Part 14 Keraguan

737 Kata
Bia menatap ke depan merenung, ia duduk di tepi kursi depan rumahnya, semilir angin mengibaskan hijabnya hingga matanya ikut terpejam, menikmati alur udara yang berterbangan. Bia melihat pada jalanan, matanya terpaku pada sebuah bekas ban mobil di tanah, tepat seminggu yang lalu, laki-laki itu datang ke rumahnya. Ia datang untuk melamarnya, kemudian dia tinggalkan karena rasa yang sudah tak sama seperti dulu. Lantas hari ini Satria tidak terlihat lagi wajahnya, padahal Bia sudah memantapkan hatinya bahwa dia akan menerima penuh lamaran laki-laki itu. Tetapi kini Bia malah kembali ragu untuk semuanya, pikirannya gundah, menari dalam pilihan yang sulit membuat pikirannya menjadi buntu dalam hal percintaan dirinya dan Satria. Larut dalam lamunan, Bia tersentak saat kursi bagian sampingnya bergoyang. Bia tersenyum pada Riska, adiknya yang ternyata duduk disana. "Kak." Bia tersenyum pada adiknya itu. "Aku kangen banget sama Kak Nunu. Kakak kangen nggak sama Kak Nunu?" Bia menundukkan kepalanya. Dia lalu tertawa kecil kemudian menatap pada Riska. "Iya. Kakak juga kangen. Nggak terasa ya udah seminggu ini dia pergi." "Kak Nunu nggak pergi selamanya kok Kak." ucap Riska memberikan semangat. Bia lantas menganggukkan kepalanya. "Kak Bia sayang sama Kak Nunu?" "Iya, aku sayang." angguk Bia. Riska tersenyum lebar. Dia lalu semakin mendekatkan badannya pada Bia. "Kak." "Iya." "Kak Nunu pernah loh liat isi album punya kakak." "Album. Album apa?" "Itu loh, album foto Kak Bia, waktu Kak Bia masih bayi, terus udah masuk balita, sekolah, terus sampai sebesar ini." ucap Riska. Kemudian dia tersenyum lebar pada Bia. "Album itu. Kok bisa sih Nunu tau itu album aku? Riska kamu.." Bia menghembuskan napasnya, Riska tersenyum dan menggabungkan kedua tangannya berharap Bia mau memaafkannya. Karena sudah diam-diam mengambil album itu dan memberikannya kepada Nunu. "Maaf ya Kak. Soalnya aku senang banget kakak deket sama Kak Nunu, daripada sama Kak Satria, Kak Satria itu tidak jelas dan sering buat kakak nangis. Tapi kalau Kak Nunu dia mau main sama aku sama Nur, Kak Satria tidak pernah mau, pas diajak aja udah nolak." cemberut Riska. "Kamu nggak boleh gitu dek. Bentar lagi kan kakak mau nikah sama Satria, dan dia bakal jadi kakak ipar kamu." "Ya ampun Kak. Jadi kakak terima lamaran Kak Satria?" "Iya dek. Kenapa?" "Kak Bia. Sebenarnya aku tuh nggak suka sama Kak Satria itu, muka aja ganteng tapi suka selingkuh." "Astaghfirullah dek. Nggak boleh ngomong gitu." "Hum, maaf Kak." Bia tersenyum menggelengkan kepalanya menatap Riska yang memejamkan matanya melihat ke atas. "Kamu kok bisa ngomong gitu sih. Kamu kan nggak tahu faktanya gimana, jangan asal nuduh dek. Nggak baik." "Iya Kak. Maaf. Aku tahu dari Kak Nunu. Soalnya Kak Nunu cerita sama aku, kalau Kak Satria itu nggak sepenuhnya serius sama kakak, dia cuman manfaatin kakak buat deket sama sahabat kakak itu, siapa sih namanya, kalau nggak salah Kak Sanah." "Hum. Terus kamu percaya gitu aja, kamu kok jadi kayak Nunu, bisa menyimpulkan semua dengan semaunya." "Bukan gitu kak." "Dek. Ini hidup kakak, kebahagiaan kakak. Kakak udah lama pacaran sama Satria, kakak tahu bagaimana dia dan gimana sifatnya, dia seperti apa, bagaimana dia. Nunu itu nggak tahu siapa Satria, dia cemburu makanya bilang kayak gitu. Kakak udah bilang sama kamu, jangan beda-bedain Satria sama Nunu. Karena mereka beda, Satria bertanggung jawab sama perusahaan dia, dia sibuk kerja, buat masa depan dia. Dan terbukti kan kalau bener kalau Satria itu serius sama kakak, kamu liat kan dia datang ke rumah untuk yang kedua kalinya dan ketemu sama Bapak sama Mamak, dengan niat dia melamar kakak." ucap Bia dengan penuh menatap pada adiknya itu. Riska menutup mulutnya, dia lantas memegang tangan Bia dan mengusapnya. "Maafkan aku ya Kak. Aku nggak akan kayak gitu lagi. Aku percaya Kak Bia itu bisa menentukan siapa yang bisa bikin bahagia kakak. Dan aku akan dukung terus keputusan Kak Bia. Aku sayang sama kakak, dan aku nggak mau liat kakak sedih terus, melamun, dan diam seperti ini. Aku rindu kakak yang dulu, saat masih ada Kak Nunu, Kak Bia selalu tersenyum, tertawa, dan juga kak Bia keliatan bahagia banget." ujar Riska dengan senyumnya membayangkan. "Iya dek. Kamu sudah tahu siapa yang lebih bisa bikin bahagia kakak, kakak menerima lamaran Satria dan akan menikah dengannya, mempunyai anak lalu hidup bahagia." senyum Bia dengan sungguh indah. Riska pun ikut menerbitkan senyumnya ketika melihat wajah Bia yang memerah. Memang sepertinya Bia lebih berbahagia bersama Satria, walau selalu ada kata menunggu dan terlambat, namun Bia selalu bertahan di samping laki-laki itu. Sampai Bia melupakan bahwa Nunu juga berada disampingnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN