Samudera yakin kalau wanita yang ia lihat semalam adalah Bening. Semuanya bertambah jelas saat beberapa orang yang ia tebak adalah teman kerja Bening mendekati meja yang tadi di tempati Bening dan mencari keberadaan wanita itu.
Dan disinilah Samudera sekarang, di kantor tempat Bening bekerja.
Beberapa hari yang lalu ia baru datang ke kantor ini karena urusan pekerjaan dan sekarang ia kembali kesini karena urusan dengan seorang wanita.
Samudera meminta bantuan Arnold, pemimpin perusahaan itu untuk bisa bertemu dengan Bening. Arnold adalah kakak Ben. Samudera sendiri tidak begitu mengenal Ben. Mereka beberapa kali bertemu namun hanya sekilas.
Kalau ingin menuruti keinginan, Samudera ingin menemui Bening secara langsung tanpa meminta bantuan Arnold. Namun ia sadar, Bening akan menghindar saat melihatnya. Seperti semalam.
Arnold meminjamkan ruangannya untuk pertemuannya dengan Bening. Tidak mungkin juga Samudera menghampiri Bening langsung di ruangannya. Mereka pastinya akan menjadi pusat perhatian dan berlanjut menjadi gosip saat makan siang.
Di sisi lain Bening bingung saat pak Bandi mengatakan jika pak Arnold ingin bertemu dengannya.
Bening tahu siapa pak Arnold. Walau cuma sekilas dia tahu laki-laki itu adalah kakak Ben. Ben sendiri memimpin kantor cabang perusahaan lain, sedangkan disini Arnold yang berkuasa.
"Kalau boleh tahu ada apa ya pak? Kenapa pak Arnold memanggil saya? "
Jika ada masalah dengan kinerjanya seharusnya pak Bandi yang langsung menegurnya bukan pemimpin tertinggi perusahaan ini.
"Saya sendiri kurang tau. Saya hanya menyampaikan pesan dari pak Arnold." Balas pak Bandi.
Baiklah. Bening mengerti. Mau tidak mau ia harus menemui pemimpin tertinggi di perusahaan ini yang berada di lantai tiga puluh.
Di ruangan Arnold, Samudera menunggu dengan gelisah. Rasanya Bening terlalu lama untuk sampai di ruangan itu. Sampai suara ketukan pintu itu terdengar.
Setelah pintu terbuka dan kembali di tutup tampaklah Bening. Wanita itu terlihat kurus dari terakhir mereka bertemu. Rambutnya lebih panjang dan diikat. Dulu rambutnya sebahu dan jarang sekali di ikat.
Dan pada akhirnya pandangan mereka bertemu. Keterkejutan tampak jelas di wajah cantik itu.
Bening tidak pernah menyangka jika yang ia lihat di ruangan pak Arnold adalah Samudera, mantan suaminya.
Jadi kedatangannya ke ruangan pak Arnold hanya untuk menemui laki-laki yang sudah menyakitinya. Jadi, dia sudah di bohongi? Sialan.
Rasa sakit itu begitu terasa saat melihat sosok Samudera.
"Maaf sepertinya saya salah ruangan. " Bening berusaha bersikap tenang. Tanpa berniat melihat laki-laki yang sedari tadi menatapnya lekat. Ia berniat keluar dari ruangan itu. Dia tidak tahan harus satu ruangan dengan laki-laki b******k itu.
"Kamu nggak salah masuk ruangan. " Timpal Samudera. "Aku yang meminta Arnold untuk memanggil kamu kesini. " Terang Samudera. "Kamu mau lari? Kamu mau pergi lagi?"
Bening membatalkan niatnya dan kembali menghadap Samudera.
"Jadi ini semua rencana kamu? " Tanya Bening dingin. Dia menatap mantan suaminya sekilas.
"Iya. Karena aku tau, menemui kamu secara langsung, kamu pasti hindari aku. Jadi nggak ada salahnya dengan sedikit meminta bantuan teman." Samudera berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati Bening.
Laki-laki itu masih tampak sama seperti terakhir kali Bening melihatnya satu setengah tahun yang lalu. Dia tampan, tinggi, tegap, dan tatapannya tajam seolah mengintimidasi.
"Aku benar, kan? " Suara Samudera menyadarkan Bening dari pemikirannya.
"Kita nggak ada urusan. "
"Aku ada. Ada banyak urusan yang harus aku selesaikan sama kamu. "
"Aku nggak ada. Dan sepertinya pertemuan ini nggak perlu terjadi. "
"Bee... "
"Jangan panggil aku seperti itu. " Sentak Bening. Dia tidak mau mendengar apapun yang pernah mengingatkan jika mereka pernah berhubungan. Terlalu menyakitkan Untuknya.
"Maaf... " Samudera mengalah. Dia tidak ingin membuat Bening bertambah marah dan juga membencinya.
"Kita harus bicara, Bening. " Lanjut Samudera. "Ada banyak hal yang harus kita bicarakan. "
"Enggak. Nggak ada yang harus kita bicarakan."
"Kamu harus kasih kesempatan aku buat jelasin semuanya sama kamu. "
"Penjelasan? Ya, penjelasan jika kamu ada hubungan sama dia. Aku hanya sebagai pelampiasan karena kamu gagal bersama Nindy. Dan yang lebih menyakitkan kamu selingkuh di belakang aku." Lanjut Bening dalam hati.
"Enggak ada yang perlu di jelaskan. Kita nggak ada hubungan apa-apa. Kita ini cuma mantan. " Berat bagi Bening mengucapkan kata terakhir.
"Mantan?" Samudera ingin melanjutkan perkataannya namun Bening langsung memotongnya.
"Nggak perlu aku perjelas lagi. Kamu pasti udah ngerti. "
Bening sudah tidak tahan, ia harus pergi dari sana. Namun niatnya tidak terlaksana saat Samudera menahan lengannya.
"Lepas." Pinta Bening.
"Enggak akan. Kasih aku kesempatan untuk bicara sama kamu. Kamu pergi gitu aja ninggalin aku tanpa ngasih aku kesempatan buat jelasin semuanya."
Bening memberanikan menatap laki-laki itu.
"Kita udah selesai. Enggak ada yang perlu di jelaskan lagi." Bening berusaha menahan tangis padahal matanya sudah mengabur.
Samudra melihat luka di mata wanita yang ia cintai. Pegangan di lengan Bening pun mengendur.
Kesempatan itu digunakan Bening untuk pergi meninggalkan Samudera.
Samudera menahan diri untuk tidak menahan kepergian Bening. Dia tahu semua adalah kesalahannya tapi tidak pantaskah ia mendapatkan kesempatan?
***
"Samudera? "
Hanya anggukan kepala yang diterima Vina.
Vina hanya menyimpulkan sebab sejak kedatangannya tadi ia sudah melihat mata sahabatnya sembab karena kebanyakan menangis. Dulu dia sering melihat mata Bening seperti itu karena menangisi mantan suaminya yang b******k.
"Jadi intinya kalian sudah bertemu." Lanjut Vina. "Terus bagaimana pertemuannya? Lancar? Apakah kalian kangen-kangenan? Kalian baikan? Atau kamu memakinya? Bahkan membunuhnya? " Dan sebuah bantal sofa melayang kearah wanita itu.
Vina hanya tertawa menanggapi kekesalan Bening.
"Aku tau, kamu nggak akan tega membunuhnya. You always love him. "
"I hate him. "
"Really? Dari keadaan kamu sekarang aja udah bisa di lihat gimana perasaan kamu ke dia. Kamu nggak akan nangis kayak gitu kalau kamu benci sama Samudera. Uppsy... "
"Mending kamu pulang. " Suruh Bening.
Vina tertawa lagi. Bukannya tadi yang menyuruhnya datang kesana itu Bening. Malah sekarang di suruh pergi.
"Bukannya kamu yang suruh aku kesini? "
Bening diam.
"Dengerin aku ya, Bening. Kita udah bicarakan ini berulang kali. Kamu sama Samudera itu perlu bicara. Aku tau kamu benci sama dia. Tapi setidaknya kalian harus bicara. Menghindar itu nggak ada gunanya. "
"Kamu tau alasan aku nggak mau ketemu dia."
"Itu yang selalu kamu jadikan alasan. Sekarang aku tanya, sampai kapan? Dan aku yakin, Samudera nggak akan diam saja setelah kalian ketemu. Apalagi kamu nolak dia buat bicara."
Dan itu yang membuat Bening sekarang takut.