Episode 4 : Pregame

1466 Kata
Suasana heran dan penuh kejutan yang dirasakan oleh pasangan nomor 22, rupanya juga diikuti oleh peserta lain. Dari ruangan CCTV, aku, Ramagendhis, melihat bagaimana para peserta bereaksi saat mengetahui mereka ada di sebuah permainan cinta paling syahdu abad ini. Dari kamera yang terpasang di kamar nomor 17, tampak si perempuan menangis sejadi-jadinya dalam pelukan kekasihnya. Sang kekasih pun terlihat takut, tangannya gemetar sambil memeluk perempuan yang sangat ia cintai. Mirip seperti pasangan nomor 22, lelaki satu ini juga tidak ingin terlihat lemah dan takut di hadapan perempuannya. Ya… sebenarnya wajar, patriarki memang menempatkan lelaki sebagai perisai pelindung bagi perempuan yang selalu dianggap lemah. Kasihan sekali lelaki nomor 17 ini, matanya menunjukkan bahwa ia lebih takut dari perempuan dalam pelukannya, namun ia harus tetap menahan diri demi citra pelindung yang ingin dipertahankan. Tunggu dulu! Jika aku mengawasi mereka semua dari CCTV, artinya aku juga melihat tubuh polos dari pasangan nomor 22 yang tertulis di episode kemarin? Benar! Seratus untuk kalian para penonton permainan ini! Tapi, kalian pun sama, bukan? Aku juga menayangkan adegan itu untuk kalian! Bukan hanya aku yang menonton kejadian itu! Bagaimana? Apakah tubuh lelaki di episode kemarin sesuai dengan kegemaran kalian? Atau, tubuh perempuan di episode kemarin berhasil membangkitkan desiran aneh di badan kalian? Aku akan menayangkan satu episode menarik dari salah satu kamar. Adegan yang ditayangkan ini berasal dari kamar nomor 5. Ada hal menarik yang terjadi di kamar tersebut. Dua orang yang terbangun tanpa pakaian, seakan tidak asing dengan tubuh polos pasangannya. Mereka bisa terbangun dengan santai, saling tersenyum satu sama lain seakan tidak terjadi apapun. Saat bangun tidur, dua orang itu masih sempat saling memeluk, mengecup, bahkan mereka melakukan sesuatu yang menyenangkan berdua. Aku sebagai administrator yang menyaksikan dari ruang CCTV hanya bisa menepuk kelapa, menyaksikan dua orang yang terlihat tidak memiliki rasa takut. Bukan, bukan pemandangan seperti ini yang aku harapkan, aku sama sekali tidak ingin ada pemandangan nakal dari para peserta permainan ini. Aku ingin ketakutan! Aku ingin teror! Lebih baik kupindahkan saja kamera ini ke kamar yang lain! CAP CIP CUP KEMBANG KUNCUP! KAMAR MANA YANG HARUS DI-CUP Hal menarik yang benar-benar menggelitik rasa penasaran sedang terjadi di kamar nomor 18. Dua orang lelaki perempuan di dalam kamar itu tampak mengabaikan kenyataan bahwa saat ini mereka sedang tidak mengenakan apapun. Berbeda dengan kamar nomor 5 yang benar-benar cuek seakan tidak ada hal buruk yang terjadi, penghuni kamar nomor 18 justru menunjukkan pemandangan sebaliknya. Mereka terlihat sangat panik, dua orang lelaki perempuan itu menangis bersama-sama. Aku suka pemandangan ini, di mana lelaki mau dan mampu menunjukkan sisi lemah mereka di depan perempuan yang mereka sayangi. Inilah misi sebenarnya dari Couple Games, memperlihatkan kejujuran dan kesetiaan dari dalam diri para pesertanya. Bukan hanya saling menangis, dua orang penghuni kamar 18 itu berusaha mencari jalan keluar dari tempat itu. Si lelaki membuka gorden tebal, berharap menemukan jalan keluar dari jendela, namun ia hanya menemukan cahaya putih yang menyinari kamar mereka dengan sangat terang. “Tidak ada jalan di sini!” ucap si lelaki sambil menutup kembali gorden tersebut. “Aku coba di kamar mandi!” Si perempuan berlari ke kamar mandi. Di dalam sana, perempuan itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling, berpikir bahwa biasanya kamar mandi memiliki lubang udara untuk mencegah udara di dalamnya tidak lembab. Namun saat melihat ke atas, perempuan itu hanya mendapatkan harapan kosong, tanpa bisa ia gunakan untuk melarikan diri. “Tidak ada apa-apa!” teriaknya sambil berjalan keluar. Dua orang itu masih tetap panik, tangannya gemetar tak berhenti. “Ah! Kita akan mati! Kita akan mati!” Si lelaki meracau tidak jelas, melangkah berputar-putar di dalam kamar, lalu berhenti di pojok tempat tidur dan meringkuk. Ia mendekap tubuh yang penuh tumpukan lemak itu sambil tetap gemetar. Bahkan di dalam ruangan dingin yang nyaman, tubuh pria itu tetap mengeluarkan keringat yang deras. Perempuan yang masih berdiri di tengah ruangan, segera menyusul lelaki yang meringkuk dan memberikan pelukan. Mereka berdua kembali menangis bersamaan. “Sudah! Aku akan berusaha mengeluarkanmu dari sini, bagaimanapun caranya.” Tubuh tanpa busana mereka saling bersentuhan, memberikan sensasi hangat dan nyaman. Sayangnya, pelukan yang diberikan oleh kekasihnya tidak berhasil membuat pria besar itu tenang, ia masih tetap berisik, meracau kata-kata negatif yang membuat pikirannya semakin kacau. Bergeser ke kamar yang lain yang memiliki nomor 7, di mana sepasang kekasih tengah termenung di tepi kasur saling berjauhan. Berbeda dengan kamar-kamar lain yang ditayangkan di sini, sepasang kekasih ini tampak sedang memiliki konflik internal. Aku masih belum tahu ada apa di antara mereka, yang jelas dua orang itu juga masih dalam kondisi tidak berbusana. Setelah termenung cukup lama, si lelaki beranjak dari tempat tidur dan langsung bergerak ke arah lemari. Ia mengambil baju yang ada di dalamnya, lalu memakainya dengan kasar. Wajah lelaki itu juga tampak kesal, tidak ada rasa takut yang tergambar dari sorot matanya. Si wanita pun demikian, hanya ada tatapan marah dari balik matanya. Ia masih tetap termenung, tidak peduli dengan badannya yang tersingkap, mengabaikan kekasihnya yang sibuk memakai baju. Setelah baju dengan nomor 7 dikenakan oleh si lelaki, ia melempar baju sisa yang ada di dalam lemari tepat mengenai kepala kekasihnya. “Pakai ini! Aku tidak sudi melihat tubuhmu seperti itu!” seru pria itu kepada kekasihnya. Si wanita hanya menengok sekilas baju yang tergeletak di atas selimut yang berantakan. Entah masalah apa yang sedang mereka hadapi, rasanya permainan bertahan hidup ini tidak cukup untuk mengalihkan perhatian mereka dari masalah yang menimpa. “Cepat pakai baju itu, Rendahan!” Si lelaki berteriak dengan keras kepada kekasihnya, membuat si wanita gemetar. Wanita itu menggigit bibir bawah dengan kuat, mengalihkan rasa takut yang membuat jantungnya berdegup kencang. Si wanita mencengkram selimut yang menutupi tubuh bagian bawahnya dengan kuat, sembari melirik kekasihnya yang berdiri terdiam di depan lemari. “Jika kau jijik melihatku, kenapa tidak keluar saja dari sini?” Bibir si wanita bergetar saat melawan perintah dari kekasihnya. Sangat terlihat jelas jika wanita tersebut sedang mengumpulkan keberanian untuk berbicara dengan kekasihnya. “Bagaimana bisa keluar? Ruangan ini tidak memiliki pintu!” protes si pria sambil tetap membelakangi wanitanya. Si wanita mengedarkan pandangan, barulah di sini ia menyadari jika apa yang dikatakan oleh kekasihnya memang benar. Tapi ada satu hal yang mengganggu pikiran si wanita. Jika memang ruangan ini tidak memiliki pintu, lalu bagaimana cara mereka masuk ke dalamnya? Apakah ada semacam pintu rahasia yang hanya bisa dibuka dari luar? Atau jangan-jangan satu-satunya jalan hanya lewat jendela? Tanpa mengenakan pakaian yang dilempar oleh si pria, wanita yang masih polos itu beranjak dari tempat tidur, lalu berjalan perlahan ke arah jendela. Ia melihat ada cahaya yang berusaha menembus gorden tebal yang menutupi jendela. Sedikit membuka gorden, ia mencoba mengintip ke luar. Cahaya silau berwarna putih yang langsung menyorot ke mata, membuat pandangan si wanita menjadi buta untuk sesaat. Wanita itu memejamkan mata dengan rapat, lalu mundur perlahan membuat gorden kembali tertutup dan kamar yang mereka tempati kembali remang-remang disinari cahaya lampu temaram. Di tengah situasi tidak jelas yang dialami oleh para peserta yang berada di dalam kamar mewah, tiba-tiba lampu tidur temaram yang menyinari kamar mereka mengeluarkan asap tipis berwarna putih, begitu tipisnya hingga para peserta tidak menyadari kehadiran dari asap tersebut. Asap putih tipis ini, semakin lama mengeluarkan aroma aneh yang tercium oleh para peserta. “Aroma ini…” ucap pria di kamar nomor 22. “Sial!” gerutu pria di kamar nomor 7. Pria dan wanita di kamar nomor 18 masih saling berpelukan, tubuh mereka gemetar karena menyadari aroma aneh dari asap tipis yang mengepul dari lampu tidur di kamar mereka. Sedangkan sepasang kekasih di kamar nomor 5 masih tetap melanjutkan aktivitas menyenangkan yang mereka lakukan sejak bangun tidur. Satu dosis racun tidur dipasang tepat di bagian atas lampu tidur. Racun berbentuk kertas itu akan bereaksi jika dibakar habis, mirip seperti obat nyamuk bakar berbentuk kertas. Pota, administrator Couple Games menekan sebuah tombol yang memantik saklar pengapian pada lampu tidur di kamar para peserta setelah persiapan pada permainan pertama selesai dilakukan. Setelah partikel-partikel racun gas tidur menyebar ke seluruh ruangan dan terhirup oleh para peserta, perlahan mereka mulai merasa pusing. Mata mereka terasa berat untuk dibuka, tubuh mereka melemas, tenaga mereka seakan terkuras habis dalam sekejap. Juan yang merupakan tokoh utama permainan ini, berusaha sekuat tenaga mempertahankan kesadarannya. Sayangnya, Juan hanya manusia biasa seperti para peserta lainnya. Hanya dalam hitungan satu hingga dua menit, Juan bergabung dengan para peserta lain dalam mimpi panjang. Ah, karena aku adalah pembawa acara yang baik dan idaman, maka aku akan memberikan sedikit teka-teki menarik untuk kalian. Apa ya teka-tekinya? Ah aku ingat! Sebenarnya, aku menempatkan satu agen di dalam permainan tersebut. Agen itu akan kubuat bertahan hidup hingga akhir, ia juga sudah aku tampilkan dalam cuplikan adegan kamar peserta. Artinya, agen yang diutus ada di antara kamar 22, 5, 18, dan 7. Pertanyaannya, apakah aku tampan? Ah tidak, pertanyaannya adalah, peserta mana yang merupakan agen dari Couple Games? Hehehe.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN