Chapter 10

1128 Kata
Bram tidak bisa berhenti tersenyum selama perjalanan hingga dirinya tiba di bandara I Gusti Ngurah Rai Bali. Ini terasa seperti dirinya tengah berlibur berdua bersama Vani. Mereka sudah seperti kekasih sungguhan. Meski keduanya selama perjalanan tidak terlalu saling banyak bicara namun bagi Bram, kebersamaan mereka saat ini sudah sangat cukup. "Makan dulu yuk," ajak Bram begitu mereka sudah berada di dalam mobil. "Nanti di hotel kita langsung makan," ujar Vani. "Kenapa nggak makan di tempat lain aja yang bukan di hotel?" tawar Bram. Mereka sudah berada di Bali dan bukankah sebaiknya memanfaatkan kesempatan ini untuk mengunjungi tempat-tempat yang menakjubkan? "Maaf ya, Bram. Aku setelah ini ada agenda jadi belum bisa makan kemana-mana selain di hotel." Bram pun menganggukkan kepalanya mengerti. "Oke. Santuy." Vani pun tersenyum kemudian ia mengalihkan pandangan dan fokus kepada ponselnya. --------------- "Halo, ganteng!" Angel langsung bersemangat begitu Elsa datang seraya menuntuk Rendra berjalan bersamanya. "Halo, Aunty Angel." Angel pun langsung menghampiri anak itu dan menggendongnya. Rendra pun tertawa melihat Angel.  "Anak lo makin ganteng aja, Sa. Gue jadi ngerasa ngeliat jodoh." "Astaga. Inget umur, Ngel! Udah ada si Panji jugaan." "Jadi pengen punya anak juga deh kalo sering liat Rendra kayak gini." Hari ini Angel sedang free sehingga ia memutuskan untuk berkunjung ke rumah sahabatnya, Elsa. Angel lantas mengecup pipi Rendra karena gemas. "Makanya minta Panji ngelamar." "Ya masak gue yang minta. Tunggu dulu lah. Dia juga belum buka bahasan serius." Elsa pun hanya tersenyum. "Gue jadi penasaran gimana rasanya dilamar." Angel yang tengah bercanda bersama Rendra pun langsung menoleh ke arah Elsa. Dirinya kemudian terkekeh. "Minta Devan ngelamar, deh." Ia jadi teringat akan dulu dengan sejarah pernikahan Devan dan Elsa. Bisa-bisanya sahabatnya itu menikah dengan Devan karena kesalahpahaman ketika KKN. Untungnya saat ini mereka baik-baik saja dan hidup bahagia serta saling mencintai.  "Tetep aja beda rasanya." Melihat wajah cemberut Elsa, Angel pun berusaha untuk menghiburnya. "Itu perut lo udah gede banget bentar lagi lahiran dong?" Elsa lantas menunduk dan langsung mengelus perutnya. Ia memang akan melahirkan dalam waktu dekat. Dokter memprediksi kemungkinan dalam waktu satu atau dua minggu lagi.  "Iya. Lo bentar lagi punya dua keponakan." "Cepet banget ya lo. Target mau punya anak berapa?" tanya Angel setengah meledek. Ketika Elsa ingin menjawab, suara dering telepon menginterupsi. Angel pun memeluk Rendra dengan satu tangannya dan satu tangannya lagi membuka tas untuk mengambil ponselnya. "Lah. Si Bambang ngapain video call." Elsa pun menatap ke arah ponsel Angel. "Angkat aja. Gabutnya lagi kumat mungkin." "Salah pencet pasti." Angel pun menolak panggilan tersebut dan meletakkan ponselnya di atas meja. Akan tetapi tidak lama kemudian dirinya kembali menerima panggilan video masuk tersebut. "Angkat aja deh, Ngel. Sebelum di spam." "Tau, deh. Suka nggak jelas jadi orang." Angel pun mengangkat panggilan video tersebut dan munculah wajah Bram yang tersenyum manis di seberang sana. "Apa?" tanya Angel ketus. "Lah, ada dede Rendra. Lagi di Elsa lo?" "Iya, dong. Ngapain si?" Elsa pun hanya terkekeh melihat keketusan Angel yang terlihat sangat terganggu dengan panggilan Bram. "Eh, seriusan lagi sama Elsa?" "Iya, tuh." Angel pun mengondisikan kamera belakangnya yang berfungsi untuk video call sehingga Bram dapat melihat Elsa. "Elsayang!" "Istri orang itu. Gila banget sih, lo!" "Ngel, tolong kasih HPnya ke Elsa dong. Gue mau ngomong sama dia." Angel pun menghela napasnya dan memberikan ponsel itu kepada Elsa. Ketika dirinya bangkit berdiri untuk mendekati Elsa, Rendra terlihat antusias. "Mau main terbang-terbangan ya?" tanya Angel seraya mengayunkan Rendra secara perlahan. Anak itu terkekeh dan terlihat gembira. "Sa. Gue pinjem anak lo." Angel pun melangkah keluar ruang tamu dan menuju taman. Elsa hanya tersenyum melihat Angel yang membawa Rendra keluar dengan begitu bersemangat. "Apa, Bram? Udah seneng di Bali?" tanyanya. --------- Bram terkekeh mendengar pertanyaan dari Elsa. Perempuan itu tahu bahwa dirinya tengah pergi bersama Vani saat ini. Akan tetapi Bram memintanya untuk merahasiakan dari siapa pun, termasuk Devan. "Si doi lagi meeting, dong. Jadi gue gabut nih. Tadinya mau gue ajakin jalan." "Yang sabar ya, Brambang." Bram pun tertawa mendengar ucapan Elsa. "Sa. Ntar kalo gue nikah, resepsinya di Bali aja kali ya?" Elsa pun memutar bola matanya. "Nyari calonnya aja dulu. Baru mikirin resepsi." "Lah udah ada gini terpampang jelas. Nanti siap-siap kita jadi saudara ipar ya. Lo harus sopan sama gue karena gue jadi kakak ipar lo nanti." "Emang selama ini gue kurang sopan gimana, Brambang?" "Ya, pokoknya lo harus menjadi lebih baik lagi sikapnya ke gue." "Iya deh, iya. Lo kenapa malah video call Angel, Bram? Segabut itukah?" "Iya nih." Bram bangkit dari posisi rebahannya dan kemudian melangkah keluar kamar. "Gue ke kolam berenang aja kali ya. View-nya lumayan bagus kalo disana." Bram mulai melangkah menuju lift dan menuju lantai dimana kolam berenang berada. Ia berada di hotel milik keluarga Vani saat ini dan view di tempat ini benar-benar sangat menakjubkan. "Kemana, Bram?" "Mau pamer view disini," ujar Bram seraya melangkah keluar lift. "Waw," ujar Bram pada dirinya sendiri karena merasa takjub atas pemandangan yang dilihatnya. "Bali emang indah, ya?" "Sa. Maaf deh nggak tau kenapa ini Rendra malah nangis." Bram dapat mendengar suara Angel disusul oleh suara tangisan Rendra. "Tanggung jawab lo, Ngel. Udah bikin anak orang nangis," ucap Bram. "Gue ngurus anak dulu, Bram" Bram dapat melihat sepertinya ponselnya Angel diberikan kepada pemiliknya. "Lo ngapain deh, Bram?" Bram pun tersenyum setelah melihat wajah Angel. "Liat deh." Bram pun mengaktifkan kamera belakangnya sehingga view yang membuatnya kagum bisa dilihat oleh Angel. "Lo harus kesini pokoknya." "Bayarin! Pokoknya gaji gue harus naik dan lo ngasih bonus trip ke Bali." "Oke, sayang. Nanti kita kesini berdua. Kalo lo ngeliat semua ini pasti seneng lo." "Ditunggu janji lo!" "Iya sayang, iya."   Vani pun menghentikan langkahnya ketika mendengar pembicaraan Bram dengan seseorang di telepon tanpa sengaja. Tadinya ia ingin menghampiri Bram karena melihatnya berada disini. Meeting-nya telah selesai dan ia merasa tidak enak karena meninggalkan Bram sendirian padahal dirinya yang mengajak lelaki itu kemari. Vani ingin mengajak lelaki itu berkeliling di hotelnya sebagai bentuk permintaan maaf karena meninggalkannya begitu saja setelah tiba di hotel. Bahkan dirinya tidak makan bersama lelaki itu. Akan tetapi sepertinya Bram tidak sepenuhnya sendirian. Lelaki itu tampak asik berbincang dengan seseorang di ponsel. Vani pun kemudian membalikkan tubuhnya dan meninggalkan tempat tersebut. "Suara buaya nyaring banget yah, Bund." Bram pun hanya terkekeh. "Mau oleh-oleh apa lo dari Bali?" "Ngga ada. Nggak perlu. Pokoknya naik gaji!" "Baru juga toko offline-buka. Tunggu income naik dulu. Kalo penjualan bagus, nanti gaji lo naik deh." "Oke, beneran yah! Gue mau liburan sama cowok gue." "Idih. Ya minta traktir lah. Cowok gaji gede gitu. Supir pesawat, kan?" "Pokoknya gaji gue wajib naik." "Minta mas pilot aja, Ngel." "Apaan sih, Bambang!" "Minta dinikahin sekalian. Biar cowok komit. Ntar malah selingkuh sama pramugari lagi." "Omongan lo, Bram! Lo mau gue santet?" "Adudu, takut. Santet dengan cinta dong, Bund."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN