BAB 10. Drama Korea

1089 Kata
Tangan kiri Anggara bertumpu pada sisi kulkas yang salah satu pintunya sudah terbuka. Sedangkan kedua bola matanya yang bewarna teduh seakan terus menghujam tepat ke arah bola mata Kaluna yang masih membulat sempurna. “O—Om … mau a—apa?” Berusaha keras Kaluna mengeluarkan suara yang seakan tercekat di tenggorokan. Anggara sempat melirik pada leher jenjang Kaluna yang sedang menelan salivanya dengan susah payah. Anggara memang pria si penebar pesona meskipun tanpa berniat melakukan itu. Dia tersenyum tipis dan seketika senyuman mautnya membuat Kaluna semakin salah tingkah. “Om jangan macam-macam, ya!” ancam Kaluna dengan suara bergetar. Sesungguhnya dia benar-benar takut, apalagi dia sedang berada di penthouse sebesar ini dan tidak ada seorangpun selain mereka berdua di sini. “Macam-macam apa?” Anggara memiringkan sedikit wajahnya. Gadis normal mana yang tidak meleyot ditatap setajam itu oleh seorang pria tinggi jelmaan aktor drama Korea begini. “I—itu Om mau apa? A—aku bisa karate loh!” Tentu saja Kaluna sedang berdusta. Seketika Kaluna menyesal karena menghabiskan waktu senggangnya selama ini dengan menonton drama Korea ketimbang ikut kelas karate. “Saya? Saya cuma mau ambil minum kok,” jawab Anggara dengan santai. Lalu tangan kirinya menggeser tubuh ramping Kaluna dengan lembut. Sehingga dia bisa dengan leluasa mengambil sebotol air mineral dingin dari dalam kulkas. “Kamu ngasih makan tapi nggak ngash minum,” lanjutnya lagi masih dengan nada datar. “Huffttt!” Kaluna langsung menghembuskan napasnya dengan lega. Dia mendelik pada punggung Anggara yang sudah semakin menjauh. Dengan napas masih sedikit tersengal sebagai sisa-sisa rasa panik tadi, Kaluna juga mengambil sebotol air mineral dingin dari dalam kulkas. Kemudian dia berjalan mengekor di belakang Anggara. Gadis itu melirik pada jam di pergelangan tangan, sudah hampir jam 4 sore. “Om!” “Hemm.” Anggara menjawab tanpa menoleh sedikitpun. Dia terus berjalan menuju ke kamar utama. Dan tanpa sadar Kaluna masih saja membuntutinya. “Kalau memang sudah nggak ada lagi tugas hari ini, aku mau pamit pulang nih.” Anggara tidak menjawab, dia terus saja berjalan sambil sibuk dengan handphone yang sedang dipegangnya. “Om! Ish!” Nada suara Kaluna semakin tinggi. “Hemm.” Lagi-lagi Anggara hanya menjawab sekenanya. Membuat Kaluna kesal bukan main. Kalau bukan karena ancaman pernikahan tidak masuk akal itu, pasti Kaluna sudah minggat saat ini juga. “Om ini senang banget sih bikin aku kesal! Aku mau pulang, Om!” rengek Kaluna dengan wajah memberengut. “Nanti,” jawab Anggara pelan. “Huffttt! Aku ini bukan pengangguran yang kerjaannya cuma nemenin om-om aneh kayak Om Angga ini ya!” Omelan Kaluna terhenti seketika saat dirinya ikut masuk ke kamar tidur utama di penthouse itu. “Wahhh!” desisnya takjub dengan desain interior kamar yang didominasi warna abu dan biru. Kamar itu begitu mewah dan memanjakan pandangan mata siapapun yang memasukinya. Bahkan aroma maskulin oceanic bercampur kayu bergamot langsung menyergap indera penciuman Kaluna. Membuat gadis itu merasa jatuh hati seketika dengan kamar milik Anggara ini. Anggara yang lima langkah di depannya terus berjalan hingga memasuki sebuah ruangan lagi yang didominasi warna putih dan coklat muda. Pria tinggi itu duduk pada sebuah sofa di depan lemari super besar. “Wahh ruangan apa lagi ini, Om?” “Walk in closet,” jawab Anggara. Lalu dengan tenang dia mulai membuka satu-persatu kancing kemejanya. Dengan sebelumnya menyampirkan jas kerja pada sebuah tongkat gantungan baju. “Ohhh walk … walk apa?” Ketika Kaluna menoleh pada Anggara seketika kedua bola matanya membelalak. “Arghhh!” teriaknya kencang sambil menutup kedua matanya dengan telapak tangan. Anggara tidak mempedulikan teriakan Kaluna sama sekali. Dia berdiri lalu sudah akan membuka celana panjangnya ketika Kaluna berteriak untuk kedua kali. “Stop, Om! Stop!” Tangan kanan Kaluna terulur ke depan. “Hemm nutup mata tapi ternyata ngintip juga,” gumam Anggara. “Om mau apa?! Pakai buka baju segala!” Kaluna menunjuk pada bagian atas tubuh Anggara yang sudah bertelanjang. d**a bidang dan perut sispack Anggara terpampang jelas di depan Kaluna. “Saya mau mandi.” “Dih! Kok mandi sih?” “Kenapa memangnya? Saya mau mandi sore. Suruh siapa kamu ikutin saya sampai kesini.” “Ih, ya ampun Om, bilang kek’ Om dari tadi kalau mau mandi.” “Iya nanti kalau kamu sudah jadi istri saya baru saya bilang-bilang kalau mau mandi.” Kaluna memutar kedua bola matanya dengan malas. “Sudah ah, capek ngomong sama Om Angga.” Lalu Kaluna pun berlalu dari sana. Berjalan keluar kamar. Anggara hanya mengedikkan kedua bahunya lalu berjalan masuk ke kamar mandi. Sambil menunggu Anggara mandi, Kaluna memilih untuk kembali berjalan-jalan menyusuri ruangan demi ruangan di dalam penthouse itu. Bagaikan sedang cuci mata saja, pandangan Kaluna dimanjakan oleh desain interior penthouse yang begitu mewah. “Wahh beruntung sekali nanti yang jadi istrinya Om Angga. Tinggal di rumah semewah ini, dengan semua fasilitas yang begitu lengkap,” gumam Kaluna sambil terus berjalan. Seringkali dia memegang dengan lembut perabotan yang menarik di matanya. Lalu pada satu ruangan yang cukup besar, terdapat banyak sekali foto-foto yang dipajang pada tembok maupun dengan frame di atas meja kayu panjang. Kaluna mengira ini adalah ruangan keluarga. Dilihatnya banyak foto kebersamaan Anggara dengan Bella. Kaluna tersenyum, ternyata Bella sangat dengan omnya, terbukti dari foto-foto itu banyak diambil saat mereka melakukan kegiatan bersama. Seperti saat sedang bermain di pantai atau mendaki gunung. Kaluna melirik ke sebuah sofa panjang dengan sandaran tinggi. Kemudian dia duduk di sana sambil bersandar dan merentangkan kedua tangan. “Hemm nyaman sekali duduk di sini,” gumamnya sambil tersenyum lebar. Kaluna menoleh ke arah tadi dia berjalan, masih belum terlihat Anggara dari sana. “Cowok kok mandinya lama banget,” gerutu Kaluna. Karena dia mulai merasa bosan, akhirnya Kaluna mengambil remote TV dari atas meja di depan sofa. Dia mencari-cari siaran yang seru, hingga akhirnya pilihan jatuh pada sebuah drama Korea. Sontak punggung Kaluna langsung tegak, sebab drama tersebut menampilkan aktor favoritnya. Juga ada aktris pendatang baru yang sudah pernah Kaluna lihat aktingnya pada serial sebelumnya. “Awas, Ji An! Hati-hati, jangan buka pintunya!” pekik Kaluna sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan. Kaluna menahan napasnya sebab dia takut sekali saat melihat Ji An kecil hanya tinggal sendirian di dalam rumah. Sementara handle pintu terlihat bergerak-gerak akan dibuka oleh seseorang dari luar. Ji An kecil terlihat berjalan mundur perlahan dengan sorot mata penuh rasa ketakutan. “Ya ampun, Ji An. Kasihan kamu. Hati-hati, Ji An.” Kaluna meremas kedua tangannya dan menempel pada mulutnya yang sudah siap akan berteriak kalau-kalau …. “Arrgghhh!” teriak Kaluna kencang saat sebuah tangan menyentuh pundaknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN