Bab 17 – Ingin Membuat Taruhan (2/2)
Saya terbangun di keesokan paginya dan melihat Queen sudah tiada di samping saya. Jendela itu sedikit terbuka, seolah-olah dia membiarkan dirinya keluar. ‘Burung yang cerdas’ pikirku. Yang lebih mengesankan nya lagi, dia ingat untuk mengambil catatan balasan dari meja saya.
“Countess Eliza, apakah Anda membereskan kertas di meja saya?” Saya bertanya pada Countess Eliza hanya untuk memastikan.
“Tidak, Yang Mulia. Apakah ada yang hilang?”
“Ya, sebuah kertas catatan. Tapi saya pikir Queen yang mengambilnya.”
Countess Eliza juga sangat terkesan ketika saya menceritakan tentang Queen tadi malam. Saya sibuk memikirkan taruhan ketika saya berjalan ke istana pusat. Queen cukup cerdas, jadi pemiliknya pasti lebih cerdas. Mungkin kah dia adalah Kaisar Sirim dari Blue Bohean? Saya dengar dia cukup pintar. Selain itu, karena Blue Bohean adalah negara maritim, mereka jelas menggunakan burung kurir yang paling banyak di bandingkan negara lain.
“Wajah Anda terlihat lebih cerah, Yang Mulia.” Suara Countess Eliza membuyarkan lamunan saya.
“Begitukah?” Saya tersadar dan tersenyum.
“Iya. Saya khawatir suasana hati Anda yang gelap belakangan ini. Tetapi saya senang Perayaan Tahun Baru nampaknya menghibur Anda, Yang Mulia.”
Lebih tepatnya kehadiran Queen-lah yang telah mengangkat suasana hati saya, tetapi ada betulnya juga. Jika bukan karena Agenda Tahun Baru, Queen tidak akan pernah datang kepada saya, bukan? Kata-kata Countess Eliza benar pada akhirnya.
Saya mengerjakan surat-surat saya dengan senyuman dan segera setelah makan siang, saya kembali ke istana barat. Biasanya saya mengambil makanan saya di istana pusat, tetapi saya khawatir Queen akan menunggu saya di jendela kamar seperti semalam.
“Lagi?” Saya bergumam dan benar saja dugaan saya. Queen duduk diluar jendela sambil menunggu saya datang. Untungnya cuaca cerah diluar dan dia setengah tertidur dibawah sinar matahari, ya setidaknya dia tidak menggigil dalam hujan. Ketika saya membuka jendela, Queen dengan cepat langsung masuk ke dalam kamar saya. Dia terbang penuh semangat. Saya segera mengambil catatan di kakinya, lagi-lagi saya melihat tulisan tangan yang mulai saya kenali,
-Saya akan mempertaruhkan Queen.-
Saya memandangi Queen setelah membacanya. Burung itu mengedip-ngedipkan matanya sambil sesekali memiringkan kepalanya. Nampaknya dia tidak menyadari isi catatan itu.
“Tuan mu ingin mempertaruhkan mu, Queen.” Setelah saya mengatakan itu, Queen melompat dan mengepakkan sayapnya. Saya menarik Queen ke pelukan saya dan meletakkannya dipangkuan. Saya menatapi setiap bulu emasnya yang indah. Memikirkan bahan taruhan si pemilik burung ini, saya mungkin ingin memiliki Queen. Saya belum pernah melihat burung yang lucu, pintar, dan secantik dia. Tapi tak peduli apa yang orang lain katakan, yang terbaik adalah dia harus tetap bersama tuan nya. Akan sangat memilukan jika seandainya saya memenangkan taruhan dan Queen akan dilepaskan. Dan dia akan bersama saya. Tidak, itu bukanlah cara terbaik untuk menggambarkan nya. Queen akan di tinggalkan oleh tuan nya.
Saya tidak begitu senang dengan kompetisi. Tentu saja saya penasaran, tapi kekhawatiran lah yang menghentikan langkah saya. Alasan pemilik Queen dan saya bisa saling mengirim pesan adalah karena kami orang asing. Apakah kami dapat berbicara dengan cara yang akrab seperti ini setelah membongkar identitas masing-masing? Saya harus berhati-hati untuk menjaga martabat saya sebagai seorang permaisuri atau suasana kenyamanan ini akan menghilang.
Queen menepuk tangan saya ketika saya duduk terdam dalam lamunan, seolah-olah tidak sabar menunggu saya menulis balasan untuk tuan nya. Saya ragu-ragu sejenak dan menaruh Queen di atas meja. Mengambil selembar kertas dan pena lalu saya mulai menuliskan sebuah kebohongan,
-Petunjuknya, saya adalah seorang lelaki.-
Queen berjongkok dan mengepakkan sayap nya begitu dia melihat pesan yang saya tulis. Kedengaran nya dia seperti tertawa dan saya merasa malu walaupun dia hanya seekor burung. Saya mengusap pipinya dengan lembut.
“Apakah menurut mu menyenangkan jika saya berbohong kepada tuan mu?”
Saya senang karena Queen bersenang-senang. Tetapi di satu sisi saya merasa kasihan pada tuan nya Queen, tapi dia tidak akan menemukan saya jika saya menuliskan kebohongan seperti ini. Dengan begitu, kami tidak akan menemukan satu sama lain dan kami tetap bisa berteman akrab tanpa wajah seperti sekarang.
“Kamu juga suka ini kan, Queen?”
***
Itu adalah hari sebelum Perayaan Tahun Baru secara resmi di mulai. Saya menyambut kedatangan tamu terakhir dan memeriksa prosesi Tahun Baru, juga jamuan khusus untuk hari terakhir. Saya pergi ke istana barat lagi pada jam makan siang. Melihat apakah Queen berada di sana lagi untuk menunggu saya? Tetapi ternyata tidak membuahkan hasil. Sebaliknya, Viscountess Verdi yang telah lama pergi selama beberapa hari, kini kembali. Tapi dia masih terlihat sangat pucat dan tertekan. Walau demikian, dia masih bisa menyambut saya,
“Jika ini bukan suatu masalah bagi Anda, Yang Mulia. Aku...” Dia berpikir sejenak dengan hati-hati sebelum melanjutkan kalimatnya.
“Tidak apa-apa katakan saja pada saya.” Saya menenangkan nya.
“Bisakah saya meminjam sejumlah uang kepada Anda?”
Viscountess Verdi yang berwajah merah bahkan tidak bisa menjelaskan alasan dia membutuhkan uang tersebut.
“Sekitar 5000 krang.” Lanjutnya lagi.
Namun tanpa penjelasan yang spesifik pun, saya dan para wanita dayang lainnya tahu mungkin uang itu dibutuhkan untuk putra dan suaminya. Meskipun Viscountess Verdi telah pulang ke kampung halaman nya, itu tidak serta merta menarik keluarga nya keluar dari lumpur nestapa. Saya berjanji untuk meminjamkan sejumlah uang yang dia butuhkan tanpa berpikir lebih jauh. Dan dia berulang kali mengatakan bahwa dia akan mengembalikan uang yang dia pinjam dan sesegera mungkin meninggalkan ruangan dengan wajah malu.
“Aku lebih suka jika dia bercerai.” Laura belum menikah, dia lajang, jadi dia tidak punya banyak simpati terhadap permasalahan Viscountess Verdi.
“Itu sama saja seperti membuang tentara Lux.” Countess Eliza dengan sabar menjelaskan hal ini pada Laura, tetapi tetap saja nona muda ini belum mengerti.
“Tapi bahkan jika dia bercerai, bukan kah anaknya akan di anggap tidak sah?”
“Ya meskipun perceraian itu tidak akan terjadi sesegera mungkin, ada kemungkinan dia akan kehilangan hak waris. Itu sebabnya dia tetap bertahan, Laura.” Jelas Countess Eliza.
“Lalu? Jika si pembuat onar seperti dia menjadi pewaris, dia hanya akan berakhir dengan memeras habis harta keluarga nya.”
“Diam, Laura!” Countess Eliza melototi Laura.
“Kan aku hanya khawatir padanya.” Bibir Laura cemberut.
***
Viscountess Verdi telah kembali ke kampung halaman nya lagi, tetapi tidak semua orang bisa makan dengan nyaman. Segera setelah saya selesai makan siang, saya bergegas ke istana pusat. Menjelang akhir kerja saya, sesuatu telah terjadi ketika saya sedang istirahat.
“Yang Mulia..” Salah satu kesatria datang ke dalam kantor saya dan memberikan laporan yang tak terduga.
“Pangeran Heinley ingin bertemu dengan Anda.” Lanjutnya.
“Pangeran Heinley?” Saya menatap dengan bingung. Kenapa dia? Saya pergi keluar dan mendapatinya sedang menatap lukisan dinding dengan punggung yang menghadap ke saya.
Heinley : “Ah, Yang Mulia...”
Saya mendekatinya dan dia menoleh lalu membungkuk seperti kesatria lagi.
Heinley : “Ku harap aku tidak terlalu kasar dan tidak juga mengganggu Anda.”
Permaisuri : “Tidak juga. Apa yang bisa saya lakukan untuk Anda?”
Heinley : “Aku diberi tahu bahwa Anda akan selesai bekerja sekitar jam segini. Apakah Anda masih sibuk?”
Tunggu, apakah dia mengetahui jam kerja saya? Tapi dia benar, dan saya menjawab bahwa saya hampir selesai. Lalu dia pun menyeringai,
“Itu keren. Jika Anda tidak keberatan, bisakah Anda menunjukkan pada ku suasana istana? Aku ingin melihat-lihat tapi tempat ini sangat besar sehingga aku khawatir aku bisa tersesat.”
“Ah, kalau begitu nona-nona dayang yang....”
“Anda, Yang Mulia.” Suaranya memotong kalimat ku.
Maksud hati saya akan memberinya salah satu dari nona dayang untuk mengantarkan nya berkeliling. Tetapi dia malah meminta saya secara langsung.
Heinley : “Aku harap Queen yang melakukannya.”