Episode 26 : 17

2044 Kata
Lilia membantu Eva yang berbaring tanpa tenaga di dalam labirin, menuju ke sisi lain dari lorong lurus tanpa akhir yang baru saja hampir membuat mereka kehilangan nyawa. Lampu yang tiba-tiba menyala, jurang yang menghilang, serta munculnya jalur baru, membuat gadis yang mengenakan nomor 5 itu memikirkan banyak kemungkinan di dalam otaknya. Eva yang masih lemas, sekuat tenaga dibantu berdiri dan dipaksa melewati batas samar yang ada di antara dua rangkaian lorong labirin, demi membuktikan apa yang ada di dalam pikiran Lilia. “Aku tidak kuat,” keluh Eva. Namun Lilia tetap memapahnya, memaksa Eva untuk berjalan. Dengan tertatih, dua wanita itu bergerak selangkah demi selangkah. Saat melewati batas yang tidak terlihat, Lilia yang memiliki memori eidetik mampu mengingat dengan jelas jika mereka pernah melewati jalur ini sebelumnya. Lebih tepatnya, jalur tempat mereka berdua berada saat ini tidak terlampau jauh dari pintu masuk persimpangan jalur lurus tanpa akhir. Ketika disebut tanpa akhir, sebenarnya nama yang tersemat pada jalur itu pun bukan hanya bualan. Lilia menyadari keanehan dari jalan yang mereka lalui, ketika jurang yang membuat mereka terperosok tiba-tiba menghilang. Setelah melewati batas tidak terlihat dan merasa dirinya aman, Lilia melepaskan Eva dan membuat kekasih Juan itu seketika tersungkur. Eva hendak pingsan, namun gadis itu bersusah payah mempertahankan kesadaran. Ia tidak ingin tertidur dan tiba-tiba bangun di lingkungan yang berbeda. Lebih buruk lagi, Eva tidak ingin tiba-tiba terbangun di akhirat. Demi mempertahankan kesadaran dan memulihkan tenaga, Eva mengajak Lilia berbincang. Baru kali ini Eva bersosialisasi dengan orang lain sejak memasuki Couple Games, berbeda dengan peserta lain yang mulai berkoalisi sejak permainan Maze Game dimulai. “Hei, Lilia!” Eva membuka mata perlahan, melirik ke arah rekan seperjalanannya yang duduk terengah-engah di sampingnya. “Heum?” jawab Lilia singkat tanpa menoleh ke arah Eva yang mengajaknya berbincang. “Kau tahu apa yang baru saja kita hadapi? Kenapa tiba-tiba ada jurang? Kenapa jurang itu menghilang? Kenapa ada jalan yang terbuka? Kenapa jalur yang kita lewati tiba-tiba terang benderang?” ucap Eva menyerocos. Mungkin apa yang Eva lakukan akan membuat orang yang mendengar menjadi kesal, namun ia sengaja melakukan itu. Jika tidak, maka seketika ia akan pingsan, karena sebenarnya Eva merasa pusing karena terlalu lelah, dunia di hadapannya terasa berputar-putar. Perutnya pun seperti terkocok, berputar dan mual. Asam lambung di perutnya seakan mendorong ke atas, meminta untuk dimuntahkan. Kesalahan Eva memang, tidak mengonsumsi apapun sejak ada di dalam Couple Games. Egonya yang tinggi serta rasa sakit hati terhadap Juan membuat Eva tidak merasa lapar saat diberi bingkisan makanan oleh pihak Couple Games. Baru sekarang lah, gadis itu merasakan dampak dari sisi egois dan gengsinya. “Cih! Cerewet sekali kau, Bocah!” gerutu Lilia. “Kau juga bocah!” balas Eva. “Jelaskan saja, supaya aku tidak pingsan di sini. Setidaknya suara jelekmu akan membuatku tetap terjaga!” Dalam keadaan lemah tak berdaya, Eva masih sempat merundung teman seperjalanan yang baru saja menyelamatkan nyawanya. “Ish! Baiklah… baiklah, sepertinya otakmu terlalu dangkal untuk mengerti tentang apa yang baru saja kita lewati.” Lilia pun menjelaskan secara rinci tentang rintangan yang baru saja mereka berdua lalui. Lilia pun mulai menyerocos tentang apa yang ia ketahui, sementara Eva memperhatikan dengan seksama sambil berusaha sekuat tenaga mempertahankan kesadaran. Jadi, jalur yang baru saja mereka lalui memang disebut dengan lorong tanpa akhir, di mana lorong itu memang benar-benar hanya sebuah jalan lurus yang tidak memiliki ujung. Kejadian di mana Eva dan Lilia tergantung di tepi jurang, adalah petunjuk paling besar yang mereka dapatkan terkait lorong ini. Tempat mereka tergantung itu adalah tepi dari lorong panjang tersebut. Sebenarnya, lorong tanpa akhir hanya memiliki tiga buah lorong yang saling terputus dan menyambung. Panjang masing-masing lorong adalah sekitar 200 meter, dengan ujung lorong yang memang dirancang gelap sehingga memberikan siluet jika lorong itu memang sangat panjang. Lorong pertama adalah tempat mereka berdua masuk. Lalu saat Eva dan Lilia sudah terjebak di dalam lorong pertama, saat itulah operator dari lorong tanpa akhir mulai menghidupkan mekanisme lorong tersebut. Saat Eva dan Lilia berjalan menyusuri lorong pertama, lorong ketiga atau lorong paling ujung akan berpisah dari lorong di belakangnya. Lorong kedua dan pertama yang masih bergabung, maju perlahan dengan kecepatan di bawah 10 kilometer per jam, cukup pelan untuk menyamarkan adanya pergerakan. Selain itu, suara gemuruh yang dibunyikan secara konstan, dibarengi dengan efek guncangan yang sengaja dinyalakan, membuat pergerakan lorong kedua dan pertama semakin tidak bisa dirasakan. Para peserta yang memasuki lorong itu akan cenderung berjalan lurus, tanpa menghiraukan apapun yang ada di belakang. Apalagi ketika mereka merasa sudah berjalan jauh, maka akan muncul keraguan untuk kembali ke belakang. Administrator permainan akan memanfaatkan hal itu untuk mengeksploitasi mental dari para peserta. Kebanyakan peserta yang melalui lorong ini akan mati kelelahan di tengah jalan. Saat peserta kehabisan nafas, saat itulah tim eksekutor akan datang dan menghilangkan jejak peserta yang tidak berhasil keluar dari lorong tersebut. Kelelahan dan kematian pada lorong itu, merupakan hiburan yang sangat disukai oleh para VIP. Hanya sedikit peserta yang mampu melewati lorong tanpa akhir. Saat hendak berbalik, Lilia dan Eva sedang berada di lorong ketiga yang sedang bergerak menggantikan lorong pertama. Ketika mereka terjatuh dan menggantung di tepi lorong, Eva dan Lilia hampir saja tergencet sambungan antar dua lorong. Jika saja Lilia tidak sigap menyelamatkan Eva, maka bisa dipastikan Lilia harus mencari rekan seperjalanan lagi karena kematian Eva. Beruntung, sekarang mereka berdua pun sudah terbebas dari lorong tanpa akhir. Lalu, apakah tantangan yang mereka hadapi berakhir di sini? Sepertinya tidak. Karena apa yang Eva dan Lilia hadapi, masih berjarak cukup dekat dari pintu masuk. Sementara Labirin ini memiliki luas wilayah yang sangat lebar, bahkan hampir mencakup satu distrik. Tidak mungkin labirin ini hanya berisi tantangan sederhana seperti yang sudah ditayangkan sebelumnya. Couple Games tidak hanya berisi Eva, Lilia, David, Lucas, dan Juan. Masih banyak peserta lain yang layak mendapatkan perhatian. Apalagi di dalam Maze Game yang memiliki cakupan luas, sangat banyak permainan dan tantangan yang mungkin dihadapi oleh para peserta. Ada satu peserta yang tidak mendapatkan rekan seperjalanan, yaitu peserta yang mengenakan nomor 17. Jika memang ada yang lupa, nomor 17 adalah peserta yang tega membunuh peserta lain di dalam permainan Jujur atau Tantangan yang diadakan di dalam elevator. Karena perbuatan mereka ditayangkan di layar empat sisi ruangan kubus putih, membuatnya dijauhi oleh para peserta lain karena tidak ingin menjadi korban selanjutnya. Meskipun memang sejak awal memasuki labirin mereka bersama dengan peserta lain yang menggunakan nomor pintu sama, namun peserta nomor 17 diusir secara kasar ketika melewati persimpangan pertama setelah pintu masuk. Baik itu peserta laki-laki maupun perempuan, mendapatkan perlakuan sama dari peserta lainnya. Hal itu membuat sepasang peserta nomor 17 itu berjalan sendiri-sendiri dan terpisah dari para peserta lain. Pada tayangan sebelumnya, kita diberikan adegan di mana Juan mengatakan bahwa ruangan labirin di Maze game dapat bergerak. Bukan hanya lorong tanpa akhir yang memang dirancang untuk bergerak, tetapi seluruh labirin di ruangan ini dapat bergerak sesuai keinginan dari administrator, membuat para peserta akan melangkah ke tujuan yang diinginkan oleh para VIP. Bahkan ketika tayangan sedang menyorot kepada salah satu peserta, administrator akan memberikan pilihan di layar para VIP untuk menentukan jalur mana yang harus dilewati oleh para peserta. Hal itu terjadi juga kepada peserta nomor 17, di mana ketika tayangan menyorot mereka berdua, ada sebuah pilihan yang muncul di layar penonton. “Apakah kita akan mempertemukan mereka berdua?” begitulah bunyi pilihan tersebut. Para VIP berbondong-bondong memberikan tanggapan mereka. Mengejutkan, lebih dari 70 persen VIP ingin peserta nomor 17 bertemu, sementara hanya 15 persen yang memilih tidak ingin mereka berdua bertemu. Sedangkan sekitar kurang dari 15 persen sisanya, memilih tidak menjawab. Karena banyaknya permintaan dari para VIP untuk mempertemukan kedua insan yang ditakdirkan sehati itu, maka administrator permainan akan menuruti permintaan para VIP. Pelan-pelan dinding labirin digeser, untuk membentuk jalan demi mempertemukan kedua peserta tersebut. Jalur yang digeser pun tidak tepat di hadapan mata, demi memberikan kesan alami bagi para peserta. Ketika kamera menyorot lebih dekat ke wajah peserta lelaki dan perempuan nomor 17 yang berjalan terpisah, mereka berdua tampak tidak peduli dengan apa yang ada di hadapan mereka. Mata mereka menyorot tajam, kilatan mata mereka pun tampak menyeramkan. Dua peserta ini seakan memiliki sorot mata yang seragam, sama-sama siap membunuh siapapun yang menghalangi. Mungkin ada rasa tidak terima di dalam pikiran mereka, ketika dua orang itu ditinggalkan dan dibuang oleh para peserta lain. Dinding labirin yang bergeser, membentuk jalan berkelok yang akhirnya menuntun mereka berdua bertemu. Mereka lah peserta pertama yang berhasil bertemu dengan pasangan, tanpa ada drama apapun terlebih dahulu. Meski pihak Couple Games sudah menyusun pertemuan mereka dengan mulus, namun mereka berdua tetap saja membuat drama. Sebagai seorang narator, aku heran melihat tingkah dari para peserta. Sebelum bertemu, kedua peserta nomor 17 dipisahkan oleh sebuah dinding beton yang masih terlihat sama dengan sebelumnya. Saat jarak dari kedua peserta ini semakin dekat, langkah kaki mereka mulai terdengar oleh pasangan yang berada tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Peserta laki-laki dan perempuan nomor 17 saling diam, mendengarkan dengan seksama sumber suara langkah kaki yang masuk ke telinga mereka. Sikap waspada dan hati-hati membuat mereka berdua melangkah pelan. Sangat pelan hingga membuat pasangan mereka tidak bisa mendengar suara langkah kaki. “Aku yakin baru saja mendengar suara,” gumam peserta lelaki nomor 17, sambil mengendap-endap dan menempelkan badan ke dinding. “Kenapa suara langkah kaki itu tidak terdengar lagi?” ucap peserta perempuan nomor 17 pelan. “Jangan bilang ada peserta lain di balik tembok ini!” Si lelaki mengendap-endap semakin cepat, tangannya mulai mengepal, bersiap memukul siapapun yang muncul dari balik tembok. “Sial, aku tidak menemukan benda apapun yang bisa dijadikan senjata!” gerutu si perempuan. Mereka berdua pun mengendap-endap semakin dekat. Ketika tiba di ujung tembok, dua peserta nomor 17 itu dam di posisi mereka masing-masing. Si perempuan mulai merasa takut, tidak biasanya ia melancarkan aksi kejam sendirian. Apalagi, biasanya ia tidak bertindak dengan tangan kosong. Hal itu membuatnya semakin takut. Tapi ketika ingat lagi bagaimana wajah semua peserta ketika mengetahui bahwa dirinya berani membunuh peserta lain, si wanita nomor 17 menangkap ada sinyal rasa takut dari para peserta. Bukan hanya merasa malas kepada mereka, para peserta lain benar-benar ketakutan. Hal itu membuatnya percaya diri jika ia bisa mengalahkan peserta lain jika hanya satu lawan satu. “Haaah!” Si wanita nomor 17 berteriak demi mengumpulkan keberanian yang sempat menurun. Sesaat kemudian, ia segera berlari ke sisi lain tembok di mana ada peserta pria nomor 17 di sana. Mendengar suara perempuan yang ia kenal, membuat pria nomor 17 mundur perlahan, instingnya mengatakan jika orang di seberang tembok adalah kekasihnya. Pria itu sangat paham, lingkungan keras yang membantu tumbuh sejak kecil, membuat mereka memiliki insting bertahan hidup yang tinggi. Namun terkadang, insting membunuh yang mereka miliki mendominasi sehingga mereka tidak segan menghabisi nyawa orang lain agar diri mereka tidak mati. Wanita nomor 17 berlari sambil mengepalkan tangan, bersiap-siap memukul siapapun yang ia temui. Namun ketika ia melewati tembok pembatas, raut wajah marah dan kepalan tangannya tiba-tiba berubah saat melihat orang yang ia temui di baliknya. “Dewa?!” ucap wanita nomor 17 ketika melihat kekasihnya. “Putri?!” sahut pria nomor 17 yang sudah tidak terkejut lagi dengan kehadiran kekasihnya, sebab instingnya tidak salah ketika mendengar suara kencang dari balik tembok. Setelah terdiam sejenak, Putri pun segera berlari, menghampiri Dewa, dan mendekap kekasihnya erat-erat. “Aku kira kau orang lain! Hampir saja aku membunuhmu!” Putri terisak di dalam pelukan Dewa. “Haha, kau tidak akan bisa membunuhku semudah itu, Putri Sayang!” Dewa mengelus kepala belakang Putri dengan lembut. Meski di luar mereka adalah orang yang tega menghabisi nyawa orang lain, namun dua orang ini memiliki sisi lembut yang memang sengaja tidak ditunjukkan di hadapan umum. Melihat adegan mesra itu, membuat para VIP yang menonton Couple Games beramai-ramai memberikan komentar “Oooh…” Mereka terharu dengan adegan mesra dan hangat yang ditampilkan di layar kaca. Namun sayang, reaksi haru yang ditunjukkan tidak bertahan lama. Karena setelah Dewa dan Putri bertemu, administrator permainan memunculkan pilihan lagi di layar kaca. “Bunuh atau biarkan mereka lolos?” begitulah bunyi pilihan yang muncul. Seluruh VIP beramai-ramai memberikan pilihan. Hanya butuh waktu beberapa detik, pihak administrator sudah menutup pemungutan suara dengan hasil 90 persen mengatakan “bunuh” dan hanya 10 persen yang meminta mereka untuk diloloskan. Begitulah tabiat para VIP Couple Games. Semakin mereka cinta kepada para peserta, semakin mereka ingin mengakhiri hidup dari peserta tersebut.

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN