Chapter 14

1093 Kata
Bab 14 – Dimana Queen? (1/2) Saya kembali ke istana barat setelah menyelesaikan seluruh pekerjaan saya, lalu memakai pakaian yang nyaman lebih cepat dari biasanya. Saya merasakan kepala saya berdenyut-denyut, mungkin karena perasaan yang terus saja mengganggu saya tanpa hentinya. Perlahan-lahan saya mulai mengerti kata-kata ibu saya, “Jangan terlibat dalam urusan kaisar dengan selirnya.” Tapi ibu, meskipun saya berusaha untuk tidak peduli, dia terus-terusan saja muncul di hadapan saya. “Countess Eliza.” Saya memanggilnya. “Ya, Yang Mulia?” “Tentang ibu saya.... Ah tidak. Tidak usah dipikirkan.” Saya menarik kata-kata saya yang sudah terlanjur keluar. “Anda ingin saya memanggil Duchess Troby?” Countess Eliza meyakinkan. “Tidak. Tidak usah. Bukan apa-apa. Saya akan menemuinya nanti di Hari Tahun Baru.” “Anda harus berkonsultasi dengan Duchess Troby jika Anda membutuhkannya, Yang Mulia.” Konseling mungkin akan menenangkan pikiran saya, tetapi jika saya berbicara dengan ibu, pasti pikirannya akan menjadi sulit nantinya. Dan saya merasa tak ingin membebaninya dengan permasalahan saya. Dia disana pasti sudah memikirkan saya sepanjang waktu. ‘Saya akan menyimpannya sendiri untuk saat ini. Saya bisa memberitahunya nanti. Ibu pasti sudah banyak mendengar tentang Rastha’ pikir saya. Permaisuri : “Ya, tidak apa-apa, Countess Eliza. Ngomong-ngomong, bagaimana dengan Laura? Apakah dia baik-baik saja?” Countess Eliza : “Iya. Dia ingin kembali ke istana sesegera mungkin.” Permaisuri : “Katakan padanya dia bisa kembali kapan pun dia mau. Lebih baik jika dia kembali sebelum agenda Tahun Baru. Dengan begitu orang-orang tidak akan banyak yang membicarakan dia.” “Baik, Yang Mulia.” Berbicara tentang Laura, itu membuat saya merindukan energinya yang cerah. Countess Eliza meninggalkan ruangan untuk sesaat, saya melepaskan pin perhiasan dari rambut saya dan meletakkannya di atas meja rias. Nampaknya saya akan tidur lebih awal hari ini. Jadi saya akan melewatkan makan malam. Lalu saya duduk di meja dan membuka buku catatan saya. Ada bunyi klik di pintu belakang saya, tetapi saya tidak berbalik dan mengira bahwa itu adalah Countess Eliza yang masuk. Namun kehadiran nya hanya berdiri di belakang saya. Hal seperti itu bukanlah yang akan dilakukan oleh countess. Ketika saya mencelupkan pena ke dalam wadah tinta, saya mengerutkan kening dan berbalik. “Yang Mulia?” Yang mengejutkan saya, itu adalah Sovieshu dan dia berdiri dibelakang saya. Sudah berapa lama sejak suami saya tidak datang ke istana barat? Alih-alih senang dengan kehadirannya, saya memandang nya dengan cemas. Itu pasti akan menjadi percakapan yang sulit lagi dengannya. Permaisuri : “Ada yang bisa saya bantu, Yang Mulia?” Kaisar : “Mengapa orang banyak berubah?” Tentu saja ini akan menjadi pertemuan yang tidak nyaman. Saya memiliki perasaan yang mengerikan sekarang dan bertanya-tanya apakah ini ada hubungannya dengan kedatangan Sovieshu dikamar saya? “Perubahan?” Saya mengulangi kata-katanya. “Aku mendengar tentang hal-hal buruk yang kamu katakan pada Rastha.” Rastha. Seorang wanita yang begitu polosnya. Tapi namanya dan kehadirannya menempel keras di kaki saya, jadi kemana pun saya pergi saya seolah selalu dibayang-bayangi olehnya. Permaisuri : “Apa yang ingin Anda katakan?” Kaisar : “Kamu bilang padanya bahwa aku akan memgambil selir lagi setelah dia.” Permaisuri : “Daripada berusaha bersikap ramah terhadap saya, saya hanya mengatakan padanya untuk bersikap ramah kepada selir lain ketika mereka datang.” Sovieshu menatap saya. Permaisuri : “Apakah saya mengatakan sesuatu yang salah?” Kaisar : “Dia berbicara tanpa niat jahat. Haruskah kamu bersikap begitu dingin dan sinis padanya?” Permaisuri : “Saya sudah berubah? Anda yang sebetulnya berubah.” Kaisar : “Permaisuri!” Dia meninggikan suaranya. Permaisuri : “Berapa kali saya harus mengulangi bahwa saya tidak ingin terlibat dengan Anda dan selir Anda? Namun itu tidak juga menghentikan saya dari mendengar hal-hal tentang dia. Jika Anda dan Nona Rastha membiarkan saya sendirian, saya tidak akan bersikap dingin dan sinis.” Kaisar : “Aku harus datang karena diperlukan! Jika kamu tidak mengatakan hal-hal konyol pada Rastha, tentu saja aku tidak akan datang kesini!” Saya ingin berteriak bukan karena kegembiraan tapi karena ingin mengucapkan sesuatu yang paling menyakiti bagi Sovieshu, “Apakah mantan kaisar dulu pernah berbicara tentang Countess Sophie kepada mantan permaisurinya?” Sovieshu mendadak pucat ketika saya mengangkat topik tentang kekasih mantan kaisar terdahulu. “Aku tidak tahu kalau kamu ternyata seorang tukang gosip.” Lalu dia menggerakkan tangannya disekitar ruangan. “Kamar ini penuh dengan perabot yang indah. Dan kamu juga bisa membeli apapun yang kamu inginkan. Tapi kamu bersikap kejam terhadap seseorang yang telah menjalani hidupnya dengan penuh penderitaan.” Lanjutnya. Mata Sovieshu dipenuhi dengan kekecewaan. “Dia juga telah menjadi subjek mu sebelum menjadi selir ku. Apakah kamu tidak merasa kasihan padanya?” Sovieshu menatap saya dengan tatapan tajamnya. “Iya.” Segera setelah saya menjawabnya, kaki saya menjadi lemah. Saya berpegangan pada meja rias untuk mencegah kaki saya terlipat kebawah dan jatuh, dan saat itulah Countess Eliza masuk. Melihat saya hampir terkulai, dia segera berlari ke arah saya dan memeluk tubuh saya. Dia mencoba menghibur saya. *** Rastha : “Betulkah kaisar marah dengan permaisuri karena Rastha?” Sheril : “Aku pikir begitu. Mereka terdengar saling berteriak.” Sheril tersenyum pahit dan Rastha menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. “Wow, kaisar sangat luar biasa...” Dia bahkan hampir tak pernah membayangkan adegan itu sebelumnya. Pelayan lainnya, Kisu, melanjutkan cerita, “Bukan hanya itu saja, tapi dia juga menyatakan hukuman yang keras kepada siapapun yang mengabarkan desas-desus palsu jika Anda adalah b.u.d.a.k yang melarikan diri.” “Kaisar benar-benar mencintai Anda, Nona Rastha.” Rastha tersipu malu dan dengan pelan dia menjawab, “Iya.” “Yah bagaimana mungkin orang tidak bisa jatuh cinta pada seseorang yang begitu cantik dan lugu?” Ujar Sheril. “Kaisar dan Nona Rastha seperti sepasang kekasih dalam cerita dongeng.” Lanjutnya. “Betul, ini benar-benar seperti kisah dongeng.” Kisu mengangguk setuju. Rastha menundukkan kepalanya dan menggoyang-goyangkan jari kakinya dengan malu-malu. “Rastha sangat bahagia akhir-akhir ini. Aku merasa seperti sedang bermimpi setiap hari.” Dia tidak siap ketika beberapa saat kemudian 3 orang pelayan memasuki ruangannya untuk memberikan kursi ayunan yang besar. Suasana hatinya makin cerah. “Apa ini?” Dia memandang benda itu dengan mata bulat berbinarnya. “Ini adalah hadiah dari kaisar untuk Nona Rastha. Dia mengatakan bahwa Anda bisa duduk disini tanpa harus pergi ke istana barat.” Tampak berbeda dengan kursi sarang milik permaisuri, perlengkapan dan dekorasi kursi ini semuanya terbuat dari permata, emas, dan juga perak. Bantalnya dan juga bonekanya terbuat dari bahan terbaik nan lembut surgawi. Rastha menangis tersedu-sedu dan bertukar pandang bahagia dengan kedua pelayannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN