8

920 Kata
"Kenapa Nay? Suamimu sedang menunggumu di depan," Evi menghampiri, duduk di hadapanku lalu menatapku dengan mata terpicing. Aku menggelengkan kepala. Ketakutan menyergapku. Mas Pram pasti akan sangat marah karena aku sudah memecahkan kaca lemari juga mengambil tabungan untuk membuat rumah. Tidak. Aku tidak mau bertemu Mas Pram. Tidak mau. Jantungku berdetak kencang sekali saat HP dalam genggaman berbunyi. Satu pesan WA. Aku membelalak kaget saat sebuah video yang dikirim Mas Pram mulai menampilkan adegan saat aku mulai mabuk, lalu Mas Pram yang dulu sama sekali tak kukenal datang menghampiri, membawaku yang sedang tertawa-tawa ke sebuah kamar lalu terjadilah hubungan terlarang itu. d**a terasa bergemuruh. Apa itu disengaja? Apa Mas Pram sengaja melakukannya? Jika tidak, mana mungkin ia merekamnya? Kenangan buruk setahun lalu saat aku menangis histeris di samping Mas Pram yang hanya diam, kini membayang jelas di benak. Tidak! Lupakan kenangan itu, Nay. Lupakan! Jangan diingat lagi. Aku menyilangkan tangan di depan d**a dan mulai terisak karena tiba-tiba merasa sangat sedih. Dadaku begitu sakit dan sesak bagai ditindih berton-ton benda berat. Satu pesan kembali masuk. ( Akan kusebarkan jika kamu tak segera kemari, Nay) Aku menggigit bibir, tangan kananku meremas HP. Dila mendekatkan kepala. Aku langsung menyembunyikannya. “Nay, kenapa?" Wajah Dila tampak khawatir. Aku menggeleng sambil menangis terisak-isak. Bagaimana jika seluruh mahasiswi tahu bahwa aku punya anak dari perbuatan haram? Aku menggigit bibir, sungguh takut membayangkannya. Satu dua mahasiswi yang baru turun dari lantai dua perpustakaan langsung menatapku aneh. "Kita keluar dari sini yuk, Nay, suamimu sudah menunggu." Kutepis tangan Evi. Aku menggeleng-geleng. Tidak. Aku tidak mau bertemu Mas Pram. "Kenapa? Kamu sedang ada masalah dengan suamimu?" Ia memandangku cukup lama lalu menuju pintu keluar, melongokkan kepala, sesaat kemudian kembali menghampiriku. "Suamimu sudah nggak ada," lirihnya, ia menarik pergelangan tanganku. Kami menyeberangi jalan lalu melangkah di trotoar. Sambil berjalan, sesekali aku menoleh ke belakang. Dadaku terasa bergemuruh. Apa Mas Pram sedang bersembunyi? Apa sedang bersembunyi? “Kamu nggak papa, Nay?" Dila menoleh, memperhatikanku. Aku menggelengkan kepala, membuang napas, berusaha memusnahkan rasa sesak dan was-was di d**a. Evi terus menatapku khawatir. “Beneran kamu gak papa?" Aku kembali menggeleng, sementara tatapanku terpancak ke arah warung Tante yang ramai oleh pembeli. Ada yang tengah duduk-duduk sambil makan gorengan, ada yang tengah melahap nasi, ada juga yang minum es sambil bercanda. Aku terperanjat saat tatapanku terpaku ke wajah Mita dan Arifin. Di depan mereka ada Husnul teman sekelas kami. Mereka sedang tertawa-tawa. Aku langsung berpaling saat Arifin balas menatap kemari. “Ayo, Nay!” Evi menarik tanganku. Sampai di teras, segera kutanggalkan sepatu serta kaus kaki lalu berjalan menuju kamar, langsung merebah. Aku spontans beranjak bangun sampai perut terasa cengkrang-cengkring saat teringat sesuatu. "Dek, dedek. Nenen dulu, yuuk? Dedek, ayo nenen