9. Lobby

1029 Kata
Samudera bukan type orang yang pantang menyerah. Penolakan Bening kemarin bukanlah apa-apa. Di tolak berulang kali pun dia tidak akan masalah. Dia akan terus datang, terus muncul, mendekat, sampai wanita itu mau bicara dengannya. Dan karena penolak kemarin, Samudera kembali datang ke gedung ini lagi. Kantor Bening. Dia sudah berada di lobby saat jam pulang kantor. Tidak terlalu lama menunggu sebab ia langsung melihat sosok Bening yang baru keluar dari lift bersama karyawan yang lain. Langkah wanita itu melambat saat melihat Samudera ada di sana. Tidak jauh darinya. "Ada apa?" Tanya teman kerja Bening yang ikut menghentikan langkah. Tidak mendapat jawaban, pandangan Bunga pun mengikuti arah pandangan Bening. Seorang laki-laki sedang berjalan kearah mereka. Bunga merasa laki-laki itu seperti tidak asing untuknya namun ia lupa pernah melihatnya dimana? "Ada waktu? " Samudera langsung to the point. Dia yakin Bening tidak akan lari menghindarinya. Dia hafal benar dengan Bening yang tidak suka menjadi pusat perhatian di tempat ramai. Tidak mungkin Bening mengusirnya secara terang-terangan, apalagi menangis. "Bunga, kayaknya aku nggak jadi pulang bareng kamu. Kamu nggak apa-apa kan balik sendiri? " Perkataan itu Bening tujukan pada teman kerjanya. "It's okay, Bening. " Balas Bunga. "Kalau gitu aku duluan, ya! " "Iya. Hati-hati. " "Iya." Wajah ramah Bening langsung berubah datar setelah Bunga pergi. "Kamu mau apa lagi? " Suara itu begitu dingin, sedingin es. "Waktu kamu, " Jawab Samudera. Bening mendesah. Dia tidak ingin bersinggungan lagi dengan mantan suaminya tapi anehnya laki-laki itu sekarang muncul di hadapannya. Dia sudah lelah menangis karena satu orang yang sama. Mungkin benar kata Frans dan Vina, Ia harus menghadapi mantannya itu. Bening melirik pergelangan tangannya. "Aku nggak punya waktu banyak. Ada senyum samar di wajahmu Samudera. Dia senang Bening mau berbicara dengannya. Suasana di mobil itu hening. Tidak ada yang berbicara. Sudah sepuluh menit berlalu sejak Samudera menjalankan mobilnya. Dalam diam Bening menyesali keputusannya menerima ajakan Samudera. Seharusnya ia menolak, seharusnya ia menghindari mantan suaminya itu. " Kamu apa kabar? " Suara itu menyadarkan Bening dari diamnya. "Seperti yang kamu lihat, " Jawabnya ketus. "Aku senang bisa ketemu kamu lagi. " "Tapi aku nggak. " Bening mengutarakannya dalam hati. "Selama ini kamu tinggal dimana? " "Bukan urusan kamu. " Terdengar desahan pelan dari laki-laki itu. "Aku tau aku salah. Aku minta maaf. " Ingin sekali Bening meluapkan apa yang ada didalam hatinya namun ia pikir tidak ada gunanya sebab mereka sudah tidak punya hubungan apa-apa. Sudah cukup dulu ia marah-marah seperti orang gila didepan Vina saat ia tahu suami yang sangat ia cintai ternyata hanya memanfaatkannya, menjadikannya pelampiasan karena cinta yang tidak berujung indah dengan sepupunya. Bening memilih diam. Tidak ingin menerima maaf dari laki-laki pembohong seperti dia. Tidak lama mereka sampai di sebuah cafe berlantai dua . Samudera memilih tempat itu karena tidak terlalu ramai. Ia masih ingat dengan jelas kesukaan Bening yang cenderung menghindari keramaian. Mereka duduk di dekat jendela kaca besar yang menampakkan view kota jakarta saat sore hari. "Aku nggak punya waktu banyak. " Bening melirik pergelangan tangannya lagi. Dia benar-benar tidak tahan berlama-lama dengan Samudera. "Aku tau." Seorang pelayan datang menghampiri mereka dengan membawa buku menu. Bening menyebutkan pesanannya. Hanya memesan minuman. "Kamu nggak pesan makan? " "Aku harus segera pergi. " Timpal Bening. Samudera merasa Bening ingin segera kabur dari hadapannya. Ia pun melakukan hal yang sama, hanya memesan segelas minuman. "Aku minta maaf. " Samudera memulai. "Kamu sudah mengatakannya. " Bening tidak suda menatap lawan bicaranya. "Kamu dulu pergi ninggalin aku begitu saja tanpa mau dengerin penjelasan aku dulu. " Ada rasa tak Terima mendengar ucapan mantan suaminya. Wanita mana yang tidak akan pergi jika bukan dia yang diinginkan di kehidupan laki-laki itu. Mungkin beberapa wanita akan stay dengan laki-laki seperti itu, tapi biasanya demi anak. Bening juga merasa tidak perlu mendengar penjelasan dari Samudera sebab baginya sudah sangat-sangat jelas. "Tanpa kamu jelaskan aku sudah ngerti. " Balas Bening. "Kamu belum mengerti apa-apa. Kamu harus dengerin penjelasan dari aku. Bukan percaya sama pemikiran kanu. " "Kamu pikir aku bodoh? " Nada Bening meninggi. "Bukan. Tapi setidaknya kamu harus mendengarkan penjelasan aku. " Tanpa penjelasan aku bisa melihatnya dengan jelas. Perempuan mana yang mau di bohongi." "Aku nggak pernah bohongi kamu. " Samudera ikut terpancing meninggikan suaranya. "Sepertinya pembicaraan ini percuma. " Bening berdiri dari tempat duduknya. "Dan sepertinya kamu nggak temui aku lagi, dan nggak usah ganggu kehidupan aku lagi. " 'Aku nggak bisa. Kita harus bicara. Kita nggak akan bisa bicara dengan baik kalau hati kamu penuh kebencian sama aku. " Mata Bening sudah memerah. Mengungkit yang dulu dulu terjadi sungguh menyesakkan. Matanya pun memerah. "Aku harap ini pertemuan kita terahir. " Lanjut Bening. " Aku nggak mau ketemu sama kamu lagi. " "Ning... Jangan begitu. Kasih aku kesempatan buat bicara dan jelasin semuanya." Mohon Samudera. Bening tidak mengindahkan permohonan Samudera. Dia benci air matanya yang sudah menerobos dengan tidak tahu malunya. Dia benci dirinya yang terlihat lemah seperti itu didepan Samudera. Samudera sendiri menahan perih melihat Bening yang terlihat menangis kembali. Ia sadar ini semua adalah kesalahannya. Dan dia ingin Bening memberinya kesempatan untuk menjelaskan semuanya. "Umur kamu berapa, sih? " "Hampir dua puluh dua. " "Aku pikir kamu udah dua puluh tiga. " "Aku masuk ke sekolah terlalu kecil. Emangnya ada apa? " "Berarti udah legal, ya, buat menikah? " "Legal kayaknya." "Kamu nggak masalah kalau nikah muda?" "Nggak masalah. Aku malah dari dulu pengen nikah muda. Supaya aku nggak terlalu tua tua amat kalau anak-anak aku udah besar. " Ringis Bening. "Ya udah kalau gitu. Gimana kalau kita nikah? " "Appaaa??? " Bening terkejut "Ya, kita nikah. Will you marry me, Bening? " Lamaran yang tidak pernah di sangka sangka oleh Bening. Dia juga tidak punya pemikiran akan berakhir selamanya dengan Samudera. Dia hanya menjalaninya seperti air mengalir. Padahal hubungan merek baru empat bulan. Ukuran yang terlalu pendek jika memutuskan untuk menikah. "Jadi? " Samudera menunggu. Dia tidak bercanda saat melamar Bening. Tidak ada keraguan di sana. Dia sudah jatuh cinta dengan gadis itu. Gadis yang sangat berbeda dengan gadis yang pernah ia kenal. Nyaman, senang, bahagia, yang selalu ia rasakan saat bersama gadis itu. "Yes. Yes, I do. " Terima Bening. Samudera berdiri dari duduknya seraya bersorak senang karena lamarannya di Terima.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN