Andrea pulang diantarkan temannya. Dia tidak ada kelas siang, sehingga langsung pulang saja. Meskipun tidak tahu apa yang akan dilakukannya di rumah, Andrea juga sedang tudak ingin kemana-mana.
"Gue kira Lo bohong, tentang pernikahan Lo sama anak keluarga Avega!" ujar temannya yang menatap rumah besar tersebut.
"Yah, kau tidak akan lagi mengejekku. Cepat sana pergi. Makasih ya, udah dianterin!" Andrea tertawa melihat wajah cemberut temannya tersebut, karena dia tahu gelagatnya yang ingin ikut masuk, tapi dia sendiri belum nyaman mengajak temannya ke rumah itu.
"Ya sudah, aku pulang!"
Andrea melambaikan tangannya. Dia berjalan masuk, pagar tinggi itu terbuka begitu penjaga melihat nona mudanya di luar.
Karena kejadian pagi tadi, Andrea dilanda rasa penasaran tentang hubungan kepala pelayan dan mama Maureen. Dia akan memperhatikan mereka, demi rasa penasarannya.
Sampai di dalam, pelayan langsung menawarkan minuman dingin pada nonanya. Karena melihat Andrea yang lesu. Mereka belum akrab dengan nona muda, tapi selama Andrea tinggal di rumah itu, sikapnya cukup baik terhadap para pelayan. Mereka jadi segan terhadapnya.
Andrea menaiki anak tangga dan langsung menuju ke kamarnya. Dia merebahkan badannya yang sangat lemas. Semua karena setiap makanan yang dimakannya pasti akan dikeluarkan lagi.
Memikirkan tentang perutnya, dia berpikir untuk memakan buah. Karena rasanya buah-buahan adalah yang paling bisa diterima oleh perutnya.
Berjalan turun, Andrea meminta pelayan mengupaskan buah, selagi dia minum minuman dingin. Memperhatikan ruang makan, Andrea merasa keluarga ini lebih terasa sepi dibandingkan keluarganya. Rumah besar ini juga semakin membuat orang-orangnya menjadi individualisme.
"Mama Maureen kemana?" tanya Andrea setelah pelayan membawakan satu piring penuh potongan buah aneka jenis.
"Nyonya baru saja pergi keluar, apakah anda memiliki keinginan lagi?" Pelayan itu akan undur diri, Andrea mengangguk, menyuruhnya pergi.
Merasa tidak nyaman makan buah sendirian di meja makan besar, Andrea memilih kembali ke kamarnya. Dia berjalan membawa serta satu piring potongan buah. Tapi, saat akan menuju tangga, dia melihat kepala pelayan barusan keluar dari kamar tamu lagi.
Matanya menyipit, Andrea pura-pura tetap berjalan, hingga memastikan kepala pelayan itu benar-benar pergi.
Andrea berjalan cepat menuju kamar tamu. Tiba di depan pintunya, dia ragu untuk masuk. Jika kecurigaannya benar, bagaimana jika mama Maureen ada di dalam?
Tapi Andrea tidak suka terus penasaran. Dia memegang gagang pintu, menekannya hingga terdengar bunyi klik. Tapi dia sendiri masih ragu untuk masuk.
Orang di dalam kamar, dia yang baru saja bangun dan sedang duduk mengumpulkan seluruh kesadaran, melihat pintunya terbuka, tapi orang yang membukanya tak kunjung masuk.
Dia berjalan menuju pintu, dan bersembunyi di baliknya, ketika pintu itu akhirnya terbuka, seseorang masuk dengan langkah pelan. Aldo mengerutkan kening, saat melihat orang yang masuk adalah Andrea.
Kenapa wanita itu masuk dengan mengendap-endap seperti sedang mencari sesuatu? Dan lagi, piring berisi buah di tangannya, Aldo melihat Andrea berhenti di depan tempat tidur.
"Gak ada!" Andrea lega karena kecurigaannya tidak terbukti. Dia akan berbalik, saat seseorang tiba-tiba memeluknya dari belakang.
Tercium sedikit aroma familiar, tapi juga ada aroma menyengat dari alkohol. Dia tahu aroma itu karena kakaknya juga kadang berbau minuman.
"Kau-kau siapa?" Andrea gemetar, piring buah di tangannya hampir terjatuh, saat ada tangan yang membantu memegangnya.
"Ssst!" Orang itu berbisik di telinganya, Andrea merasa merinding. Dia bersiap akan teriak, saat mulutnya juga sudah dibekap.
"Mmmhhh!" Andrea benar-benar panik, dia melepaskan piringnya yang kemudian hanya di pegang oleh tangan orang itu. Dia berusaha melepaskan tangan yang menutup mulutnya.
"Jangan berteriak!" bisikan itu lagi, tapi Andrea mengenali suaranya. Dia langsung menoleh ke belakang, saat melihat Aldo tersenyum manis kepadanya.
"Kamu!" Andrea bisa berteriak karena Aldo telah melepaskan tangannya.
Laki-laki itu tertawa puas. Karena telah membuat Andrea ketakutan, dia merasa lucu dengan reaksi Andrea tadi. Tapi tidak dengan Andrea, dia kesal melihat Aldo menertawakannya.
Memukuli laki-laki itu, hingga beberapa buah dari piring ada yang terjatuh, karena goncangan. Aldo masih belum berhenti tertawa.
"Jangan tertawakan aku! Kamu hampir aja bikin aku jantungan tau!" Andrea masih belum puas memukul dadanya, saat Aldo sendiri masih menertawakannya.
Aldo akan memegang tangan Andrea, saat Andrea malah melangkah mundur, dan berakhir terjatuh ke tempat tidur, dengan Aldo yang ikut terjatuh karena memegang tangannya. Buah berjatuhan ke atas tempat tidur. Sedangkan Andrea agak terkejut di timpa oleh tubuh Aldo.
"Kau takut?" tanya Aldo belum bangun dari posisinya.
Andrea cemberut, dia benar-benar berpikir ada orang asing yang ingin mencelakainya. Melihat senyum Aldo, dia merasa diejek.
"Kenapa kamu di sini?" Andrea sekarang tahu kenapa Mama Maureen keluar dari kamar ini tadi pagi. Karena putranya ada di sini.
"Ini rumahku, apa aku tidak boleh tidur di sini!" jawab Aldo sambil meraih potongan buah apel di dekat kepala Andrea, dan tangan satunya menyangga berat tubuhnya.
"Boleh, tapi kan kamu ada kamar sendiri!" Andrea menerima potongan buah bekas gigitan Aldo. Karena laki-laki itu memasukkan ke dalam mulutnya, saat dia baru selesai bicara.
"Lalu, kenapa kau masuk ke kamar ini?" Aldo penasaran, apa yang membuat Andrea datang, apakah karena tahu dia ada di sini?
Andrea malu mengatakan alasannya. Karena dia telah berpikir buruk tentang mama Maureen. Jadi Andrea memilih menggeleng.
Aldo tertawa, "Jangan bohong, ayo katakan, kenapa kau ada di sini?"
Andrea tetap bungkam, Aldo mencomot potongan buah pear. Dan seperti tadi, memasukkan sisanya ke dalam mulut Andrea. Awalnya wanita itu menolak, tapi Aldo berhasil membuatnya buka mulut.
"Menyingkir dari atasku. Kau berat!" Andrea merasa malu dengan posisinya yang tidak pantas tersebut. Terlebih, dia adalah kakak iparnya.
Aldo mencuri ciuman di hidung Andrea sebelum bergeser dari atasnya. Membuat Andrea mematung karenanya.
"Kau sangat menggemaskan. Bagaimana aku bisa tetap berada di dekatmu?" Aldo tersenyum tipis menatap langit-langit kamar.
"Memangnya kenapa?" Andrea tidak yakin, jadi dia menanyakan alasannya.
"Kau tahu jawabannya. Untuk itu, aku akan kabur dan menjauh darimu!" Aldo menoleh ke samping, pada wajah Andrea yang juga sedang melihat ke arahnya.
"Kemana? Kau terlalu tua untuk kabur dari rumah!" jawaban Andrea membuat Aldo tidak tahan untuk tidak mencium hidungnya lagi.
Andrea mematung, karena setelah menciumnya, mereka masih saling menatap. Memalingkan wajahnya, Andrea merasa hal tersebut tidak pantas dilakukan.
"Jangan lakukan itu!" ujar Andrea yang akan bangkit, saat Aldo menahan lengannya.
"Aku akan berangkat ke Jepang malam ini. Biasakah aku memelukmu!" Aldo meminta dengan suara yang bergetar.
Andrea tidak bisa melihatnya, tapi dia berpikir kalau berpelukan saja tidak akan membuat masalah. Toh dia laki-laki baik yang telah menjadi kakaknya juga.
Melihat Andrea mengangguk, Aldo langsung menarik Andrea jatuh ke atasnya. Andrea diam karena terkejut, dia tidak bermaksud memeluk dengan posisi seperti ini. Dia juga kesulitan bangun,. Karena hanya membuat tubuhnya semakin bersentuhan.
"Aldo!"
"Hemm!"
"Pelukannya terlalu lama!" Andrea juga merasakan sesuatu yang tidak seharusnya dia rasakan di antara paha Aldo. Pipinya memerah, dan dia jadi tidak nyaman.
"Aku akan lebih jauh, jangan beri aku batasan waktu!" Aldo tahu dia egois, karena rasanya sangat nyaman saat memeluknya. Dia bahkan meneteskan air mata, karena merasa sesak di dadanya.
Andrea merasakan debaran di dadanya. Dia mendongak, saat melihat air mata keluar dari pelupuk matanya.
"Kakak!"