6. Club

989 Kata
Bening pikir semuanya akan berjalan seperti rencananya. Tidak pernah lagi melihat laki-laki itu apalagi menghadapinya secara langsung. Sebulan terakhir hari-harinya berjalan lancar tapi tidak dengan hari ini. Melihat Samudera saja sudah membuatnya takut, bagaimana nanti menghadapinya. Bening berusaha menenangkan diri. Semuanya akan baik-baik saja. Sepertinya Samudera tidak tahu jika dirinya bekerja di sana. Semoga saja ini kali pertama dan terakhir dia melihat laki-laki itu. Walaupun sudah mencoba menenangkan diri, Bening masih tidak bisa tenang melewati sisa harinya. Sore itu Bening terjebak macet saat pulang bekerja. Taksi yang ia tumpangi merambat seperti siput. Dan bertambah melambat saat melewati tower Wicaksono grup. Dulu, dia sering keluar masuk tempat itu. Banyak yang mengenalinya sebab dia istri pemimpin tempat itu. Setiap hari Bening melewati gedung pencakar langit itu. Dan setiap hari juga dia menghindari melihat tempat dimana mantan suaminya bekerja. Namun sekarang ia memandang tempat itu lebih lama. Gedung itu masih berdiri menjulang di sana. Tidak ada yang berbeda seperti terakhir kali ia melihatnya. "Aku akan jemput kamu setiap hari, " Ucap Samudera yang duduk disebelah Bening. Mereka duduk di sofa di apartemen laki-laki itu. "Setiap hari? " Bening tidak yakin. "Memangnya kamu nggak punya kerjaan. " "Pekerjaan antar jemput kamu itu lebih menyenangkan. " "Gombal banget. " Samudera paling suka melihat rona merah di wajah kekasihnya. "Aku serius, Bee. " Setelah jadian Samudera membuat panggilan sayang untuk Bening, Bee. Namun Bening menolak membuat panggilan sayang untuk Samudera. Dia lebih senang memanggil nama Samudera dengan Sam. Tadinya ia memberi pilihan pada Samudera diantara dua panggilan, yakni Sam atau Mas. Tentu saja Samudera memilih di panggil Sam dari pada Mas-mas. "Tapi kantor kamu sama tempat kerja aku, kan, beda arah. Memangnya kamu nggak capek? " "Mana ada capek kalau jemputnya pakai cinta. " "Iiidddiihhhh... Gombal banget. " "Aku serius, bee. " "Dan aku dua rius. Aku nggak mau di jemput. Aku nggak mau ngerepotin kamu. " "Tapi aku mau di repotin kamu. " Bening mendesah. Repot berhadapan dengan Samudera yang pantang menyerah. "Aku mau pulang. " "Kok cepet banget, sih. Perasaan baru bentar. " "Aku disini hampir satu jam, Sam. Mana ada sebentar. Kita udah makan bareng, ngobrol. Aku harus pulang nanti om sama tante aku nyariin. " "Nginep sini aja gimana? " Samudera menaik turunkan alisnya, menggoda. Bening langsung mendelik. Tawaran yang mengerikan untuknya. Menginap di tempat laki-laki, jangan pikir tidak akan terjadi sesuatu. "Enggak. Aku mau pulang. " Bening berdiri dari tempatnya duduk tapi Samudera menarik lengannya dan membuatnya kembali duduk. "Beri aku satu pelukan sebelum aku mengantar kamu pulang. " Laki-laki itu memeluk Bening. Bening tersenyum dengan tingkah kekasihnya. "Aku mencintaimu. " Bisik Samudera. "Aku tau. " *** Hari ini pak Bandi, atasan Bening berulang tahun. Bosnya itu mengajak satu divisinya makan-makan di restoran sepulang kerja. Bening ingin menolak ajakan atasannya namun ia juga merasa tidak enak. "Kamu ikut, kan, Ning? " Tanya Bunga yang kubikelnya berada disebelah Bening. Bening mengangguk. "Bagus. Aku nggak mau jadi cewek sendiri diantara laki-laki di divisi ini. Biarpun mereka semua udah punya pacar. Dea nggak masuk juga karena kena diare. " "Tapi cuma makan malam aja, kan? " Dulu sewaktu masih belum menikah biasanya kalau ada temen yang ulang tahun setelah makan-makan bersama biasanya akan berlanjut ke tempat yang berisi bingar bingar lampu serta musik yang memekakkan telinga. "Enggak tau juga, sih. Kalau lanjut ke club pasti menyenangkan. " Dari wajah Bunga sudah terlihat jelas jika teman kerjanya itu menginginkan hal itu terjadi. "Semoga cuma makan malam. " Harap Bening dalam hati. Nyatanya harapan Bening tidak sesuai dengan kenyataan. Selesai makan malam di sebuah restoran, teman-temannya yang lain sepakat untuk melanjutkan kegiatan mereka ke club. Tadinya Bening berkata tidak bisa ikut tapi Bunga memaksanya untuk ikut. Melihat Bunga yang memohon didepan teman-temannya yang lain membuatnya tidak enak. Dan membuatnya berakhir di tempat ini. Ini adalah kedua kalinya Bening menginjakkan kaki di tempat seperti ini. Dulu, Vina pernah mengajaknya kesana, dan dia tidak mau kesana lagi. Club bukan tempat yang cocok untuknya. "Bentar aja, ya, Bunga. Jangan lama-lama. " Pinta Bening sebelum turun ke lantai dansa bersama teman-temannya yang lain. Bening sendiri memilih di meja yang mereka pesan. Jujur Bening tidak nyaman di sana. Lebih baik berada di rumah. Katakanlah ia kuper karena tidak suka tempat seperti itu. Dia lebih menyukai warung pecel lele di pinggir jalan daripada di sana. "Hai, sendirian aja? " Suara itu menarik Bening dari pikirannya sendiri. Wanita itu mendongak lalu melihat laki-laki dengan postur tinggi tegap yang berdiri tidak jauh darinya. Tak lupa dengan gelas minuman yang ada di tangannya. "Boleh gabung di sini? " Bening benci dengan situasinya sekarang. Kalau bisa ia ingin pergi dari sana. "Sepertinya kamu nggak keberatan. " Laki-laki itu tanpa sungkan duduk disebelahnya. Tanpa menunggu untuk dipersilahkan duduk. "Aku Zeon." Laki-laki itu memperkenalkan diri. "Kalau kamu? " "Maaf, kamu bisa pergi. Teman-teman saya sebentar lagi akan kembali, " Ucap Bening setenang mungkin. Dia ingin laki-laki itu pergi dari mejanya. Laki-laki tertawa lalu merangkul pundak Bening. Bening terkejut, dia merasa risih. "Apa-apa'an ini? " Bening menyingkirkan tangan laki-laki itu dari pundaknya lalu berdiri. "Jangan kurang ajar kamu. " "Calm down, baby... " Zeon ikut berdiri. Sedikit kaget dengan reaksi Bening. "Jangan marah, aku cuma mau ajak kamu bersenang-senang. Atau kita bisa cari tempat lain. " "Apa? " "Kita bisa bersenang-senang di tempat lain. Aku - kamu. Hanya kita berdua. " Meski seumur hidup baru pacaran dua kali, menikah sekali, tapi sekalipun Bening tidak pernah di perlakukan laki-laki seperti itu. Bening tidak bodoh, dia mengerti maksud ucapan laki-laki itu. "Jangan kurang ajar, ya... Saya nggak seperti wanita yang kamu pikir. " "Bukannya kamu sama saja dengan wanita-wanita yang ada disini. Mencari kesenangan. Ayolah jangan malu-malu. " Laki-laki itu mendekati Bening kembali. Mencoba menyentuh wajah Bening tapi langsung di tepis "Kamu cantik tapi sok jual mahal. Tapi aku suka. " Dan sebuah tamparan mengenai pipi laki-laki itu. " Kamu-" Geram laki-laki itu. "Jaga bicara kamu. Ak-" Belum juga Bening menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba tubuh laki-laki itu sudah tersungkur ke sofa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN