Kamar tamu

1049 Kata
Andrea sedang menunggu Bobby untuk mengantarkannya pergi kuliah. Laki-laki itu masih mandi, padahal dia juga ada kuliah pagi. Benar-benar merepotkan, Andrea memilih untuk lebih dulu turun. Dia tidak ikut sarapan, karena percuma saja, dia akan diserang mual lagi. Berjalan keluar kamar, saat berada di ujung tangga, dia berhenti untuk melihat pintu kamar Aldo yang tertutup. Dia tersenyum, mengingat laki-laki itu masih begitu baik padanya setelah apa yang terjadi. Benar kata kakaknya, Aldo sebenarnya orang yang baik di balik sikap diamnya. Melanjutkan langkahnya menuruni tangga, dia melihat mama Maureen baru saja keluar dari kamar tamu. Dia langsung pergi ke dapur setelahnya. Andrea mengerutkan kening melihat hal tersebut. Kenapa pagi-pagi dia keluar dari kamar tamu. Apakah Mama Maureen sedang bertengkar dengan papa Albi? Dia berjalan dengan sedikit pemikiran liar, dia takut kalau keberadaannya di keluarga ini benar-benar mengganggu mereka. Andrea tahu, mereka pasti kesal padanya dan keluarganya. Belum juga sampai di ujung tangga, Andrea melihat kepala pelayan baru saja keluar dari kamar tamu. Andrea melototkan matanya, saat memikirkan kemungkinan yang terjadi. Apakah Mama dan kepala pelayan memiliki affair? Andrea pura-pura tidak melihat, saat kepala pelayan melihatnya, dan kemudian menyapanya. Andrea mengangguk, saat kepala pelayan menawarkan agar meminta pelayan membuatkan sarapan, Andrea menggeleng. Dia hanya meminta minuman hangat sebagai gantinya. Andrea melihat kepergian kepala pelayan dengan mata menyipit. Dia benar-benar tidak menyangka, kepala pelayan yang baik akan melakukan hal seperti itu. "Apa gue salah liat, ya?" Andrea jadi meragukan kalau yang dilihatnya tadi benar-benar mama Maureen. Dia berjalan menuju ruangan depan. Dia memilih menunggu Bobby selesai bersiap di sana. Bibirnya tersenyum karena melihat pesan dari kakaknya. Itu adalah pesan pertama dari sang kakak, sejak kejadian pernikahan. [Jangan lupa sarapan] Kalimat singkat itu sudah berhasil membangkitkan moodnya. Dia bersenandung kecil, menyanyikan lagu someone you loved. Membaca pesan di grub, Andrea semakin merasa baik, karena percayakan lucu yah layangkan teman-teman sekelasnya. Meminum minuman hangatnya, Andrea hampir kehabisan kesabaran. Tapi tidak lama Bobby muncul sudah dengan dandanan seperti biasanya. "Kau lama sekali. Aku hampir jamuran, dasar fuckboy!" Andrea mengomel, melihat penampilan berantakan Bobby, seharusnya tidak butuh waktu lama untuk bersiap. "Berhenti mengomel induk ayam. Ayo pergi!" Bobby berlalu keluar dengan raut wajah puas mendengar kekesalan Andrea. Keduanya sudah dalam perjalanan, Andrea asik memainkan ponselnya. Sedangkan Bobby fokus menyetir. "Tidak bisakah kau menyimpan ponselmu itu. Setidaknya saat sedang berdua bersamaku!" keluh Bobby karena merasa diacuhkan. "Kenapa? Aku tidak memiliki apapun untuk dibicarakan denganmu. Jadi lebih baik aku bergurau dengan teman-temanku!" Andrea menjawab sambil mengetikkan balasan pesan di grub. Bobby berdecak. Dia kembali memperhatikan jalanan. Tapi kemudian dia mengingat sesuatu. "Bagaimana hasil pemeriksaan semalam?" Bobby mengetahui dari kepala pelayan, kalau istrinya dibawa ke rumah sakit oleh kakaknya. Dia langsung pulang dari tempat nongkrongnya, tapi karena jauh dia agak lama sampai rumah. "Baik, hanya saja aku lemas kalau terus saja muntah. Juga, aku tidak boleh kelelahan!" Andrea menjawab dengan serius, dia agak sedih karena kesulitan untuk makan. "Tidak apa-apa. Wajar untuk trimester pertama. Kau tidak akan mual lagi ketika usia kandunganmu bertambah!" ujar Bobby sok bijak. Andrea berdecak, dia mencibir ucapan Bobby yang menyuruhnya tetap tenang. "Itu karena kau tidak merasakan jadi aku. Jadi lah menggampangkannya!" Bobby menoleh, melihat istrinya yang agak kesal. Dia mengulurkan tangan untuk mengusap puncak kepalanya. "Baiklah, kau harus berjuang. Induk ayam!" "Jangan panggil aku seperti itu!" Andrea tidak terima, sejak pagi tadi Bobby terus memanggilnya begitu. "Itu bagus, induk ayam kan terkenal. Ada lagunya!" Andrea menoleh, memikirkan lagu apa yang tentang induk ayam. Menggeleng, dia memilih tidak memperdulikannya. Mereka hanya diam hingga sampai di kampus. Tapi Andrea tidak langsung keluar, karena dia mengingat sesuatu. "Bobby, apa menurutmu mungkin kalau mama Maureen berselingkuh dengan kepala pelayan?" tanya Andrea serius. Bobby awalnya terkesima mendengar pertanyaan seperti itu dari istrinya. Dia mencuri ciuman di puncak hidungnya karena gemas. Andrea memukulinya, tapi masih menunggu jawabannya. Karena hal tersebut, membuat Bobby tidak bisa menahan tawanya. Dia tidak menyangka kalau istrinya benar-benar serius menanyakan hal seperti itu. "Tidak mungkin sayang. Tante sangat mencintai papaku, hingga mampu melanggar batasan apapun. Jadi, mana mungkin dia melepaskan pria tampan kaya raya, demi seorang pelayan!" Jawaban Bobby seharusnya jelas, tapi dia masih melihat kerutan di kening istrinya. "Kenapa?" Bobby mengusap kerutan yang tercipta karena Andrea tengah berpikir dan terlihat meragukan ucapannya. "Apa kau akan percaya. Saat aku mengatakan, aku melihat mama Maureen keluar dari kamar tamu bergantian dengan kepala pelayan. Kenapa mereka keluar dari ruangan yang sama?" Andrea tidak mengerti kejanggalan tersebut. Bobby ikut berpikir, sebelum dia akhirnya mengingat tentang kakaknya yang masih dalam keadaan mabuk berat di dekat Bar. Dia tersenyum, lalu berbisik padanya. Andrea menggeleng setelah mendengar bisikannya. "Aku tidak mau. Kenapa aku harus memeriksanya sendiri!" Andrea takut dengan mama Maureen, dia tidak akan mencari masalah dengannya. "Karena kau penasaran. Sudah sana masuk kelas, jangan bebani otak kecilmu dengan hal-hal tidak perlu!" Bobby melepaskan sabuk pengaman, dan mendorongnya segera keluar dari mobilnya. "Jika otakku kecil. Maka otakmu tidak ada!" maki Andrea sebelum berlalu pergi. Bobby berada di fakultas yang berbeda. Dia menjalankan mobilnya ke arah minimarket dekat rumah. Meskipun artinya dia harus balik lagi melawati jalanan tadi. Dia tiba di toko itu setelah melewati kemacetan panjang. Begitu sampai, seseorang langsung berjalan menghampirinya. "Bagaimana dengan kamera cctv. Apa kau sudah mengeceknya?" Bobby sedikit kesal. Selesai mandi tadi, dia mendapatkan telepon dari kepala staf yang bekerja di tokonya. Mengabarkan kalau toko hampir saja kebobolan maling. Jika saja tidak ada warga yang melihatnya. Bobby memiliki sekitar lima toko minimarket yang tersebar di kawasan Jakarta. Dia mendapatkan uang dari usaha kecil tersebut. Meskipun tinggal di rumah besar Avega, dan tinggal seatap dan papanya, dia sama sekali tidak pernah meminta uang jajan. Tidak ada yang benar-benar mengakui keberadaannya, kecuali sang kakak. Dia harus berjuang sendiri untuk meraih kebahagiaannya. Termasuk Andrea, dia meraih dengan caranya. Memeriksa semuanya, Bobby memilih untuk melupakan kejadian tersebut. Dia tidak mau terlibat dengan polisi. Jadi dia hanya harus meningkatkan kewaspadaan. "Jangan khawatir. Aku akan menambah kamera cctv di ujung jalan. Kau lakukan saja pekerjaanmu!" Bobby berlalu pergi, setelah melihat rekamannya. Berjalan keluar, dia tanpa sengaja melihat mobil papanya baru saja keluar dari jalan komplek. Dia tersenyum masam, meskipun tinggal seatap, mereka sebenarnya tidak pernah bicara.. Bagaimana merasa asing di rumahmu sendiri? Maka jawabannya adalah kesepian. Tapi dia tidak akan merasa kesepian lagi. Ada Andrea yang sangat berisik tinggal satu ruangan dengannya. Bobby merasa tidak harus meratapi apa yang tidak dia miliki, karena ada hal lain yang bisa dia syukuri. ___
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN