11. Bersama Frans

1061 Kata
Di pantulan cermin kamar mandi Bening menyentuh bibir nya. Ciuman mantan suaminya itu masih terasa, walaupun bibir mereka hanya bertemu sesaat. Tangisnya sendiri bukan tangis terluka karena tindakan laki-laki itu. Bening menangis karena ia sadar jika perasaannya pada laki-laki itu masih utuh. Cinta itu masih ada. Tidak mau memikirkan Samudera lagi Bening kemudian mencuci wajah, menggosok gigi lalu keluar dari kamar mandi. Belum juga Bening menutup pintu kamar mandi, ia kembali terdengar bel apartemennya berbunyi. "Nggak ganggu, kan? " Frans yang berdiri didepan pintu sambil menenteng kresek. "Martabak manis full toping keju. Bisa meredakan rasa marah setelah bertemu mantan. " Candanya. Bening mendengus lalu membuka pintu lebih lebar agar sepupunya bisa masuk. "Ponakan aku udah tidur? " Tanya Frans setelah duduk di sofa ruang tamu. "Udah." Bening juga duduk disebelah sepupunya. "Aku kira belum tidur padahal aku kangen sama dia. " "ART kamu udah pulang? " "Udah." Vina memperkerjakan seorang ART di apartemen Bening yang merangkap juga sebagai baby sister untuk menjaga anaknya selama Bening bekerja. ART itu tidak tinggal di apartemen. Setelah Bening pulang perempuan bernama Tatik itu akan pulang dan kembali keesokan harinya. Bening membuka bungkusan yang dibawa Frans. Martabak manis itu terlihat enak. Tidak perduli sekarang sudah jam sepuluh malam. Makan-makanan yang manis sepertinya akan membuat moodnya sedikit membaik. "Enak? " Tanya Frans. "Lumayan dari pada nggak ada." Balas Bening seenaknya. "Dasar." "Kenapa kesini? Bukannya langsung pulang setelah dari resepsi Vina." "Aku khawatir sama kamu makanya kesini. Gimana tadi? " "Gimana apanya? " Bening pura-pura tidak mengerti. Dia tidak ingin membicarakan laki-laki itu. "Ya udah kalau nggak mau cerita. " Frans lalu ikut memakan martabak. Dia yakin tidak lama lagi Bening akan bercerita dengan sendirinya. "Sebenarnya ini yang aku takutkan saat memutuskan kembali ke Jakarta. " Bening tidak bisa memendam lama-lama apa yang ia pikirkan. Hanya Frans dan Vina orang yang bisa ia percaya menjadi tempat sampahnya. Frans mendengarkan sambil menikmati makanannya. "Aku takut bertemu Samudera." Lanjut Bening. "Dia meminta aku memberinya kesempatan berbicara. Dia ingin menjelaskan semuanya." Bening tersenyum miris. "Menjelaskan apa? Semuanya udah jelas. Apa mungkin dia ingin menjelaskan kalau dia selingkuh. " Frans masih diam. Tetap mendengarkan. "Dia juga bilang cinta sama aku. Dia b******k, kan? Dia nggak pernah cinta sama aku. Selama ini dia cuma bohongin aku. " Air mata itu selalu keluar setiap kali membahas mantan suaminya. "Aku juga nggak mau dia tau soal Agha. " "Tapi dia ayahnya. " Sambung Frans tenang. "Seharusnya dia tau kalau dia memiliki anak. " Bening menggeleng tidak setuju. "Aku nggak mau dia tau. " "Itu pilihan kamu. Tapi Agha juga mempunyai hak untuk tau siapa ayahnya. " Bening diam. "Aku tau kamu benci Samudera. Kamu nggak mau berurusan sama dia tapi dari yang aku lihat dia masih mencintai kamu. " Bening menggeleng lagi. Sepupunya itu salah. Samudera tidak pernah mencintainya. Dia hanya di jadikan pelampiasan karena kisah cinta laki-laki itu tidak berakhir bahagia bersama Nindy, sepupunya. "Dia meminta kesempatan bicara sama kamu mungkin dia ingin menjelaskan sesuatu yang belum kamu tau. " "Apa? Soal dia yang selingkuh dengan Nindy. " Nada Bening meninggi. Frans menghela nafas pelan. "Kita udah ngomongin ini berulang kali, Ning. Kamu yang terlalu kecewa langsung pergi ninggalin Samudera gitu aja. Jadi menurut aku wajar kalau dia minta kesempatan jelasin semuanya sama kamu. " Frans tahu sepupunya itu keras kepala. Apa yang dianggapnya benar akan ia yakini. Tidak memperdulikan pendapat orang lain. "Aku bukan belain Samudera. " Lanjut Frans. "Kamu juga harus melihat dari pihak dia. Aku tau dia mendekati kamu awalnya dengan niat yang salah tapi soal selingkuh? Jujur aku nggak begitu yakin. Yang aku lihat selama ini dia mencintai kamu. " "Dia pembohong yang handal. " "Gimana sama perasaan kamu sendiri?" Bening menatap sepupunya. "Kamu mungkin bisa bohongi orang lain tapi kamu nggak bisa bohongi aku. Aku tau kamu masih cinta sama Samudera. " Bening melengos. Suara tangis bayi langsung membuat Bening berdiri dari tempat duduknya untuk menuju kamar. Bayi berusia delapan bulan itu menangis didalam keranjang bayinya. "Sayang... Kok nangis? Cari mama, ya? " Bening langsung mengendong anaknya. Membawanya keluar kamar seraya menimangnya. "Kenapa jagoannya om nangis? " Frans mendekati Bening. "Dia tidur lagi. " Balas Bening sambil menatap sayang anaknya. Bayi itu sudah memejamkan matanya kembali. "Dia lucu banget. Gemesin. Pengen aku gigit rasanya. " Frans mengelus kepala bayi itu. "Awas aja kalau kamu berani. " Ancam Bening. "Dia harus tidur. " "Ning... " Pandangan Frans masih tertuju pada Agha. "Hmmm." "Mungkin sekarang kamu bisa menyembunyikan Agha dari ayahnya. Tapi apa kamu lupa jika wajah Agha mirip dengan Samudera. Tanpa tes DNA pun Samudera akan tau kalau Agha anaknya. " Bening memilih bungkam. *** "Tumben kesini? " Tanya Yahya setelah membuka pintu apartemennya. Tanpa ingin menjawab Samudera langsung menerobos masuk kedalam, tanpa menunggu persetujuan sang pemilik tempat tinggal. Melihat wajah Samudera yang keruh, Yahya sudah bisa menebak jika ada yang tidak beres dengan sahabatnya. "Ada minuman? " Tanya Samudera yang sudah duduk di sofa ruang tamu. "Mau minuman apa? Air, teh, kopi, jus, s**u, soda." Gurau Yahya. "Aku tau kamu nggak punya minuman kayak gitu di rumah, kecuali air. Kamu tau yang aku maksud. " "Wow, ada apa ini? Ada hal apa sampai buat kamu ingin mabuk. " Yahya menuju dapur dan mengambil beberapa kaleng bir dari kulkas. Dia tidak ingin mengambil botol wine yang ia punya. Dia sudah hafal jika Samudera mabuk. Laki-laki itu akan meneriakkan nama wanita yang menganggu pikirannya selama ini. Tanpa pikir panjang Samudera langsung meraih minuman itu dan langsung meneguknya. "Ada apa? " Yahya tahu Samudera sedang Ada masalah. "Gagal dapat proyek gede? " Samudera menyandarkan kepala di punggung sofa. Menatap langit-langit ruang tamu sahabatnya. "Bening." Gumamnya. Sudah Yahya duga. Samudera tidak akan sekusut itu jika tidak menyangkut mantan istrinya. Samudera menegakkan tubuhnya kembali lalu meneguk minumannya. "Dia minta aku buat jauhin dia. Padahal kamu tau aku harus jelasin ke dia kalau semuanya yang terjadi itu nggak bener. Ok, aku sadar dari awal aku yang salah tapi setelah itu ceritanya beda lagi. " Samudera hanya perlu didengarkan. "Selama ini aku nyari dia kemana-mana tapi nggak ada hasil. Setelah ketemu dia malah dorong aku buat jauhin dia. " "Kamu udah nemuin Bening? " "Udah." "Samudera yang aku kenal nggak akan nyerah ngejar yang dia mau. " Samudera menoleh pada sahabatnya. "Dia keras kepala. " "Dan kamu? " "Aku nggak akan nyerah. " Yahya tersenyum sambil menepuk pundak sahabatnya. "Itu baru Sam yang aku kenal. "
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN