Bab 16 – Ingin Membuat Taruhan (1/2)
Dia sudah ada disini? Para tamu memang mulai memasuki istana hari ini. Saya secara fisik telah menyambut semua kedatangan. Sulit untuk menentukan satu dari sekian banyak nya tamu. Ada Grand Duke Chrome dan istrinya, Grand Duke Lilteang, Kanselir dan keluarganya dari Kerajaan Utara, anak-anak Duchess Cranthia dari Samoneau, Pangeran Heinley dari Kerajaan Barat, Kaisar Sirim dari Blue Bohean.
Masalahnya adalah mereka tidak datang berdua atau bertiga. Hanya Grand Duke Chrome dan istrinya yang datang berdua, ada juga para kesatria dan para pelayan mereka. Bahkan belum lagi ditambah dengan segala pengawalan yang semua jumlahnya bisa di gandakan. Saya tidak tahu apakah surat ini berasal dari seorang wanita atau pria? Apakah mereka muda atau tua? Atau apa status mereka? Hampir tidak mungkin menentukan dengan tepat siapa pemilik Queen.
-Saya tidak tahu siapa Anda.-
Saya menulis lebih singkat. Tapi setelah di pikir-pikir, saya akan meninggalkan sebuah pertanyaan lagi di akhir,
-Apakah kamu tahu siapa saya?-
Saya yakin orang asing ini tidak mengetahui siapa saya sebenarnya. Saya adalah salah satu dari sekian banyaknya orang yang tinggal di istana. Segera setelah saya selesai menulis balasan, Queen melompat ke sisi saya.
“Burung ini cukup pintar, Yang Mulia.”
“Bahkan saat membersihkan bulunya, dia tampak mencoba melakukan kontak mata dengan Anda.”
Para wanita dayang tertawa ketika Queen menundukkan kepalanya ke arah saya.
Permaisuri : “Betulkah demikian?”
Saya membelai kepala burung itu dan dia membuat suara senang bahkan setengah menutup matanya. Saya menggulung catatan itu dan mengikatnya di kaki Queen. Dia mengepakkan sayapnya dan mendarat di tempat tidur dengan tarian kecil sebelum akhirnya melompat keluar jendela.
Memang burung yang cukup pintar. Pemiliknya sendiri harus cukup pintar untuk melatih burung seperti itu. Orang macam apa dia? Seorang wanita muda seusia saya kah? Atau seorang wanita tua yang elegan? Bangsawan kah dia? Atau seorang kesatria yang tidak tahu apa-apa selain pedangnya?
“Apakah Anda menyukai burung, Yang Mulia?” Countess Eliza datang ke sisi saya ketika saya menatap diam-diam keluar jendela.
“Iya, saya pikir mereka cantik.”
Burung itu sungguh luar biasa, orang yang memiliki burung itu pasti jauh luar biasanya dia. Countess Eliza tersenyum dan berbicara dengan nada setengah membesarkan hati.
“Lalu mengapa Anda tidak memelihara satu atau dua burung dari spesies yang sama atau mungkin dari spesies lain?”
Saya tersenyum seraya menjawab,
“Oh ya? Sungguh luar biasa jika saya memelihara mereka sejak kecil.”
“Ayo milikilah mereka!” Countess Eliza memberikan nada persetujuan. Tentu saja itu menggoda saya, tetapi saya memikirkan sejenak dan menggelengkan kepala.
“Tidak. Melihat satu terasa berbeda jika membesarkan satu.”
Queen sangat cerdas karena pelatihan dari tuan nya. Tidak jelas apakah saya menyukai semua jenis burung atau hanya Queen satu-satunya? Jika saya memiliki binatang, saya akan memastikan komitmen saya untuk memeliharanya hingga akhir.
Permaisuri : “Saya belum melihat Viscountess Verdi sejak kemarin.”
Countess Eliza : “Dia harus bergegas kembali ke kampung halamannya.”
Permaisuri : “Apakah ada masalah lagi?”
Para wanita dayang-dayang saya saling melirik. Tidak seperti yang lain, Viscountess Verdi tidak punya rumah mewah di ibukota, dan dia sering kembali ke kampung halamannya karena masalah keluarga. Dan kabar yang selalu di terima nya bukanlah kabar yang menyenangkan.
“Aku dengar putra nya berjudi diluar negri.”
“Dan viscount bersama seorang wanita biasa yang sudah menikah. Dan suami dari wanita itu sekarang menuntut.”
Banyak bangsawan yang seperti ini. Putra dari Viscountess Verdi memang memiliki masalah perjudian dan suaminya pula memiliki masalah dengan wanita lain. Viscountess Verdi tentu saja di bebani dengan berbagai macam kesulitan. Saya khawatir, tetapi saya tidak bisa ikut campur tanpa dia bertanya terlebih dahulu pada saya. Pertimbangan yang saya lakukan padanya pasti akan menyentuh harga dirinya. Dan bahkan jika dia meminta bantuan saya, itu bukanlah sesuatu yang bisa saya selesaikan dengan mudah.
Permaisuri : “Semua orang memiliki masalahnya masing-masing.”
Saya menghela nafas dan menutup jendela yang terbuka lebar.
***
Keesokan harinya lebih banyak tamu yang tiba di istana, di mulai dengan kedatangan Putri Kerajaan Selatan di pagi hari. Waktu berlalu begitu cepat ketika saya bertukar salam dengannya dan keamanannya segera di atasi. Mungkin karena hujan, tetapi hari ini memang terasa lebih sibuk dari biasanya.
Sampai akhirnya saya beristirahat di malam hari, saya menemukan Queen duduk di bingkai jendela. Dia menunggu saya dengan keadaan yang menyedihkan. Saya membuka jendela dan dengan segera dia merangkak ke dalam ruangan, keadaan nya basah kuyup dan juga gemetaran.
“Ya ampun! Tuan mu mengirim mu saat keadaan hujan?” Saya berteriak tidak percaya.
“Kamu gemetaran, saya yakin kamu pasti mengirimkan pesan darurat. Apakah begitu?” Dengan cepat saya langsung berkonsentrasi membungkus Queen dengan handuk lembut dan mengeringkan tubuhnya. Queen ragu-ragu sejenak, tetapi dia mulai tertidur di tangan saya. Saya menggosok-gosokkan handuk di tubuhnya sampai bulu-bulu nya benar-benar kering dan dengan hati-hati menarik catatan dari kakinya. Tulisan tangannya sedikit tercoreng oleh air hujan tapi yang tertulis masih bisa di baca,
-Kalau begitu bagaimana kalau kita bertaruh? Orang yang menemukannya terlebih dahulu, dia lah pemenangnya.-
Tunggu, apa yang saya tulis sebelumnya? Ah ya... Saya bertanya pada si pengirim tentang identitasnya. Dan sekarang dia ingin kita bertaruh. Saya pergi ke meja dan menuliskan balasan,
-Apa yang akan Anda pertaruhkan jika menang?-
Setelah saya selesai, saya melihat Queen dan dengan segera mengalihkan pandangan keluar jendela. Hujan masih deras menghantam kaca dan ini sudah berlangsung selama berjam-jam. Jika saya mengirimnya keluar sekarang, bukan kah dia akan basah lagi dan masuk angin? Queen menatap saya alih-alih bermain dengan handuk di sampingnya. Saya meletakkan pena dan dia memiringkan kepalanya. Lalu terbang ke meja saya, mungkin dia mengira saya akan menyelipkan catatan balasan di kakinya.
“Tidak, Queen.”
Burung itu kembali memiringkan kepalanya. Mencoba mencerna maksud kata saya.
“Sekarang keadaan diluar masih hujan deras. Jika saya mengirim mu keluar, kamu bisa masuk angin.”
Queen ragu-ragu seolah-olah dia seperti mengerti maksud dari kalimat saya. Dan saya menariknya ke dalam pelukan sambil menepuk-nepuk pelan kepalanya.
“Kamu bisa tidur dengan saya malam ini. Dan pergi saat hujan berhenti.”
Kalau di pikir-pikir, Queen adalah burung jantan. Apakah burung jantan mempertimbangkan jenis kelamin manusia? Apakah dia sepintar itu? Lalu kenapa dia tiba-tiba diam membeku?
***
Saya mandi dan mengenakan gaun tidur. Ketika saya kembali ke kamar, saya menemukan Queen sedang tidur berbaring di ranjang. Saya membuat bantal terpisah agar dia bisa tidur di sebelah saya, tetapi kenyataan nya dia malah telentang. Saya terdiam, dia nampak lucu. Bisakah seekor burung tidur dengan telentang seperti itu?
Ketika saya semakin mendekatinya, saya semakin terpesona. Melihatnya bernafas dengan paruhnya yang sedikit terbuka, dia bahkan tidak terbangun ketika saya menyentuhnya dengan perlahan. Jadi saya ikut berbaring di sebelahnya. Saya terdiam dan merasakan kehangatan di pundak saya. Mungkin karena suhu tubuh Queen tinggi walaupun agak jauh, tapi itu cukup bisa menghangatkan saya.
Sesaat saya menatapnya dengan heran, Queen membuka matanya, Ketika saya melihat ungu irisnya, entah bagaimana saya teringat tentang Pangeran Heinley. Ah, kalau dipikir-pikir Pangeran Heinley juga memiliki tatapan mata seperti elang. Saya mengulurkan tangan dan mengusap pipi burung itu. Matanya yang tajam berkilauan menatap saya.
“Kamu sangat cantik, Queen.” Saya berbicara dengan bisikan lembut dan burung itu merentangkan tubuhnya dari ujung sayap kaki. Lalu menutupi lengan saya dengan sayapnya. Dia seperti sedang memeluk saya.
“Selamat malam, Queen. Saya harap kamu mimpi indah.” Saya mulai memejamkan mata.