Part 15 Takdir Yang Lucu

1139 Kata
Suara langkah kaki mengawali sebuah pagi, suasana yang cukup terik dan menyengat untuk mengawali pagi. Kedua pasang kakinya berjalan menapak pada jalanan aspal yang juga turut merasakan panasnya terik. Kemudian kepalanya menunduk, ia menyipitkan matanya mengintip di sela-sela kaca mobil hitam yang terparkir dijalan dekatnya. Tangannya mengetuk kaca mobil itu dan sesaat lantas terbuka dan terlihat seorang laki-laki dengan pakaian formal tersenyum menatapnya. "Sudah lama nungguin. Maaf, gua tadi udah mau sampai tapi balik lagi karena ada yang ketinggalan." "Nggak apa-apa, santai aja. Baru aja gua sampai. Yaudah naik, keburu macet jalanan nanti lama sampai disana." "Iya." Mobil hitam itu kemudian melaju melewati jalanan aspal, yang terlihat masih senggang karena tidak banyak kendaraan yang lewat pada pagi hari dijalan itu. Dalam perjalanan mereka, seorang laki-laki yang duduk di kursi kemudi itu menoleh pada laki-laki yang duduk disampingnya. "Lo udah siap nih? Lahir batin mau kesana." lalu laki-laki di sampingnya itu tersenyum menganggukkan kepalanya. "Udah siap gua." "Beneran lo. Jangan maksa orang kalau tuh perempuan memang nggak suka sama lo." Nunu tersenyum menganggukkan kepalanya. "Nggak kok kak. Ini yang terakhir gua nemuin dia dan terakhir bilang soal perasaan gua, diterima atau ditolak itu urusan belakangan yang penting gua udah bilang." "Nunu.. sudah kesekian kali lo ditolak, kenapa nggak mundur aja. Dia juga sudah punya pacar, dan mereka saling mencintai. Lo itu kayak orang ketiga tau nggak, masuk di tengah-tengah hubungan orang." "Kak Noval kan tau sendiri kak. Gua nggak bisa hilangkan perasaan gua buat dia, gua cinta sama dia tulus. Dan cinta gua berbeda sama cinta pacarnya dia itu." Noval terkekeh, mengangguk. "Iya-iya. Gua dukung perjuangan lo. Jangan lupa berdoa ya, haha." Nunu tertawa menggelengkan kepalanya. Mobil mereka melaju cepat membelah jalanan besar, hingga kemudian masuk ke dalam jalanan berbatu dan penuh lubang. Nunu tersenyum, rasa rindunya sebentar lagi akan terbayar, setelah menatap kembali desa yang pernah memberinya sebuah arti sesungguhnya bukan sekedar pandang sekejap. Nunu turun dari dalam mobil, kemudian disusul oleh Noval. Kedua laki-laki itu melihat sebuah rumah yang sederhana namun mewah. Nunu, ia masih tersenyum dan lagi kedua matanya menatap rumah tersebut. Banyak kenangan tersimpan, banyak memori tentang duka dan suka. Tidak terukir lagi dengan pena hias namun akan dilukis dengan abstrak penuh arti. "Ini rumahnya?" tanya Noval yang dibalas anggukan oleh Nunu. "Yaudah kalau gitu kita langsung saja." Nunu menarik napasnya dan menghembuskan nya pelan. Dengan memantapkan penuh jiwanya, Nunu berjalan menuju rumah tersebut. Semakin mendekatinya jantung Nunu berdetak menjadi semakin cepat. Nunu menahan gemetar badannya, membasahi bibirnya karena kegugupan. Nunu memejamkan matanya saat sudah berada didepan pintu rumah tersebut. "Bismillah dulu.." ucap Noval. Nunu tersenyum, membaca bismillah kemudian mengangkat tangannya hendak mengetuk pintu. "Haha, sayang, kotor tahu. Nih liat." Nunu menarik kembali tangannya, ia mendengar suara khas yang lama ini dia rindukan. Suara perempuan yang sudah lama ini dia ingin dengar secara nyata, bukan hanya lewat rekaman handphonenya yang dia ambil secara diam-diam tapi juga lewat pita suara nyata. Nunu segera membalikkan badannya, tubuhnya terdiam kaku menatap lurus ke depan. Perempuan yang dia rindukan, sedang bertukar canda dengan kekasihnya. Nunu masih menatap kepada Bia dan Satria yang tengah tertawa dan saling menatap genggaman tangan mereka. "Nunu.." Ucapan Noval tertahan saat Nunu mengangkat tangannya dan mengangguk. Dia masih ingin menyaksikan dan melihat drama tersebut entah sampai kapan atau mungkin sampai Bia menyadari kehadirannya. "Sayang." terdengar suara Satria yang memanggil Bia. "Hum?" sahut Bia. Kedua pasangan itu saling tatap dan tersenyum. Tiba-tiba Satria menarik pinggang Bia dan merebahkan kepala perempuan itu pada d**a bidangnya yang tertutupi baju kaos hitam. "Akhirnya yah, impian kita sudah tercapai. Aku senang banget, kamu senang nggak, udah jadi Ibu Wardhana? Hehe." kekeh Satria diakhir tanyanya. Bia mengedipkan matanya. Perempuan itu bingung mau menjawab apa. Tapi memang kenyataannya begitu, dia dan Satria kini sudah terikat jadi mau dikatakan apa apalagi, kalau Satria memang jodoh Bia. Lalu Nunu dan Bia tidak akan pernah bersatu. "Sayang?" "Iya Nunu, ohhh. Iya apa sayang?" Bia meneguk ludahnya melihat tatapan Satria yang seperti meredup menatapnya kini. "Nunu? Itu maksud kamu siapa, Nunu? Kamu suka sama dia, cinta sama dia." tanya Satria dengan sedikit meninggikan suaranya. Bia menggelengkan kepalanya dan bersamaan pelukan antara keduanya pun terlepas. "Aku, nggak sengaja Satria." "Nggak sengaja apa. Aku udah perhatiin ya kamu akhir-akhir ini sering ngelamun, ternyata kamu mikirin dia kan. Kamu nggak fokus, padahal ini yang kamu mau dari dulu, kita nikah tapi kamu kayak gini. Mending batalin saja udah pernikahan kita, kita cari kebahagiaan kita masing-masing." "Maksudmu apa Satria? Kamu putusin aku." Bia menggelengkan kepalanya, matanya sudah berkaca-kaca dan siap menumpahkan air matanya itu. "Aku nggak putusin kamu. Kita tetap menikah tapi aku nggak mau, kamu deket-deket sama dia lagi." Bia mengernyitkan dahinya, lalu mengikuti arah tunjuk Satria. Bia tersentak kaget, menutup mulutnya, Bia mengedipkan berulang kali matanya untuk menahan lajunya kini aliran air matanya itu yang sudah tidak bisa ia tahan. Bia lalu kembali melihat sosok yang berdiri di depannya, menatap tubuhnya hingga terlihat wajahnya yang selalu tersenyum di dekatnya, sosok yang selalu menjadi angan di angan mimpinya, menjadi sebuah kenangan yang terselip di celah pikirannya. Bia merindukan sosok tersebut, sungguh. "Nunu.." ucap Bia lemah. Hatinya menjadi hangat sesaat setelah menatap wajah laki-laki itu. Terlihat Nunu tersenyum menatap Bia, dia tahu dibalik tatapan perempuan itu, sangat ketara sedang menahan rindunya. Nunu pun juga rindu, ingin dia segera berlari dan menarik tangan Bia membawanya lari ke sungai, dan mereka merenungi semua ini dengan sebuah lagu dan dekapan erat. Bia masih menatap Nunu, dan Satria di sampingnya memalingkan wajahnya lalu mendengus kasar. "Ngapain kamu kembali kesini?" tanya Satria, membuyarkan semua rindu Bia dan Nunu. Membuat Noval yang berada disebelah Nunu juga ikut mengernyit. Nunu memejamkan matanya. Beralih memandang wajah Satria, yang sebenarnya dia tidak ingin menatapnya tapi Nunu harus menyelesaikan semua ini agar semuanya terlihat jelas dan ia bisa langsung memilih antara mundur dan bertahan. "Gua kembali nggak ada urusannya sama lo, gua mau ketemu sama Bia." "Buat apa? Udah ada saya yang jaga dia, kamu mending kembali dan jangan mendekati Bia lagi. Kami akan menikah, dan jangan rusak pernikahan kami itu jika kamu benar-benar seorang laki-laki." "Oh iya, tapi kok gua nggak yakin Bia mau menikah sama lo, bahkan gua lebih yakin dia lebih bahagia sama gua daripada sama tukang selingkuh." Nunu tersenyum lebar dengan wajah mengejeknya. Satria mengepalkan tangannya, lalu dia tersenyum tipis. "Haha. Kamu mau ambil dia, silahkan saja. Kalau kamu mau ambil Bia, ambil. Sekarang sudah nggak berguna buat saya." Bia terkejut melihat pada Satria, baru kali ini dia mendengar ucapan serendah itu. "Kamu bilang apa?" kini Bia mulai terbawa suasana. Tangannya mengepal menatap Satria. Satria menoleh kepada Bia dan tersenyum penuh. "Kamu suka kan sama Nunu, cinta kan. Kalau begitu kalian bersama saja, saya nggak apa-apa." "Apa maksud kamu Satria?" "Iya, aku mau kita putus, dan batalkan saja mimpi pernikahan kita." "Satria.." Bia terkejut seketika sebuah tangan berada di hadapannya dan langsung melayang pada wajah Satria. "Nunu..!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN