Sesuai saran Tante Ratih, aku meminta izin kepada papa dan mama sebelum berangkat ke Almaas. Namun, seperti yang aku duga. Mereka masih marah besar padaku. Mama tidak mau mengangkat telepon dariku. Sedangkan papa hanya menanggapi dengan dingin. "Hati-hati." Hanya itu yang papa ucapkan setelah aku meminta izin. "Pa, Sinta tahu, Papa sangat mencintai Mama. Namun, Sinta harap, Papa mau mendengarkan permintaan maaf Sinta. Ini hanya berjaga-jaga, takut Sinta kecelakaan pesawat terus meninggal," kataku memelas. Berharap papa akan tergerak hatinya. "Sinta! Jangan ngomong sembarangan kamu!" bentak Papa panik. "Kamu bikin Papa takut!" Beliau tampak benar-benar khawatir. "Habisnya, Papa kayak gitu, sih!" Aku pura-pura merajuk. Ketika aku mulai merasa sedikit bosan dengan kelakuan orangtuaku yang