Bab 13

3185 Kata
HAPPY READING *** Juliet menghentikan mobilnya di depan pelataran rumah orang tuanya. Ia menghidupkan lampu dasbor, menatap wajahnya di cermin, memastikan penampilannya agar terlihat sempurna. Jujur ia sudah lama sekali tidak makan dengan keluarga seperti ini. Terkahir makan malam bersama di rumah ini dua tahun lalu. Lantaran kesibukan, jauh, jadi ia akan memanfaatkan moment makan malam bersama ini dengan suka cita. Makan malam bersama dengan keluarga itu sangat penting, untuk menunjukan bahwa hubungan anak dan orang tua terjalin dengan harmonis. Sesibuk apapun orang tua dan anak, harus adanya tindakan saling ngobrol dan bercerita sehingga hubungan semakin erat dan rumah ini juga terasa hangat. Dulu saat dirinya masih berstatus sekolah, makan malam menjadi kegiatan rutin keluarga. Sekarang, ia sudah memiliki kehidupan sendiri, intensitas pertemuan jadi berkurang. Moment makan malam ini sangat berharga menurutnya. Juliet keluar dari mobil, ia mendengar suara pintu pagar terbuka, ia menoleh ke belakang. Ia melihat sebuah mobil Jeep Wrangler berwarna hitam masuk ke halaman. Ia tidak tahu siapa pemilik mobil mahal itu, ia melangkah menuju teras. Ia menghentikan langkahnya dan menoleh lagi menatap mobil yang baru masuk itu. Mobil jeep itu terparkir di samping mobilnya. Beberapa detik kemudian, ia menatap seorang pria mengenakan kemeja hitam dipadukan dengan celana berwarna senada. Di tangannya memegang tas kerja, ia ingat betul siapa pemilik wajah tampan itu. “Chris?” ucap Juliet. Chris menatap seorang wanita tidak jauh darinya, dia mengenakan halter dress berwarna hitam. Ia tidak menyangka bahwa ia bertemu dengan wanita itu di sini. Oke, sah-sah saja mereka bertemu karena ini adalah rumah orang tuanya wanita itu. Ini memang tanpa sengaja, mengharuskan ia ke sini bertemu dengan papa nya Juliet. “Hai, Juliet,” sapa Chris, ia berikan senyum terbaiknya kepada wanita itu. Juliet mengerutkan dahi, ia lalu berpikir, apakah Chris di undang juga untuk makan malam ini. Apa mama dan papa berniat menjodohkan Chris kepadanya? Apa mama dan papanya belum kapok untuk menjodohkannya lagi. Ia tidak ingin kejadian dulu terulang lagi, jika ia mengiyakan perjodohan maka ia akan menukar kebahagiaanya dengan orang lain. Ia tahu bahwa orang tua menginginkan anaknya mendapat pendamping yang baik, tapi itu versi orang tua bukan versinya sendiri. Rasanya masih trauma tentang perjodohan, ia memang tidak suka akan hal itu, maka sepatutnya ia tolak bukan malah menggadaikan kebahagiaanya, demi kepuasan orang tua. “Kamu di undang papa aku buat makan malam juga?” Tanya Juliet. Chris mengerutkan dahi, “Makan malam?” Tanya Chris bingung. “Makan malam apa?” “Kamu ke sini …” Juliet menggantungkan kalimatnya. “Saya ke sini ada perlu sedikit dengan papa kamu. Ada berkas yang harus baliau tanda tangani untuk kerja sama dengan saya. Kebetulan satu arah mau pulang ke rumah, saya mampir sebentar,” ucap Chris menjelaskan. “Berkasnya ada di sini,” ucap Chris menunjukan tas kerjanya. Juliet merasa lega, ternyata Chris ke sini bukan atas undangan papa. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana nasibnya dijodohkan lagi. “Owh, kirain,” ia sudah berprasangka buruk. Ia tahu bahwa mama dan papanya tidak akan melakukan itu lagi, setelah melihat apa yang di alaminya. Chris memandang iris mata Juliet, “Kamu cantik sekali malam ini,” ucap Chris menatap penampilan Juliet. “Thank you.” Juliet menarik nafas, ia tidak tahu akan berbuat apa selain diam, “Silahkan masuk,” ucap Juliet, mempersilahkan Chris masuk ke dalam, ia tahu bahwa Chris merupakan rekan bisnis sang papa sejak lama. Juliet mengedarkan pandangannya kesegala penjuru ruangan yang di d******i warna putih. Rumah orang tuanya tidak banyak berubah, ia semakin masuk ke dalam. Mencari keberadaan mama dan papa di dalam. Ia masuk ke ruang keluarga, ia menatap mama dan papa sedang ngobrol di sana, sambil menikmati secangkir teh hangat. Ia juga melihat bibi sedang mempersiapkan makanan. Beberapa detik kemudian mama dan papa menyadari putri sulung mereka. “Juliet,” ucap mama, menatap Juliet di depan daun pintu, beliau lalu berdiri melangkah mendekatinya. Juliet tersenyum kepada mamanya, ia memeluk tubuh itu dengan hangat, “Kamu sendiri?” Tanya mama. “Iya, ma.” “Mama nggak kedengar suara mobil kamu.” Juliet hanya tersenyum, “Enggak kedengeran lah, volume TV nya kenceng,” ucap Juliet. “Ada tamu papa datang.” Papa mengerutkan dahi, “Tamu papa? Owh, Chris ya?” Ucap papa, ia mencoba mengingat, masalahnya tadi Chris menghubunginya dia akan datang membawa berkas yang harus ia tanda tangani. “Iya.” “Di mana dia?” “Di ruang tamu.” Papa Juliet melangkah menuju ruang tamu, ia menatap Chris duduk di sofa. Beliau tersenyum memandang pemuda itu, ia mendekati Chris. “Hai, apa kabar Chris,” tanya papa. “Baik pak. Pak Thomas apa kabarnya?” “Baik.” “Bawa berkasnya?” Tanya papa Juliet. Chris mengeluarkan berkas dari tasnya, ia meletakan map itu di meja dan pulpen hitam di sana. Papa Juliet memperhatikan Chris. “Kamu baru pulang kerja?” Tanya Chris. Chris tersenyum, “Iya, pak.” “Harusnya udah sukses seperti kamu rilexs sedikit, Chris. Kamu terlalu giat bekerja,” ucap papa Juliet, ia sebenarnya kagum dengan kegigihan Chris saat bekerja. “Maunya seperti itu pak, cuma kayaknya kalau nggak kerja, kayaknya kurang sah. Lagian saya belum terlalu mempercayai staff-staff baru setelah kemarin habis di audit. Ada kecurangan di divisi finance. Saya juga sekarang sudah ada couch business, jadi saya melakukan pembenahan lagi di perusahaan.” “Bagus itu couch, saya juga dulu ada couch, sampai sekarang juga saya masih memiliki couch untuk mendampingi saya dalam berbisnis.” “Masalah kecurangan itu sudah diberantas?” Chris mengangguk, “Sudah pak, sudah beres, sekarang saya menyerahkan semua ke kuasa hukum saya,” ucap Chris. Papa Juliet menandatangani berkas di hadapannya. Ia tidak mendapati istri dan Juliet di sana. Ia yakin istri dan anaknya sudah berada di dalam. Ia menatap Chris memasukan berkas ke dalam tasnya. “Kebetulan kita mau makan malam. Kamu gabung aja sama kita, sebelum pulang.” “Haduh, ngerepotin bapak.” “Enggak apa-apa, lagian kita cuma bertiga. Kebetulan ada Juliet, dia baru pulang dari Bali kemarin.” “Hemmm.” “Palingan dinner nggak nyampe setengah jam. Kamu pulang ke rumah juga sendiri, makan sendiri. Enggak pernah loh, kamu makan di rumah saya Chris.” Chris tertawa, “Saya merasa nggak enak aja.” “Ah, enggak apa-apa, lagian makan malam kasual, Chris. Mau ya,” ucap papa Juliet. Chris merasa tidak enak, namun ia juga tidak bisa menolak jika dipaksa oleh beliau. Bagaimanapun ia harus menghormatinya. Chris tersenyum, “Yaudah kalau begitu pak.” Chris beranjak dari duduknya, ia berdiri mengikuti langkah beliau masuk ke dalam. Ia menatap Juliet dan ibunya sudah duduk di kursi meja makan. Ia memperhatikan keseluruhan rumah pak Thomas. Rumah ini tampak luas. View meja makan langsung menghadap kolam renang. Pandangan dirinya dan Juliet bertemu. Wanita itu hanya diam, dan memperhatikan. “Chris makan malam bareng kita.” Mama Juliet tersenyum kepada Chris, “Ayo, Chris duduk. Kamu sering ke sini, tapi baru kali ini ya makan bareng kita.” Chris hanya tersenyum, ia melangkah mendekati meja dan lalu duduk di samping pak Thomas. Sejujur ia merasa tidak enak, menganggu makan malam ini, karena ia bukan siapa-siapa di sini. Ia melihat Juliet, wanita itu bergerak natural. Chris mengambil air mineral di hadapannya, ia meneguknya dengan tenang. Ia melihat mama dan papa Juliet, yang sangat welcome kepadanya. Ia menyendokan nasi ke dalam piring, ia melihat ada berbagai macam makanan tersaji di atas meja. Di sana ada daging sapi lada hitam, ada ayam goreng berbumbu, sayur sop yang terlihat segar, dan tumisan sayur brokoli, sambal dan berbagai jenis makanan lainnya. Ia menaruh daging sapi ke dalam piringnya, ia juga menyendok sayur tumis. Ia melirik Juliet wanita itu menatapnya balik. Ia akui bahwa wanita berstatus janda itu sangat cantik. Bahkan dulu ia pernah berpikir bahwa wanita itu seorang artis saat pertama kali bertemu. Namun ia salah sangka, ternyata dia adalah anak dari rekan bisnisnya. Dia memiliki bulu matanya lentik, kulitnya putih bersih, dan senyumnya yang sangat menawan. “Silahkan di makan Chris, jangan malu-malu. Kamu sudah kenal saya dari dulu.” “Iya, pak,” Chris memakan nasinya dengan tenang. Papa menatap Juliet, “Juliet.” “Iya, pa,” Juliet menatap sang papa. “Bagaimana perkembangan bisnis fashion kamu?” Tanya papa, anak sulungnya ini ingin mengmbangkan bisnis fashionnya. “Baik pa, sudah tahap final. Tadi tim aku sudah bawa beberapa sampel dan kita sudah sepakat dengan pihak konveksi pakaian dan tas. Sekarang sudah tahap produksi.” “Itu yang papa suka dari kamu. Kamu selalu fokus menyelesaikan sesuatu. Makanya papa selalu mempercayai kamu mengurus perusahaan.” “Iya, pa.” “Oiya, kamu dan Chris udah saling kenal?” Tanya papa lagi. Juliet menyungging senyum, melirik pria di hadapannya, “Iya, sudah pa.” “Kemarin saya nggak sengaja bertemu Juliet di restoran. Sekarang kita bertemu lagi. Saya harap bisnis kamu berjalan dengan lancar Juliet,” ucap Chris. “Terima kasih, Chris.” “Chris masih tinggal di Permata Hijau?” Tanya mama penasaran. “Masih, bu.” “Tinggal sendiri?” Chris tertawa, ia mengambil air mineral dan meneguknya secara perlahan, “Iya, tinggal sama siapa lagi, kan belum ada istri.” “Kamu harusnya cari istri Chris, kamu nunggu apa lagi.” “Nanti saja, saat ini saya belum ketemu yang pas,” ucap Chris terkekeh. “Mantan istri kamu katanya sudah nikah lagi?” Juliet otomatis menatap Chris, ia tidak menyangka bahwa Chris ternyata berstatus duda. Ia pikir pria itu masih single, ternyata pernah menikah sama seperti dirinya. Chris mengangguk, “Iya, dia sudah menikah lagi beberapa bulan yang lalu.” “Kamu hadir di acara pernikahan mantan istri?” Chris menggelengkan kepala, “Enggak walau saya diundang, saya nggak datang. Saya menghargai suaminya, dan nggak akan menganggu kebahagiaan mereka.” “Kamu kenal suaminya.” “Iya, kenal. Dia pria yang baik, dan pantas mendampingi mantan istri saya.” “Anak kamu, sekarang masuk primary school? Di mana?” Tanya mama Juliet. “Iya, Kayla masuk ke High Scope.” “Sekolah bagus itu, Chris.” Chris tersenyum, “Padahal saya kemarin ingin Kayla masuk ke Singapore Internasional School namun jarak dari rumah lebih deket High Scope. Jadi mantan istri saya memilih High Scope untuk menyekolahkan Kayla.” “Iya, bener sih kata mantan istri kamu. Lagian masih primary school kan? Mungkin kalau sudah Junior High School Kayla bisa masuk SIS.” “Kamu nambah lagi Chris,” ucap mama Kayla, ia menatap Chris. Chris tersenyum, “Masakannya enak, ini ibu yang masak sendiri?” Tanya Chris. “Iya, hari ini special, ibu masak kesukaan Naomi. Maklum karena kesibukan, kita jarang makan malam bersama. Biasa sih, bibi yang masak.” Chris menatap Juliet yang mekan dengan tenang, sesekali wanita itu tersenyum kepada ibunya. “Tapi masakan ibu juara.” Papa Juliet tertawa, “Istri saya memang pinter masak Chris dari dulu. Cuma sekarang lebih banyak-banyak istirahat, sesekali kalau pengen masak, ya masak.” Selama makan malam ini, mereka ngobrol ringan. Akhirnya makan malampun berakhir. Chris melirik jam melingkar di tangannya menunjukan pukul 20.20 menit. Ia sudah seharusnya pulang, tapi ia tidak melihat pak Thomas di sini. Ia menunggu hingga beliau datang lalu berpamitan. Ia menatap Juliet tidak jauh darinya, wanita itu tersenyum di tangannya memegang piring berisi buah segar yang sudah diiris. Dia meletakan di meja, lalu mengambil remote, sedetik kemudian TV menyala. “Papa dan mama kamu ke mana?” Tanya Chris. “Tadi sih ke depan sebentar, ke rumah pak RT,” ucap Juliet, ia memilih duduk tidak jauh dari Chris. “Silahkan di makan Chris,” ucap Juliet. “Terima kasih.” Chris memandang Juliet, wanita itu menemaninnya, hingga mama dan papanya datang. “Bisnis fashion kamu kapan lounching?” Tanya Chris membuka topik pembicaraan. “Mungkin bulan depan.” “Kamu pasti excited banget.” Juliet tersenyum dan mengangguk, “Kebetulan saya suka di bidang ini.” Juliet memperhatikan Chris, “Oiya, saya nggak tau loh, kalau kamu ternyata pernah nikah. Saya pikir kamu pria lajang,” ucap Juliet membuka topik pembicaraan. Chris tertawa menatap Juliet, “Saya menikah sudah lama, Juliet. Anak saya saja sudah masuk primary school,” ucap Chris. “Saya gini-gini sudah punya anak, Juliet.” “Terus kenapa cerai, kan sudah punya anak?” Tanya Juliet penasaran. Chris menarik nafas, ia menyandarkan punggungnya, beritirahat sebentar, “Sebenarnya, saya yang salah dalam pernikahan ini. Saya dulu masih muda, nikah cuma modal cinta saja. Tidak mempersiapkan finansial secara matang. Dulu pinginnya hidup sederhana asal harmonis.” “Tapi secara reallife berbeda. Lihat timeline dan quote-quote yang bertebaran tentang pernikahan, main cocok-cocok saja. Melihat orang lain menikah, tampak bahagia, mimpi langgeng hingga tua bersama istri dan anak. Sisanya malah merana, ternyata pernikahan itu tidak sebahagia orang-orang di layar televisi.” “Sekarang saya sadar bahwa jika pernikahan itu seindah kata orang. Kalau bahagia, seharusnya perceraian di Indonesia tidak bakal meroket ratusan ribu kasus setiap tahunnya.” “Dulu mungkin saya menggiat nikah muda dengan alasan kalau menikah satu-satunya cara menghindari seks bebas. Alasan itu sangat alot dicerna oleh akal sehat.” Juliet tertawa, “Saya setuju dengan kamu.” “Yaudah divorce, karena saya tidak bertanggung jawab, saya melarikan diri ke Dubai bekerja di salah satu restoran di sana. Yang di dalam pikiran aku hanyalah bekerja menghasilkan uang. Perjalanan saya panjang Juliet, hingga sampai ke titik ini.” “Saya bertemu anak saya saja beberapa bulan yang lalu. Dia sudah besar, wajahnya mirip saya dibanding ibunya.” “Iyalah, kan anak kamu.” Chris tertawa, “Iya, kata orang kalau anak cewek lebih mirip ayahnya dibanding ibunya.” “Kebanyakan begitu.” “Tapi saya senang, Kayla memanggil saya papa. Saya bersyukur Kayla masih menganggap saya ayahnya. Saya pikir mantan istri saya melarang saya bertemu. Tapi saya suka ayah sambung Kayla, dia sangat bijak, dan masih mau mengakui kalau sayalah sebenarnya ayah biologis Kayla.” “Sering ketemu anak?” “Jarang sih, karena Kayla ikut ibunya, kesempatan itu bertemu itu terbatas. Saya juga merasa seperti ada barrier, Karenna Naomi sudah menikah. Kalau mau ketemu anak, saya menghubungi suami mantan istri saya, walau hanya sekedar makan siang sama anak.” “Kamu bercerai udah berapa lama?” Tanya Juliet penasaran. “Hampir tujuh tahun, saya ninggalin istri saya dulu waktu dia hamil tiga bulan. Saya merasa bersalah hingga saat ini. Sangat merasa bersalah, beberapa bulan lalu saya memberikan berapa persen saham saya untuk Kayla. Untuk menebus rasa bersalah itu.” “Lama juga ya.” Chris tertawa, “Lumayan, kan dulu saya nikah muda.” “Ada rencana mau nikah lagi nggak?” Chris tersenyum, “Ada, hanya saja saya masih pilih-pilih. Kalau sekarang keadaan ekonomi stabil, mapan, bisa membeli apa saja. Malah bingung juga sih, banyak yang dekat, tapi kayaknya belum ada yang pas seperti mantan istri saya dulu.” “Jadi belum move on dengan mantan istri?” Chris tertawa, ia akui bhawa ia belum sepenuhnya move on dari Naomi, “Dulu saya pria miskin Juliet. Hanya Naomi yang menerima saya apa adanya dan dia sangat, sabar selalu mensupport saya. Bahkan dia rela menikah dengan saya yang tidak punya apa-apa ini. Padahal dia seperti kamu, terlahir dari keluarga tepandang.” “Sekarang saya kembali memantaskan diri dihadapan dia, justru dia sudah memiliki pendamping. Kalau di suruh rujuk kembali, saya masih mau. Saya ingin membangun lagi keluarga kecil saya dan memperbaiki semuanya. Tapi mantan istri saya sudah memilik orang lain. Saya bisa apa? Selain menerima kenyataan.” “Saya tahu bahwa semua sudah berubah. Saya hanya bisa menerima kenyataan hidup.” Chris menatap Juliet cukup serius, “Kalau kamu bagaimana? Ada kepikiran mau menikah lagi,” Tanya Chris. Juliet tertawa, “Sekarang sih nggak ada, tapi nggak tau kalau nanti.” “Masih trauma?” Tanya Chris. “Sedikit.” “Kita pernah gagal dalam rumah tangga. Tau bagaimana kehidupan rumah tangga. Modal cinta saja tidak cukup untuk membangunnya.” “Exactly.” “Beberapa orang memang tidak bisa hidup sendirian dan beberapa orang tidak siap dengan kesepian. Tapi saya menikmati kesendirian saya, saya full bekerja, padahal saya pemilik perusahaan.” Chris menarik nafas, menatap Juliet, “Sekarang percerian telah selesai dan saya juga nggak akan menyesal. Kita hanya perlu melanjutkan hidup.” Juliet menatap Chris dan Chris menatapnya balik, mereka tertawa bersama, padahal tidak ada hal yang lucu mereka bahasa. Mungkin karena mereka sudah merasakan pahitnya rumah tangga dan bagaimana pernikahan. “Terus kedepannya bagaimana?” Tanya Juliet. “One day, saya akan menikah lagi Juliet. Saya tidak mungkin sendiri sepanjang hidup saya,” Chris mengambil ponsel di saku celananya. “Boleh minta nomor ponsel kamu?” “Buat apa?” “Buat hubungin kamu, Juliet. Kalau kamu punya waktu senggang dan sayapun begitu, saya ingin ngajak kamu ke coffee shop kita ngobrolin tentang pandangan hidup,” ucap Chris. Juliet tersenyum, ia lalu mengucapkan nomor ponselnya dan sedangkan Chris mencatatnya di ponselnya. setelah itu Chris menyimpan ponselnya ke dalam saku. “Kamu mau lihat Kayla?” “Anak kamu?” “Iya.” “Hemmmm.” “Dia anaknya ceria, lucu, dan dia pinter main piano,” ucap Chris menceritakan tentang anaknya. “Pasti anaknya pinter banget.” “Iya, dia termasuk anak yang cerdas. Kelebihannya di bidang music. Mau nggak?” “Mau lihat Kayla?” Juliet menatap Chris, “Boleh.” “Kamu kalau lihat Kayla pasti langsung jatuh cinta, karena dia sangat cute,” ucap Chris tertawa. “Owh ya?” “Oke, kasih tau saja kalau kamu inginn bertemu dengan Kayla.” Beberapa menit kemudian, Chris dan Juliet menatap kedua orang tua Juliet datang dari arah pintu, mereka tersenyum di tangannya membawa sesuatu. Chris lalu berdiri mendekati beliau. “Saya pamit pulang pak Thomas.” “Ya, ampun, kamu cepat sekali pulangnya, Chris. Nggak ngopi dulu?” “Ah, nggak usah pak, sudah malam.” “Maaf ya tadi saya tinggal sebentar. Tadi saya ke rumah pak RT . Dia ngasih oleh-oleh dari Maroko sambil cerita.” “Iya, enggak apa-apa pak.” Chris melirik Juliet, ia tersenyum dengan wanita itu, “Yaudah, saya pulang ya pak. Terima kasih makan malamnya.” “Iya.” “Hati-hati kamu pulangnya, jangan ngebut,” ucap papa Juliet. Kedua orang tua Juliet mengantar Chris hingga ke teras. Sedangkan Juliet menatap Chris dari kejauhan. Pria itu tersenyum kepadanya dan ia tersenyum balik. Chris masuk ke dalam mobil, ia melihat dari spion mobil, penjaga rumah sudah membukakan pintu pagar untuknya. Semenit kemudian ia meninggalkan area rumah berpagar tinggi itu. Papa menatap Juliet, “Sejauh papa kenal Chris, dia anaknya gigih, pekerja keras. Dia juga anaknya sangat dewasa.” “Kelihatannya sih gitu,” ucap Juliet. Ia mengakui, kehebatan Chris karena dalam waktu hampir enam tahun dia bisa membangun perusahaan sekelas Wilmir, yang merupakan prusahaan agribisnis. Perusahaan yang dimiliki Chris masuk ke dalam bursa efek Singapore, itu merupakan pencapaian yang luar biasa menurutnya. “Kenal lah baik dengan Chris, siapa tau kalian cocok. Kamu pernah menikah dan diapun juga pernah. Kalian sama-sama pernah gagal dalam rumah tangga.” “Papa di sini nggak akan menjodohkan kamu. Cuma kenalah Chris, dia anaknya sangat baik.” “Kamu tidur sini?” Tanya mama. “Iya, kangen kamar yang dulu,” ucap Juliet. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN