Anya Hamil

1020 Kata
"Dok, katakan dengan jujur, apa yang terjadi padaku?" tanya Reina saat Dokter memeriksanya. "Apa suami Ibu tidak memberi tahu yang sebenarnya?" Dokter itu balik bertanya. "Tidak Dok, katakan saja yang sebenarnya. Saya baik baik saja kok," bohong Reina. Dokter itu menghela nafas kasar, sesungguhnya, dia sendiri tidak tega mengatakan hal yang sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi, pasiennya sendiri yang meminta. "Begini Bu, sebelumnya, kami mohon maaf, kami terpaksa mengambil janin yang ada dalam rahim Ibu, demi keselamatan jiwa Ibu," terang Dokter itu. "Apa suami saya mengetahuinya Dok?" tanya Reina. "Justru suami Ibulah, yang menyuruh kami untuk melakukannya. Kalau Ibu tidak percaya, Ibu boleh melihat surat pernyataan dari suami Ibu," jawab Dokter itu. "Tidak perlu Dok, suami saya benar, semua demi kebaikan saya," ujar Reina dengan tatapan kosong. Sepeninggal Dokter dan juga perawat, Reina pun menutupi wajahnya dengan bantal. Bahunya bergetar hebat, menandakan dia sedang menangis. "Kamu jahat Mas, setelah berselingkuh dariku, kamu juga menggugurkan bayiku. Ingat Mas, akan aku balas perbuatan kamu, hiks hiks," racaunya. Tiga hari berada di rumah sakit, keadaan Reina sudah lebih baik. Semua barang barangnya yang ada di rumah Adi sudah dikirim oleh lelaki itu melalui kurir. Tiga bulan kemudian, setelah akta cerainya keluar, Reina sudah memantapkan hatinya. Dia akan pergi mencari pekerjaan di Korea, dia tidak ingin lagi menginjakkan kakinya di negara yang telah membuatnya sakit hati ini. Reina sudah berada di atas pesawat. Tiba tiba datang seorang lelaki yang setengah berlari mencari kursinya. "Maaf Nona, permisi, itu tempat saya," ujarnya. Reina tidak menoleh. Dia hanya bilang, "kita tukeran tempat duduk, aku lagi ingin melihat langit." Lelaki itu pun mengalah, dia paham, sepertinya wanita di sebelahnya ini sedang galau. Dia pun duduk dengan santai. Lelaki itu membuka buku yang dia bawa. Reina yang tidak pernah naik pesawat merasa takut saat pesawat take off. "Ya Tuhan, kenapa seperti gempa bumi begini? Apa pesawat ini akan jatuh," gumamnya seraya mengeratkan pegangannya pada kursi penumpang. Lelaki yang duduk di sebelah Reina itu tersenyum tipis mendengar ocehan wanita itu. "Dasar wanita udik," batinnya. Setelah pesawat berada di atas awan, pesawat sudah kembali normal. Reina bisa bernafas lega karena akhirnya selamat. "Tuan, apakah Anda tidak takut tadi?" tanyanya seraya menyenggol lengan lelaki di sebelahnya. Lelaki itu tampaknya tidak suka dengan Reina yang sok akrab dengannya. Dia lalu memandang Reina berniat memarahinya. Tapi apa yang terjadi? Lelaki itu hanya memandangi Reina wajah Reina. Tatapannya mengisyaratkan kerinduan yang amat dalam. "Reina," lirihnya. "Tuan, tahu nama saya?" tanya Reina pada lelaki di hadapannya. "Kamu tidak ingat aku?" Lelaki itu balik bertanya. Reina menamatkan wajah tampan di hadapannya. "Tampan," gumamnya. "Bukan itu Rere, coba lihat wajahku lebih dalam lagi," ujar lelaki itu. "Rere, tunggu, hanya satu orang yang memanggilku dengan nama itu dan dia adalah.." Belum sempat Reina meneruskan kalimatnya, pesawat kembali berguncang membuat Reina ketakutan dan langsung refleks memeluk lelaki di hadapannya ini. Sang lelaki pun menyambutnya dengan mendekap wanita itu erat. Di sudut kota Jakarta Skandal perselingkuhan Adi telah ramai dibicarakan di kantor. Hal ini membuat Adi harus berurusan dengan sang atasan saat ini. "Tolong Anda jelaskan, apa semua ini benar?" tanya Iman, atasan Adi. Adi hanya bisa menundukkan kepalanya. Karena membantah pun tak ada guna. Bukti yang ditunjukkan sang atasan itu nyata. "Saya minta maaf Tuan," sesal Adi. "Kamu tahu konsekuensinya?" sang atasan bertanya kembali. "Tahu Tuan," jawab Adi. Di kantor Adi, tidak boleh berpacaran apalagi menikah dengan rekan kerja. Dan jika ketahuan, maka salah satu dari mereka harus mengundurkan diri. "Jadi, sekarang, Anda tentukan sendiri hukumannya, Anda, atau wanita itu yang keluar," tegas Iman. "Biar Anya yang keluar Tuan, karena sebentar lagi, dia akan menjadi istri saya, tentunya saya tidak memperbolehkannya bekerja," terang Adi. "Itu urusan Anda, dan tolong Anda pastikan tidak akan terjadi acara labrak melabrak di kantor ini," tekan Iman. "Saya pastikan itu tidak akan terjadi Tuan, karena saya sudah menceraikan istri pertama saya," terang Adi. "Baik, kalau begitu, nanti pihak HRD akan memberikan SP3 pada saudara Anya," ujar Iman. "Baik Tuan, kalau sudah tidak ada lagi, saya permisi," kata Adi. Iman hanya mengangguk sebagai jawaban. Adi sudah kembali keruangannya, baru saja dia mendudukkan bokongnya, HRD sudah datang membawakan surat SP3 untuk Anya. "Gila, Bos kalau marah tidak main main, baru juga ngomong, udah keluar aja suratnya," gumam Adi. Hari ini, Anya tidak masuk karena mengeluh tidak enak badan, jadi dia tidak tahu kalau dia sudah dipecat hari ini. Entah bagaimana reaksinya kalau dia tahu berita ini. Sesampainya di rumah, Adi melihat kekasihnya yang terbaring lemah di ranjang. "Kamu masih sakit sayang?" tanyanya seraya mencium pucuk kepala kekasihnya. Wanita itu mengangguk lemah. Adi lalu masuk ke kamar mandi. Setelah membersihkan tubuhnya, dia berbaring di samping sang kekasih. "Kita ke Dokter ya," bujuk Adi. "Aku nggak apa apa sayang, mungkin kecapekan aja," ujar Anya. Lelaki itu pun memeluk sang kekasih dari belakang, namun, baru saja dia akan mencu*bunya, Anya tiba tiba merasakan mual yang hebat di perutnya. Wanita itu pun berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua yang ada di perutnya. Adi mengikuti sang kekasih kemudian memijat tengkuknya berharap rasa mualnya mereda. "Jangan membantah lagi, kita ke Dokter sekarang juga," titah Adi. Mereka pun pergi ke rumah sakit, sampai disana, Adi langsung membawa Anya ke UGD. Namun Dokter jaga mengarahkan Adi untuk membawa Anya ke Dokter Kandungan. Adi dan Anya masih harus mengantri karena mereka tidak membuat janji terlebih dahulu. Hingga satu jam kemudian barulah nama Anya dipanggil. Mendengar keluhan Anya, Dokter itu pun tersenyum kemudian menyuruh Anya berbaring. "Kita lihat dulu ya," ujar Dokter itu. Dokter itu mulai melenggak lenggokkan alat transducernya di perut Anya, sekilas dahinya mengeryit kemudian datar kembali. "Apa ada yang salah Dok?" tanya Adi yang bingung melihat ekspresi sang Dokter. Dokter itu pun meletakkan alatnya kembali. Dia lalu memandang Anya dan juga Adi bergantian. "Begini Tuan, Nyonya memang sedang hamil saat ini, namun sangat disayangkan, bayi berada di luar kandungan. Jadi, mau tidak mau, kami terpaksa harus mengambilnya. Anda bisa memesan ruang perawatan karena besok akan saya lakukan operasi pengambilannya," terang Dokter itu. Adi shock mendengar ucapan Dokter itu, dia sangat menginginkan anak dari Anya, tapi kenapa harus diambil? Adi tidak sadar bahwa karma itu ada. Apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN