kakaknya masih akan menikahi Andrea.
"Kau yakin?" Revdi juga terkejut, dia tidak menyangka Aldo akan memilih untuk tetap melanjutkan.
Andrea melihat laki-laki itu lebih penghargaan. Jika itu orang lain, mereka pasti tidak akan banyak berpikir, untuk meninggalkan pernikahan ini. Melihat ketegasan di wajahnya, Andrea agak merasa lega.
"Tapi—," Revdi tahu itu hal yang bagus, tapi dia ingin memastikan sesuatu. "Orangtuamu pasti tidak akan suka. Hidup Andrea akan sengsara jika mereka menyalahkannya!"
Revdi tidak masalah jika keluarga Avega mundur dari pernikahan, dia bisa tetap memastikan adiknya baik-baik saja, dengan tetap berada di rumah. Menjaganya, juga calon keponakannya. Itu lebih baik, dari pada tidak tahu pasti bagaimana keluarga Avega memperlakukan adiknya nanti.
"Aku akan memastikan untuk melindunginya. Bahkan dari ibuku sendiri!" Aldo tidak tahu pemikiran dari mana, hingga dia begitu yakin akan hal itu. Tapi apa yang keluar dari mulutnya, dia pasti akan menepatinya.
Revdi memeluk erat adiknya. Dia tidak percaya penuh, tapi juga tidak bisa meragukan Aldo yang terlihat yakin dengan ucapannya.
"Aku akan memperhatikanmu!" Revdi tidak menutupi keraguannya.
Hanya Bobby yang kurang suka dengan keputusan mereka. Dia sangat mengenal kakaknya, Aldo adalah orang yang tidak suka dengan drama seperti ini. Dia tidak tahu apa yang membuatnya tetap mau menikahi Andrea.
Saat mereka semua akhirnya turun, Aldo dapat melihat para tamu tersenyum melihat ke arahnya. Begitu juga dengan orangtua Andrea dan orangtuanya. Dapatkah dia menghancurkan kebagian mereka?
Sekali lagi, dia melirik mempelai wanita yang berjalan di sisi tangga yang lain. Ada dua tangga melingkar yang menghubungkan lantai dasar dengan lantai atas.
Tangga-tangga itu dihias begitu megahnya. Sehingga saat Aldo dan Andrea turun, semua mata menatap takjub. Mereka berseberangan, tampak indah dalam balutan pakaian pernikahan.
"Semua akan baik-baik saja!" bisik Revdi, itu membuat Andrea akhirnya bisa memamerkan senyumnya.
Aldo dan Andrea sudah duduk di depan penghulu, siap untuk melakukan ijab kabul. Saat tiba-tiba Maureen berteriak agar pernikahan dihentikan.
Semua orang terkejut, begitu juga dengan keluarga Hirata, mereka sudah siap dengan kemungkinan terburuk saya melihat kemarahan di wajah Maureen.
Andrea menatap calon suaminya. Dia tahu ini tetap tidak akan berhasil, dan dia hanya bisa pasrah. Tapi kemudian tangannya digenggam erat oleh Aldo. Seakan mengatakan agar percaya padanya.
Bobby menyeringai di belakang Maureen. Dia tidak akan membiarkan pernikahan itu terjadi. Meskipun kakaknya akhirnya tetep berbesar hati untuk menerima keadaan Andrea, dia tidak akan membiarkannya menikahi wanita itu.
Semua terkejut saat bunyi tamparan sangat keras membelah kesunyian. Albi menarik istrinya, dia amat terkejut dengan tindakannya yang tiba-tiba.
Andrea sendiri tidak tahan untuk menangis, dia menatap punggung laki-laki di depannya. Aldo belum menjadi suaminya, tapi dia sudah mengambil tamparan demi untuk melindunginya. Semua terjadi sangat cepat, hingga saya dia sadar, Aldo sudah ditampar oleh ibunya. Padahal tamparan itu ditujukan untuknya..
"Kalian b******k, bagaimana kalian ingin menikahkan wanita celaka itu pada putraku. Jangan kira aku akan membiarkannya!" Maureen meraung, kemarahannya tidak terbendung lagi.
Bima Hirata dan istrinya mengerti kemarahannya, bagaimanapun mereka memang berniat menyembunyikan hal ini dari mereka. Keluarga Avega layak marah, tapi dia tidak akan membiarkan putrinya dihina.
"Kau jangan keterlaluan, jaga ucapanmu!" Risa berteriak tidak terima, dia langsung memeluk sang putri.
Semua tamu undangan dibuat bingung. Mereka adalah kerabat dekat dari keluarga Avega, juga kerabat dari Hirata sendiri. Jadi, mereka bingung dengan keharmonisan yang tadinya mereka tunjukkan, tiba-tiba meledak dengan saling memaki.
"Mama, tenanglah. Katakan apa maksudmu!" Albi sudah sangat malu dengan kelakuan istrinya, tapi dia sendiri sangat mengenal sang istri, tidak mungkin kalau tiba-tiba mengamuk tanpa alasan.
"Tidak ada yang dibicarakan lagi. Mereka menipu kita, membuat putra kita untuk menutupi aib putri mereka!" Maureen menunjuk wajah Andrea lebih amarah.
Albi menatap Bima, dia tidak mengerti aib apa yang dibicarakan sang istri. Maka dari itu, dia meminta agar Bima menjelaskan.
Karena situasinya sudah seperti ini, maka tidak ada yang bisa dia perbuat. Nasi sudah menjadi bubur. Bukan hanya pernikahan ini akan gagal, tapi juga hubungan pertemanan mereka pasti juga akan hancur.
Bima melihat sang putri yang ketakutan memeluk erat mamanya. Malu tidak bisa terhindarkan, tapi melihat putrinya ketakutan, dia lebih tidak bisa menanggungnya.
"Tidak perlu menunjuk ke arah putriku. Kalian sendiri yang datang ke rumah kami. Lalu kalian juga yang mempermalukan kami. Revdi sudah berusaha memberitahu putramu, dan dia menyetujuinya. Lalu kenapa kalian tiba-tiba menyalahkan putriku atas pernikahan ini?" Bima memperingatkan.
Bima sebelumnya sudah diberitahu kalau Revdi akan memberitahukan hal ini pada Aldo, dan dia setuju. Hingga saat melihat mereka turun dan tetap melanjutkan pernikahan, dia cukup lega. Tapi tidak menyangka semua akan jadi seperti ini.
Albi kini mulai memahami masalahnya, dia benar-benar tidak menyangka Bima akan melakukan ini padanya. Dia sudah mempercayainya, karena mereka sudah berteman sangat lama.
"Kau tidak tahu malu. Bagaimana kau masih bisa menyalahkan kami, saat kau sudah menipu kami seperti ini. Beruntung putraku belum menikahinya, aku tidak akan rela jika itu terjadi!" Maureen masih berteriak karena marah, dia mengabaikan cekalan sang suami.
Diantara pertengkaran itu, ada satu orang yang bahagia melihatnya. Dia yang telah memberitahu Maureen tentang kondisi Andrea. Bukan niatnya untuk mempermalukan keluarga Andrea, karena niatnya hanya ingin membuat Maureen terluka, keluarga Andrea hanya alat.
"Aku tetap menikahinya!" Aldo merasa keadaan semakin tak terkendali.
"Tidak bisa! Aku lebih baik mati, dari pada melihat putraku yang berharga menikahi wanita jalang itu!" Maureen tidak tahu, kenapa putranya masih ingin menikahi Andrea.
"Jaga lisanmu, kau tidak bisa menghina putriku!" Risa geram dengan Maureen, mungkin mereka memang salah, tapi bukan berarti dia bisa mengatai sang putri di depan wajahnya.
"Kenapa? Kau seharusnya meminta ayah dari bayi dikandungannya untuk menikahi putrimu, kenapa kau melibatkan putraku?"
Sebenarnya reaksi Maureen sangat wajar, tidak ada ibu yang akan membiarkan putranya bertanggung bertanggung jawab atas hasil dari perbuatan orang lain.
"Pergilah!" Revdi yang sedari diam membuka suaranya, pernikahan ini tidak mungkin dilanjutkan. Dia tidak akan membiarkan adiknya masuk ke keluarga Avega, akan jadi apa adiknya disana.
"Yah, kami akan pergi. Kau membuatku kecewa! Tidak ada pernikahan yang akan terjadi antara keluarga kami!" Albi menahan amarahnya, dia berbalik membawa serta keluarganya.
"Tunggu, Pa!" Bobby yang sedari tadi mengamati menghentikan langkah keluarganya.
Albi berbalik, sedangkan Aldo sendiri memang belum beranjak. Maureen terlihat enggan untuk mendengarkan anak haram suaminya itu, dia sudah sangat marah, dan tidak ingin lebih marah lagi.
"Aku akan menikahinya, bayi yang dikandungannya adalah milikku!"
Ucapan Bobby menggemparkan semua orang.