dulu." Aku menuju dapur. "Nay? Ada apa, Nay?" Dila mengerutkan kening. Ia keluar dari kamar yang ditempatinya bersama Evi, sudah memakai baju seksi menggoda, mungkin sudah siap melayani 'pelanggannya. "Kamu lihat anakku, gak?" Aku menoleh ke kanan dan kiri. Evi menatapku dengan wajah sulit diartikan. Kenapa sih Evi? Oeeek. Oeeek. Itu suara tangisan dedek. Sepertinya berasal dari kamar yang kutempati bersama Rindai. Kok aneh, padahal tadi tidak ada. Tanpa membuang waktu lekas aku menuju kamar. Dedek sedang menangis di ranjang dengan tubuh menggeliat-geliat dalam bedongan. "Dedeek." Aku mengangkatnya. Mulut dedek bergerak-gerak. Sepertinya, ia kehausan. Aku duduk di bibir ranjang lalu mengeluarkan p******a yang terasa berat dan sakit. "Yuk, sayang, nenen dulu. Haus, ya, Sayang?" "Ya Allah Nay, istighfar," ucap Evi di ambang pintu. Di sampingnya, mata Dila tampak berkaca-kaca. "Ini bantal guling, Nay." Evi meraih dedek yang sedang menangis kencang dari tanganku. Aku kembali meraih dedek dari tangannya, kembali menempelkan p******a ke mulut dedek. "Ayo Dek, minum. Dedek haus pasti, yaa?" "Nay, istighfar, Nay. Yang kamu gendong itu bantal." Dila menggelengkan kepala, menatapku dengan pandangan tak percaya. "Kamu pasti kangen sama anakmu, Nay. Kamu mau kuantan pulang ke rumahmu? Kutelponkan suamimu, ya?" kata Dila sambil berjalan mendekat. Dila duduk di sisi kiriku, perlahan menggenggam tanganku. Dedek terjatuh di lantai. Makhluk mungil itu menangis kencang. Mulutnya bergerak-gerak mencari air sumber kehidupan. Pasti haus. Pasti lapar. Aku berdiri hendak meraih dedek, tapi Evi dan Dila menahanku. "Lihat baik-baik, Nay. Itu bantal. Astaghfirullah hal adzim. Ayo ikuti ucapan aku, astaghfirullah hal adzim." Evi meraih tanganku. Aku mengikuti dengan suara pelan. "Apa kamu mau kuantar ke rumahmu, Nay? Pasti kamu kangen sama bayimu." Dila menatapku lekat. Pulang ke rumah? Itu artinya, aku akan bertemu Mas Pram yang pasti akan marah besar karena lemarinya pecah dan uangnya raib. Dan ibu akan sinis karena perhiasannya kucuri. Tidak. Aku tidak mau pulang hanya untuk diomeli mereka. Tidak mau pulang. "Tidak! Tidak! Aku tidak mau pulang! Aku di--" Ucapanku terhenti saat teringat dedek. Bukankah aku pergi tanpa dedek? Itu berarti, dedek ada di rumah. Lalu yang di lantai itu ... siapa? Aku menatapnya lekat. Makhluk mungil itu, bergerak-gerak. Wajah polosnya tiba-tiba berubah menjadi wajah kecewa Mas Pram karena aku tidak bisa lahir normal. Wajah dedek yang lucu berubah menjadi wajah dewasa yang selalu menatapku dengan dingin. Aku menggeleng-geleng. Aku tidak mau pulang dan bertemu dengannya. Tidak mau pulang! Tidak! Tidak! Aku menjerit histeris. Kenapa tiba-tiba Mas Pram ada di hadapanku? Kenapa?! Aku menggeleng-gelengkan kepala. "Aku tidak mau pulang, Mas! Tidak mau pulang!" Follow dan subscribe ceritanya biar selalu dapat notif UP, Teman. Yuuk baca juga, Nikah Dengan Kakak Ipar dan Kumpul Kebo komedi romantis. Membuatku sedih, kesal, juga senyum sendiri. Gak percaya? Cus ah buktiin. Ketik Soh di pencarian akan keluar semua ceritaku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN