Episode 25 : Eidetik

2147 Kata
Hai para penonton setia Couple Games! Bagaimana kabar kalian? Senang sekali aku Ramagendhis, Narator kesayangan kalian di dalam permainan cinta paling syahdu abad ini bisa kembali menjumpai kalian. Baiklah, kali ini di dalam layar kaca, terlihat dua orang wanita cantik berusia 17 tahun, sama-sama bermata sipit, namun satu orang terlihat lebih tinggi dibanding yang lainnya, sedang berada di jalur lurus yang tidak memiliki akhir. Dari sejak tenaga mereka berdua masih penuh hingga kelelahan, mereka berdua sama-sama tidak bisa menemukan jalan keluar dari jalur lurus di dalam labirin permainan kedua, Maze Game. Permainan ini memang lebih menguji keberuntungan, stamina, dan kesetiaan. Kesetiaan? Bagaimana bisa permainan petualangan bertahan hidup di tengah labirin bisa dibilang menguji kesetiaan? Karena… kita kembali ke dalam permainan! Silakan, Pota! “Baiklah, Ramagendhis, terima kasih sudah membuka episode kali ini. Aku administrator permainan, Pota, akan mulai memandu para penonton dimulai dari sekarang! Seperti biasa, aku mengadakan kuis berhadaiah bagi para penonton yang bisa menebak apakah dua orang peserta kita, yaitu Eva yang mengenakan nomor 22 dan Lilia yang menggunakan nomor 5 bisa lolos dari permainan ini atau tidak, heum? Pilihan akan muncul di layar kalian beserta nilai taruhan yang bisa kalian berikan!” Satu detik setelah Pota menyelesaikan kalimat, terdapat dua pilihan interaktif yang muncul tepat di layar tiap-tiap penonton. Di atas pilihan itu, terdapat alamat situs untuk memberikan taruhan. Situs yang bersifat anonymous itu hanya bisa diakses oleh para VIP Couple Games yang sudah mencapai level tertentu, karena pihak penyelenggara Couple Games tidak bisa asal percaya kepada orang yang baru mendaftar VIP. Meski memang akses untuk mendaftar VIP terbatas dan tersembunyi, namun ada kemungkinan informasi tentang adanya Couple Games bocor ke pihak yang tidak diinginkan. Penyelenggara hanya ingin meminimalisir hal tersebut sehingga fitur taruhan hanya bisa diakses oleh penonton dengan level tertentu. Para penonton tampak sangat antusias memasukkan uang dalam jumlah yang tidak sedikit ke dalam taruhan. Tidak tanggung-tanggung, ratusan ribu dolar rela mereka keluarkan hanya untuk taruhan sederhana di dalam permainan. Setelah memasukkan nominal taruhan, para penonton kembali menyimak permainan kedua dengan seksama, di mana Eva dan Lilia sedang berjuang untuk keluar dari jalur lurus tanpa akhir. Dua orang gadis cantik itu kini terduduk di tengah lorong dengan terengah-engah, mereka kehabisan tenaga setelah berjalan dalam waktu lama, menyusuri jalur yang serasa tidak memiliki pintu keluar. Entah berapa lama lagi mereka harus berjalan menyusuri jalan ini. “Hahhh… sepertinya kita tersesat, Eva!” ucap Lilia dengan nafas tersengal. Keringat di dahinya menetes deras seukuran biji jagung, begitu juga dengan Eva yang sudah tidak memiliki tenaga lagi. Di sini Eva sedikit menyesal tidak memakan bingkisan makanan yang diberikan oleh pihak Couple Games. Ia tidak menyangka, permainan selanjutnya akan menguras banyak tenaga. “Bukankah sejak awal aku sudah tidak ingin masuk ke dalam jalur ini? Namun kau justru menarikku, Sialan!” gerutu Eva. Kekasih Juan itu tampak masih memiliki tenaga untuk menghujat. Padahal, menggerakkan tangan dan kaki saja rasanya ia tidak mampu. “Baik, aku akui kali ini aku salah. Tapi aku harus segera bertemu dengan kekasihku, Lucas. Bagian bawahku terasa gatal jika tidak berjumpa lama dengannya, hah… hah…” Lilia tersenyum nakal sambil melirik Eva, sedangkan Eva justru memutar bola mata kesal, karena tatapan Lilia mengindikasikan jika ia berpikir Eva sama sepertinya. Kalimat dari Lilia pun mengisyaratkan jika ia rindu akan percumbuan bersama kekasihnya, sementara Eva saat ini masih jijik jika harus melakukan hal itu. Belum lagi masih hangat di dalam ingatannya, Juan sempat berbisnis dengan teman masa kecil yang sangat ia benci, membuat Eva untuk sementara tidak ingin bertemu langsung dengan Juan. Meski begitu, jauh di dalam pikirannya, Eva ingin menyelesaikan permainan ini bersama Juan, orang yang sejak awal bersama dirinya memasuki permainan memuakkan ini. “Cih! Aku bukan orang yang bisa melakukan hal menyenangkan sewaktu-waktu sepertimu, dasar perempuan yang selalu haus sentuhan!” sahut Eva ketus. “Hahaha… sudahlah, Gadis Kecil! Jangan munafik menjadi perempuan! Aku tahu kau suka hal-hal nakal!” Lilia mendekat perlahan ke arah Eva, membuat kekasih Juan itu menyeret tubuhnya menjauh dari Lilia. Eva merasa geli jika didekati perempuan dengan cara seperti itu. Melihat reaksi Eva yang bergerak menjauh, membuat Lilia justru tertawa semakin keras. Perlahan ia bangkit, berdiri menatap langit gelap yang entah ada apa di atas sana. Apakah atap? Atau memang langit kosong malam yang tidak berbintang? “Sudah cukup istirahatnya, ayo kita selesaikan permainan ini!” ucap Lilia sambil melirik ke bawah, ke arah Eva yang masih duduk di lantai. “Tapi, bagaimana caranya?” Eva memegang dagu dan hidungnya sambil menatap ke lantai. Lilia menahan tawa saat melihat bahasa tubuh Eva ketika berpikir, menurut Lilia hal itu sangat lucu. Lilia menggeleng pelan, sekarang adalah saatnya untuk ia fokus, tidak boleh teralihkan oleh hal lain yang tidak penting. Tapi bagaimanapun, Lilia tidak memiliki ide untuk keluar dari jalur ini. “Entahlah, aku tidak memiliki ide sama sekali. Kau punya cara?” tanya Lilia kepada Eva. Eva menghela nafas panjang, lalu ia memaksa dirinya untuk berdiri. “Ugh!” gerutu Eva sambil tangannya merayap di dinding, membantu tubuhnya bangkit. Kakinya gemetar, tenaganya benar-benar habis. “Kau yang memaksaku masuk ke jalur ini dan sekarang memintaku memikirkan cara untuk keluar? Konyol sekali! Pikirkan cara itu sendiri!” Eva melangkah ke arah yang berlawanan dengan arah mereka berjalan sebelumnya. Eva ingin meninggalkan Lilia sendirian, kembali ke jalur yang ia lalui sebelumnya. Eva tahu, ia sudah berjalan sangat jauh dari pintu masuk lorong lurus tanpa akhir ini, tetapi menurutnya lebih baik berjalan kembali daripada terus menerus menyusuri lorong panjang tanpa ujung ini. “Hei… hei… hei… baiklah, aku ikut denganmu, Eva. Aku mengaku salah!” seru Lilia mengejar langkah Eva yang tertatih. Saat berhasil menyusul Eva, Lilia segera memapah bahu rekan perjalanannya itu untuk membantu meringankan beban kekasih dari Juan tersebut. Eva hanya melirik kesal ketika menyadari Lilia membantunya. Menurut Eva, apa yang Lilia lakukan masih belum cukup untuk menebus kesalahan yang membuat mereka tersesat. “Hei, ayolah! Anggap saja ini permintaan maafku!” sahut Lilia ketika menangkap pandangan tidak menyenangkan dari Eva. Dua perempuan cantik itu akhirnya melanjutkan perjalanan pelan-pelan sambil menguatkan badan mereka yang lelah. Eva memang tampak lebih lemas dari Lilia, karena tenaganya habis ia buat menggerutu dan memikirkan Juan yang sempat berbohong padanya. Cukup jauh mereka berjalan, hingga tiba-tiba mereka berdua bertemu dengan sisi gelap dari labirin yang mereka lalui. Sisi gelap yang dimaksud di sini bukanlah sisi jahat, melainkan bagian yang benar-benar gelap, tanpa ada cahaya penerangan. Eva dan Lilia berhenti sejenak, lalu saling menatap. “Sepertinya tidak ada jalur seperti ini saat kita lewat tadi?” gerutu Lilia. “Ah mungkin saja kita lewat sini tadi, tapi kita melupakannya,” sahut Eva. “Tidak mungkin, aku adalah orang yang memiliki ingatan eidetik,” jawab Lilia sambil tetap melihat ke depan. “Eidetik? Maksudmu identik?” Eva masih terlihat bingung dengan istilah yang belum pernah ia dengar sebelumnya ini. “Eidetik. Seseorang yang mampu mengingat sesuatu secara dalam jangka waktu tertentu. Kemampuan ini biasanya menghilang seiring bertambahnya waktu, tapi aku bisa mempertahankannya. Makanya aku bisa yakin jika kita tidak pernah melalui jalur ini, karena aku masih ingat setiap persimpangan yang kita lewati.” “Lalu sekarang bagaimana?” Dua orang perempuan itu saling diam, mereka bingung apa yang harus dilakukan. Apakah mereka harus kembali memutar arah dan menyusuri jalan seperti semula? Atau mereka harus melewati kegelapan tanpa tahu apapun yang ada di dalamnya? “Hahhh… jika kembali lagi, maka kita akan melewati jalur lurus tanpa akhir lagi,” ucap Lilia sambil menengok ke atas. Perlahan, Lilia memicingkan mata, mencoba memperhatikan sesuatu di atas sana. Langit-langit yang gelap tanpa ada cahaya yang menerangi, apa yang tersimpan di sana? Sejenak kemudian, Lilia membuka matanya lebar-lebar, menyadari ada sesuatu yang salah dengan labirin ini. “Eva, sepertinya kita sedang dipermainkan!” ucap Lilia sambil tetap mendongak ke atas. Eva yang tidak mengerti maksud ucapan Lilia, ikut mendongakkan kepala dan mencoba melihat sesuatu yang diperhatikan oleh Lilia. Eva memicingkan mata, “Aku tidak melihat apapun,” sahut Eva. Kekasih Juan itu berusaha sekuat tenaga memfokuskan matanya melihat apa yang sedang diperhatikan oleh rekan seperjalanannya itu. “Sudahlah, ayo! Pasti ada sesuatu di balik lorong gelap ini!” Lilia menyeret tubuh Eva yang tertatih, membuat Eva semakin sulit mempertahankan keseimbangannya. “Hei, kau yakin?!” Eva berusaha memberontak, tapi tenaganya yang kalah jauh jika dibandingkan dengan Lilia, membuat Eva tidak bisa melakukan apapun kecuali menuruti perintah dari Lilia. Pelan-pelan, mereka berdua mulai menyusuri kegelapan yang ada di depan mata. Cahaya yang menyinari jalur mereka, perlahan terlihat semakin redup. Memang, jalur yang mereka lalui saat ini tidak sepenuhnya gelap. Pupil mata yang membesar membuat Eva dan Lilia mampu menangkap tipisnya cahaya yang masuk ke mata, membuat mereka tetap mampu melihat meski dalam gelap. Perlahan, mereka melangkah semakin jauh di dalam kegelapan. Hingga tiba-tiba, “Argh!” Eva dan Lilia berteriak bersamaan. Dua peserta itu tersandung sesuatu, kemudian berguling hingga nyaris terperosok ke sebuah lubang. “Hei, sial! Apa ini!” Lilia berteriak dengan panik. Saat ini Lilia dan Eva sedang menggantung, berpegangan kepada tangkai besi yang melintang dari ujung ke ujung. Lantai tempat berpijak tadi, kini berada di atas kepala mereka. Kaki mereka menggantung di tepi jurang. Saat melihat ke bawah, Lilia tidak bisa melihat ke dasar jurang karena tidak ada cahaya yang menembus ke dasar. Ia tidak tahu dan tidak berani bertaruh, apakah jurang di bawah kaki mereka itu dalam atau dangkal. Sementara Eva, hanya memejamkan mata sambil bergelantungan dan berpegangan dengan tangkai besi yang melintang. Tangannya terasa sangat lemas, ia tidak kuat lagi menahan tubuhnya. Ingin rasanya Eva melepaskan genggaman dan menyerah pada permainan ini, mengingat apa yang sudah terjadi padanya selama berada di dalam Couple Games. Tapi entah kenapa, tubuhnya menolak keinginan untuk menyerah. Meski tenaganya hanya tinggal setetes, jari-jari tangannya tidak melepaskan diri dari pegangan. Naluri bertahan hidup yang ia miliki sangat besar, meski sudah dihujani dengan rintangan dan fakta menyedihkan antara Juan dan dirinya. “Eva! Eva!” Lilia berteriak kepada Eva yang masih tetap memejamkan mata, membuat kekasih Juan itu terpaksa membuka mata dan menengok ke arah suara Lilia berasal. “Tahan! Aku akan menolongmu!” Lilia berusaha sekuat tenaga untuk mengangkat tubuhnya keluar dari tepi jurang dengan selamat. Sementara Eva mulai tidak bisa merasakan kakinya karena rasa dingin yang menusuk dari telapak kaki hingga pangkal paha. Bukan, dingin yang Eva rasakan bukan dingin secara harfiah, melainkan rasa takut yang sangat besar membuat kaki Eva terasa membeku dan semakin lemas. Eva kembali menutup mata, demi mengurangi rasa takut yang ada di dalam kepala. Sedangkan Lilia menoleh ke kanan dan kiri sambil berusaha mengangkat tubuhnya. Tenaga yang tinggal sedikit, membuat Lilia kesulitan untuk bangkit dari tepi jurang. Setelah bersusah payah, Lilia mulai bisa menaikkan tubuhnya ke permukaan lagi. Tapi dari arah yang tidak jauh, Lilia menyadari ada sesuatu yang datang ke arah mereka. Lilia bergegas mengangkat tubuhnya, kemudian ia berlari tertatih ke arah Eva yang masih menggantung di tepi jurang. Lilia mengulurkan tangan, namun Eva masih memejamkan mata tanpa menyadari jika rekan seperjalanannya sedang berusaha membantu. “Hei! Pegang tanganku!” teriak Lilia. Eva sontak membuka mata, lalu melepaskan salah satu tangannya dari tangkai besi yang ia pegang. “Ah!” Bukannya segera meraih uluran tangan Lilia, genggaman yang lepas justru membuat tangan Eva lemas dan ikut tergantung. Lilia berganti posisi. Kali ini ia duduk, menggunakan tangkai besi yang melintang sebagai pijakan, lalu memegang satu tangan Eva yang masih berpegangan dengan tangkai besi tersebut. Lilia sekuat tenaga menarik Eva yang lemas di tepi jurang. Pijakan di kakinya membantu Lilia mempertahankan tumpuan agar tidak ikut terseret ke dalam jurang. Jantung Lilia berdegup kencang, ia takut tidak bisa menyelamatkan rekan seperjalanannya itu. Beruntung, adrenalin yang berangsur-angsur meningkat membuat ledakan tenaga yang dikeluarkan pun meningkat tajam. Di tengah kelelahan yang menyelimuti tubuh Lilia, ia masih mampu mengangkat Eva hingga ke permukaan. Eva dan Lilia berbaring di lantai, nafas mereka terengah-engah, dan tubuh mereka gemetar hebat. Lilia masih tidak menyangka dirinya mampu mengangkat Eva, padahal berat badan mereka tidak berbeda jauh. Eva pun tidak menyangka bisa selamat dari keadaan yang bisa merenggut nyawa tersebut. Eva pun terkejut, ada orang yang dengan baik hati mau menyelamatkan nyawanya, padahal sikapnya selama ini sangat cuek pada orang tersebut. Di tengah keadaan yang hampir pingsan, tiba-tiba Lilia dan Eva mendengar suara “klek” yang terdengar seperti sesuatu yang mengunci. Tidak lama setelah itu, mereka merasakan ada cahaya yang berusaha masuk dari sela-sela kelopak mata yang tertutup, membuat mereka berdua melihat warna merah dari pembuluh darah di kelopak mata. Eva masih tidak menghiraukan apa yang ia dengar dan lihat, tubuhnya masih terlalu letih untuk digerakkan. Namun Lilia yang masih memiliki sedikit tenaga, mencoba bangkit dan melihat apa yang sedang terjadi. “Hei, Eva, lihatlah!” Mata Lilia terbelalak melihat ada jalur yang terbuka di depan matanya. Jalur yang terlihat normal, berbeda dengan apa yang mereka hadapi sebelumnya. Lilia pun bingung dengan apa yang ada di hadapannya. Ke mana jurang yang hampir merenggut nyawa mereka? Bukankah jurang itu baru saja ada di hadapan mata mereka?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN