Setelah Bobby tertidur, Andrea membenahi posisi tidurnya. Dia berjalan menuju keluar kamar. Andrea agak bosan dan ingin jalan-jalan.
Saat menuruni tangga, dia melihat pada Albi sedang minum kopi di ruang tengah. Artinya dia tidak berangkat kerja hari ini. Dia ingin sekali tahu apa kesalahan Bobby, hingga papa Albi sangat marah. Tapi dia belum pernah mengobrol dengannya, akan canggung jika dia tiba-tiba bertanya.
Andrea terkejut saat papa Albi tiba-tiba melihat ke arahnya. Dia tersenyum canggung karena ketahuan memperhatikan sejak tadi.
Papa Albi melambaikan tangannya, memintanya datang. Andrea menurut, dia duduk di seberang papa mertuanya.
"Bagaimana keadaanmu juga bayimu?" tanya papa Albi masih dengan nada ramah, tapi Andrea tetap saja canggung.
"Baik, Pa. Hanya lagi sering mual aja. Tapi kata dokter itu gak papa!"
"Yah, jaga dirimu baik-baik. Papa akan pastikan kamu bahagia di keluarga ini. Jangan sungkan untuk mengeluhkan apapun, papa akan bantu, jika papa bisa!" ungkap Albi pada menantunya.
Albi dulu marah, tapi kemarahannya hanya bentuk kekecewaan. Lagi pula, yang paling bersalah adalah putranya sendiri. Dia masih kesal pada Bima, tapi tidak bisa marah pada putrinya yang sekarang ini sudah menjadi menantunya.
Andrea agak terkejut atas ucapan papa mertuanya. Dia tidak menyangka kalau papanya ternyata peduli padanya. Dia pikir kehadirannya tidak diinginkan di rumah ini.
"Kau harus banyak makan buah. Bilang saja pada pelayan untuk menyediakan, jika Bobby tidak mau mencari buah yang kau inginkan. Pastikan apa keinginannya terpenuhi!" Albi tersenyum tulus, dia yang dimaksudkan adalah bayi dalam kandungan Andrea, yang juga adalah cucunya.
Andrea mengangguk, kesan menakutkan gara-gara kejadian pagi tadi langsung menghilang. Andrea adalah tipe gadis manja yang mudah memaafkan. Dia gampang sekali luluh, hanya dengan perhatian.
Itulah yang membuat Bobby gemas. Seharusnya Andrea marah karena apa yang dilakukannya, tapi istrinya itu adalah orang yang tidak suka memperpanjang masalah.
Pernah Bobby melanggar janji untuk menjemputnya, Andrea marah saat dia pulang, tapi hanya sebentar, beberapa menit kemudian dia akan melupakannya.
Andrea dan Albi jadi sedikit berbincang-bincang. Ada seseorang yang melihat kedekatan keduanya dari lantai dua.
Senyumnya mengembang. Itulah kenapa dia bilang kalau Andrea akan bahagia. Dia akan berusaha membuatnya bahagia, dan dia juga tahu, kalau papanya juga akan melakukan hal yang sama untuknya. Mungkin di rumah ini dia dibenci dan diasingkan. Tapi tidak dengan Andrea, dia seorang Hirata, dan tengah mengandung keturunan Avega.
"Kau bahagia telah merebut sesuatu yang bukan milikmu?" Seseorang berdiri agak jauh darinya, memperhatikan hal yang sama.
"Dia milikku sekarang. Dan dari awal, dia memang milikku!" Bobby mengatakan dengan santai, tapi tangan menggunakan erat pagar pembatas lantai dua.
"Dia seharusnya menjadi menantuku. Sayangnya kami tinggal dengan orang yang sangat licik!" Maureen masih sangat marah, karena Bobby mengambil calon menantunya dengan cara licik.
Bobby geram, tapi dia menahan emosinya. Sudah sejak kecil dia berurusan dengan wanita yang membencinya sampai ke tulang. Bahkan telah membuatnya hidup seperti di neraka.
"Anda sebaiknya menerima kenyataan, kalau dia telah menjadi istri saya!" Bobby tersenyum angkuh, sebelum meninggalkan wanita itu dalam kemarahan.
Menjelang siang, Andrea baru naik ke kamarnya lagi membawa sepiring buah yang telah dipotong-potong oleh pelayan. Dia melihat ke atas tempat tidur, Bobby masih nyaman dalam tidurnya.
"Cih, pemalas!" ejek Andrea.
Andrea berniat menonton film sembari menikmati camilan buah segar. Meletakkan buahnya, dia mengambil laptop dan mulai mencari film yang dia akan tonton.
"Ih! Jangan ganggu!" Andrea menyingkirkan tangan Bobby yang sengaja menumpang di keyboard laptopnya.
"Bobby!" Andrea menepuk tangan Bobby berkali-kali.
Bobby tertawa, tapi matanya masih terpejam erat. Dia memiliki kegemaran baru di rumah ini, yang membuatnya cukup betah di rumah. Yaitu menggoda Andrea.
Dulu dia sangat jarang berada di rumah, karena tidak akan ada yang peduli juga, dia ada atau tidak rumah itu. Papanya hanya akan peduli setiap kali dia membuat masalah seperti semalam. Kadang dia sengaja menyenggol membuat masalah karena rindu dengan kepeduliannya, kadang juga hanya karena ingin membuatnya marah.
Dia telah membuka matanya, ikut menonton film yang dilihat istrinya. Dia tidak mengerti, kenapa para wanita suka sekali dengan kisah romantis, yang sebenarnya terlalu berlebihan. Dia saja muak melihatnya.
Bangkit untuk mencuci wajahnya, Bobby kembali lagi setelahnya, dan terus mengoceh tentang filmnya yang menurutnya jelek. Untung saja Andrea sabar, dia menganggap ocehan Bobby seperti angin lalu.
"Jangan habiskan apelnya. Kau makan mangganya saja!" omel Andrea karena Bobby mencomot potongan buah apelnya.
"Kalau kau suka apelnya, kenapa ada buah mangga dan anggur juga?" Bobby meraih potongan buah apel terakhir, dan menyuapkan ke mulut istrinya.
"Kau tidak bosan hanya menonton film saja. Keluar yuk?" ajak Bobby, biasanya para wanita akan langsung mengiyakan ajakannya, tapi beda dengan Andrea.
"Aku malas. Badanku mudah lelah akhir-akhir ini!" Andrea sudah pernah mengeluhkan tentang kondisinya itu.
Bobby memijat kaki istrinya. Karena jarang ada di rumah, dia jadi jarang memperhatikan kondisi istrinya. Dia jadi merasa bersalah.
"Besok aku akan menemanimu jalan pagi. Bagaimana?" Bobby tersenyum manis.
"Kau pembual. Bangun saja kau susah, gaya'an mau jalan pagi. Bisa telat kuliah aku!" Andrea mencibir dengan lebih hinaan.
Bobby mencebikkan bibirnya. Dia selalu salah meskipun bersikap baik. Karena gemas, dia menggigit tangan Andrea.
"Aaahhhhh!" Andrea melihat tangannya yang baru saja digigit oleh Bobby.
"Kenapa kau menggigitku! Aaaaah, jangan! Disgusting!" Andrea berusaha menghindarkan tangannya dari Bobby yang hendak menggigitnya lagi.
Bobby melongo melihat istrinya yang melihat bekas gigitannya dengan jijik. Membuat egonya bergejolak.
"Kau mengatakan apa tadi?" tanya Bobby dengan mata menyipit dan gerakan mendekati andrea perlahan-lahan.
"Apa?" Andrea menatap ngeri, sebelum akhirnya dia tidak bisa lari dari cengkraman seorang Bobby.
"Jangan gigit di sana!" teriak Andrea karena Bobby malah semakin naik mengigit lehernya.
"Jangan menjerit. Aku jadi ingin melakukan lebih!" bisik Bobby ditelinga istrinya.
"Apa! Aduh!" Andrea berusaha mendorong Bobby, tapi tidak berhasil.
Bobby tidak mau berhenti, ketika dia telah mendapatkan mangsanya. Andrea tidak lagi menjerit, karena Bobby tidak lagi mengigit sungguh-sungguh. Dia menjilatinya sengaja, dan memberikan kecupan di bekas gigitannya.
"Sayang!" panggil Bobby yang sudah diliputi kabur gairah.
"Jangan panggil aku seperti itu. Menyingkir dariku!" Andrea agak panik setelah sadar dari rasa aneh yang diakibatkan dari sentuhan Bobby.
"Jangan pura-pura tidak tahu. Aku kan suamimu!" Bobby mengeluh, dia sudah menunggu lama.
"Apa? Kau bukan suamiku!" jerit Andrea saat Bobby menggelitik pinggangnya.
Bobby tertawa, dia benar-benar dibuat takluk oleh kepolosan istrinya. Wanita yang tidak suka berdebat, wanita yang tidak pernah mengomelinya karena pulang malam. Paling banyak hanya mengeluh, tapi setelahnya akan lupa.
"Bobby, jangan!" Andrea menyerah karena kegelian.
"Aku tidak akan berhenti, sebelum kau bilang menyayangi suamimu!"
"Gak mau!"
"Yakin? Oh, lagi mau berlanjut?" Bobby menggelitik lagi.
"Ah ampun! Aku menyayangimu!" ungkap Andrea menyerah.
"Aku juga!" Bobby menjatuhkan tubuh di atas tubuh istrinya. Memeluknya posesif. Membaringkan kepalanya diatas perut istrinya.
Hatinya menghangat tiap kali ingat ada bayi di perut Andrea. Harapan baru yang membuatnya tidak ingin menyerah pada hidupnya.
"Kau menindihnya. Pergi!" Andrea merasa berat pada perutnya.
Bobby mengangkat baju Andrea dan mencium perutnya. Sama seperti Bobby, Andrea juga suka kalau Bobby mulai menciumi perutnya. Mungkin bayi dalam perutnya tahu ayahnya tengah menebarkan kasih sayangnya.