Episode 24 : Jalan Mudah

1825 Kata
“Jadi, kau akan membiarkanku membusuk di sini?” bentak David kepada Lucas sambil mencengkram kerah kaos putih yang dikenakannya. “Hei, tenanglah! Bukan seperti itu maksudku!” sahut Lucas sambil mencoba melepaskan cengkraman tangan David yang terasa lengket di kerah bajunya. Sementara David dan Lucas bertengkar, Juan mengabaikan mereka dan berjalan melewati dua orang yang sedang saling beradu otot tersebut. Sejak awal, Juan memang tidak menganggap mereka sebagai teman perjalanan. Peran David dan Lucas hanya dianggap sebagai penunjuk jalan dan orang yang mungkin bisa menemani kesendiriannya selama mengarungi labirin yang terasa tidak memiliki jalan keluar ini, tidak lebih. Namun ketika dua orang itu sudah tampak berbeda visi dan tidak akur, maka saat itulah Juan berpikir bisa meninggalkan mereka. Langkah Juan yang pergi menjauh dan melanjutkan perjalanan tanpa Lucas dan David, membuat dua orang yang semula sedang bersitegang tiba-tiba melunak. Lucas dan David saling tatap dengan bingung, heran terhadap sikap Juan yang tampak cuek kepada mereka. “Cih!” David mendorong badan Lucas, lalu mengikuti langkah Juan. Lucas tertatih, tersandung kakinya sendiri kemudian terduduk di lantai keras, di mana batu menggelinding yang sempat mengikuti mereka terdiam tidak jauh dari punggung Lucas. Lucas hanya diam dan melihat dua orang di depannya yang melanjutkan perjalanan tanpa dirinya. Jika itu Juan, mungkin Lucas bisa mengerti, karena Juan sejak awal memang tidak mendekat kepadanya. Tetapi David, pria itu tampak bermuka dua, mengikuti siapapun yang menguntungkan baginya. Sayangnya, tidak ada pilihan lain bagi Lucas selain mengikuti langkah dari dua orang di depannya, karena bagaimanapun ia juga harus menyelesaikan permainan ini. Di tengah lorong lurus tanpa persimpangan, tiba-tiba Juan berhenti. David yang mengikutinya pun bingung, “ada apa? Apakah kita tersesat?” tanya David, namun diabaikan oleh Juan. Juan hanya menoleh ke kanan dan kiri, memperhatikan tembok yang membentang di sekitarnya. Tidak lama setelah itu, Lucas pun berhasil menyusul langkah dua rekan yang semula meninggalkannya. “Kenapa?” tanya Lucas kepada David yang berdiri di belakang Juan. David hanya melirik sinis, tanpa memberikan jawaban apapun. Lucas pun hanya berdecak pelan lalu memutar bola mata kesal, ia tidak merasa melakukan kesalahan kepada David, namun David terkesan hanya ingin mengambil jalan mudah tanpa harus berpikir. Setelah beberapa saat mengamati, Juan berbalik. Ia melihat Lucas sudah berdiri di belakangnya, lalu Juan menghampiri Lucas dengan raut wajah khawatir. “Hei, Tunas,” ucap Juan. “Lucas, bukan Tunas,” sahut Lucas. “Terserahlah, aku bukan orang yang pandai mengingat nama orang yang tidak penting.” Ucapan Juan membuat David hampir menyemburkan air liur karena hendak tertawa, sementara Lucas hanya menarik nafas panjang. Rasanya, Lucas sepertinya salah memilih rekan perjalanan kali ini. Satu orang rekan hanya ingin melalui jalan mudah, sedangkan satu orang lain terlampau cuek. “Aku ingin bertanya kepadamu, Tunas, apakah kau sempat memberi tanda ketika berada di tengah jalan lurus?” Juan melipat tangan ke depan, menatap Lucas dengan seksama, mengabaikan David yang masih menahan tawa karena nama Lucas yang diganti seenaknya oleh Juan menjadi Tunas. “Tidak, aku hanya memberi tanda di persimpangan,” jawab Lucas sambil mengernyitkan dahi. Tanpa memberi tanggapan lebih lanjut terhadap kalimat Lucas, Juan merentangkan tangan ke samping, menunjuk sisi tembok di mana terdapat coretan garis panjang berwarna hitam yang tampak dibuat oleh manusia di dalam permainan ini. Lucas dan David yang bingung, mereka berdua segera berjalan cepat, memperhatikan goresan di dinding itu dari jarak yang sangat dekat. “Goresan ini…” Lucas mencari batang besi yang selama ini ia simpan, menepuk-nepuk kaos, celana, hingga mencari ke balik kaos kaki yang ia gunakan, namun tidak menemukan batang besi itu di manapun. “Ah, jangan bilang batang kecil itu terjatuh!” gerutu Lucas sambil menyusuri lantai. “Apa? Batangmu kecil? Ah, aku tahu, pasti kekasihmu tidak pernah puas denganmu, bukan? Hahaha!” celetuk David. Lucas yang mendengar itu pun merasa kesal. “Apa kau bilang?” Lucas berjalan cepat ke arah David, lalu mencengkram kerah kaosnya, membalas perbuatan David sebelumnya. Lucas tidak terima jika harga diri sebagai seorang lelaki harus diinjak oleh orang asing yang baru ia kenal. Sementara Lucas dan David kembali bertengkar, Juan justru sibuk memperhatikan goresan hitam di dinding. Sesaat kemudian, ia menggerakkan tangan, menggoreskan sesuatu di bawah tanda yang sebelumnya sudah terukir di sana. Goresan yang Juan buat, memiliki karakteristik yang sama persis dengan goresan sebelumnya, membuat Juan berpikir jika goresan ini memang dibuat menggunakan batang logam yang ia pegang. Tunggu, batang logam? Mendengar suara goresan batang logam terhadap tembok, membuat Lucas yang sedang berkelahi dengan David mendorong badannya menjauh, lalu kembali berjalan cepat ke arah Juan. “Tunggu, bagaimana benda itu bisa ada di tanganmu?” seru Juan sambil menunjuk batang besi yang ada di tangan Juan. Juan hanya menoleh ke belakang dengan sinis, lalu berdecak pelan. “Lain kali, perhatikan sekitarmu! Kau seharusnya menjaga barang pribadimu, jangan sampai jatuh ke tangan orang lain!” Juan berdiri, menoleh ke arah batu besar yang berjarak cukup jauh darinya saat ini, lalu menoleh ke arah berlawanan di mana lorong yang mereka lalui saat ini tampak lurus tanpa persimpangan dalam jarak yang cukup panjang. “Hahhh… sepertinya labirin ini bergeser. Ini gawat, tanda-tanda yang kau tinggalkan tidak berguna lagi, Tunas!” ucap Juan sambil menghela nafas. Lucas yang merasa marah dan bingung karena batang logam miliknya tiba-tiba ada di tangan Juan, ditambah dengan Juan yang selalu memanggilnya dengan nama Tunas, merasa tidak memiliki kesempatan untuk marah ataupun tersinggung. Tempat mereka berada saat ini, membuat Lucas yang sejak awal permainan selalu mendapatkan keberuntungan, harus memikirkan cara untuk bisa keluar dari permainan ini dengan selamat, karena ia juga tidak tahu ada rintangan apa lagi yang akan menghadang mereka di depan. Rintangan batu menggelinding yang sudah memakan dua korban jiwa tadi, mungkin hanya permulaan. Bisa saja, ada banyak rintangan lain yang lebih menyeramkan menunggu mereka di depan. Tiga orang pejuang labirin, Lucas, David, dan Juan, masih berdiri di tempat, ragu melanjutkan perjalanan. Mereka masih berpikir, apakah labirin ini benar-benar bergeser, atau hal itu hanya sekadar firasat dari Juan? Di sisi lain labirin permainan kedua, Maze Game, Eva dan Lilia berjalan beriringan menyusuri tiap jalan dan persimpangan. Mereka berdua berusaha menghindari peserta perempuan lain. Setiap kali Lilia mendengar suara peserta lain yang memang kebanyakan perempuan akan menjadi berisik untuk mengusir kebosanan dan rasa kesepian, Lilia meminta Eva untuk diam dan menunggu peserta itu tidak terlihat, lalu mereka berdua berjalan ke arah lain. Sementara ini, jalur yang mereka lalui terasa lurus dan datar, tidak ada tantangan dan rintangan yang menghadang langkah mereka. Meski begitu, Eva sempat beberapa kali mendengar suara gemuruh di beberapa tempat. Ia terkejut dan melihat ke atas saat suara gemuruh itu terdengar. Eva memegangi tangannya sendiri yang mulai gemetar, karena sadar jika saat ini tidak ada Juan yang berada di dekatnya. Beberapa saat kemudian, Eva dan Lilia melewati sebuah lorong lurus panjang yang tampak tidak memiliki akhir. Eva berhenti di pintu masuk lorong tersebut, namun Lilia tanpa ragu langsung menyelonong ke dalamnya. Menyadari Eva tidak mengikutinya, Lilia berbalik. Terlihat mata Eva di ujung lorong bergetar, gadis itu sedang dikuasai oleh rasa takut. “Hei, ayo!” seru Lilia mengajak Eva masuk, namun Eva justru melangkah mundur perlahan sambil menggeleng pelan. Eva ingin menyusuri jalan lain saja, karena lorong panjang lurus seperti tanpa akhir di depannya, mengingatkan Eva akan saat di mana ia diculik oleh penyelenggara Couple Games di salah satu sudut Kota Industri. Melihat Eva yang tidak ingin masuk ke dalamnya, membuat Lilia sedikit kesal. Lilia sejak awal memang ingin mencari teman yang bisa ia ajak menyusuri labirin bersama-sama. Di antara semua peserta yang tersisa, Lilia sengaja memilih Eva setelah memikirkan berbagai pertimbangan. Saat sebelum masuk ke dalam Maze Game, Lilia sengaja memilih bola yang memiliki nomor pintu di sebelah Eva. Meski memang seharusnya para peserta memilih nomor pintu secara acak, namun Likia seakan memiliki cara sendiri untuk mendapatkan nomor yang ia inginkan. Ketika ia menyadari jika Eva hanya seorang diri di pintu masuk tersebut, membuat Lilia semakin bersyukur karena ia tidak perlu bersaing dengan banyak orang untuk mengambil Eva. Saat masuk ke dalam labirin pun, Lilia bukannya menyusuri jalan untuk mencari pasangannya, Lucas, namun ia terlebih dahulu mencari di mana jalan yang Eva masuki. Lilia mencoba memetakan jalan yang ia lalui, memperkirakan jalur di dalam pikirannya yang mungkin dilalui oleh Eva, hingga akhirnya ia bisa menemukan orang yang ia incar untuk menjadi rekan perjalanan di permainan kali ini. Sehingga ketika ia melihat Eva berhenti di tengah jalan dan tidak ingin mengikuti jalur yang ia pilih, wajar saja apabila kemudian Lilia merasa kesal. Lilia berjalan perlahan ke arah Eva, lalu ketika dua orang itu sudah saling tatap di jarak dekat, Lilia mengulurkan tangan kepada Eva. Eva melihat ke arah telapak tangan Lilia yang terbuka kepadanya, lalu berpindah menatap wajah Lilia yang menunjukkan senyum ramah namun tampak terpaksa, kemudian berpindah lagi ke telapak tangan Lilia. Berulang kali Eva menoleh ke atas dan bawah, tidak segera menyambut uluran tangan dari rekan perjalanannya itu. Lilia menghela nafas panjang, lalu ia dengan sigap meraih tangan Eva yang masih sedekap di atas perutnya. “E-eh…” Eva tertatih ketika Lilia menarik tangannya dengan sedikit kasar. Ingin ia melawan, tapi rasa takut yang ada di pikirannya membuat tenaga yang Eva miliki tidak keluar dengan optimal, membuat badannya terasa mudah untuk ditarik. Lilia merasakan getaran hebat di telapak tangan Eva, rasa takut dan khawatir di dalam kepala Eva bukan main-main rupanya. Dua orang gadis cantik yang sama-sama bermata sipit itu terus berjalan perlahan menyusuri lorong lurus panjang. Namun semakin masuk lebih jauh, Lilia merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan lorong tersebut. Rasanya, sejauh apapun mereka berjalan, lorong yang mereka masuki itu tidak pernah berakhir. Bahkan di tengah jalan, akhirnya Eva merasa lelah dan tidak sanggup lagi untuk berjalan. Entah berapa lama lagi mereka harus menyusuri jalan tersebut, saat menoleh ke belakang pun, persimpangan labirin tempat mereka memasuki jalur ini pun tidak terlihat lagi. Badan Eva bergetar semakin hebat, ketakutan yang ia rasakan seakan dibenarkan oleh kenyataan yang ada. “Sudah kubilang, jangan melewati jalan ini! Aku sudah memiliki pikiran buruk tentang jalur lurus ini, tetapi gadis sok pintar itu tidak ingin mendengarku,” gerutu Eva perlahan sambil melihat Lilia yang berdiri tidak jauh dari dirinya. Suaranya yang pelan, tidak terdengar hingga ke telinga Lilia. Ia hanya tidak ingin memperkeruh suasana yang sudah tidak menentu ini. Dua orang peserta yang sedari tadi hanya melewati jalur lurus dan halus tanpa rintangan ini, sekarang harus menghadapi kenyataan di mana kemungkinan besar mereka berdua tidak bisa keluar dari jalur lurus tanpa akhir tersebut. Sementara di tempat lain, di mana para VIP menonton permainan Maze Game secara daring dari layar gawai mereka masing-masing, para penonton tampak semakin antusias dengan apa yang ditayangkan oleh Couple Games. Mereka semua tahu, apa sebenarnya yang terjadi dengan jalur yang dilewati oleh Lilia dan Eva. Para penonton semakin bersemangat memberikan hadiah kepada Couple Games karena memberikan tontonan yang sangat menghibur bagi mereka. Tidak lupa, pihak Couple Games juga mengadakan pertaruhan, apakah Lilia dan Eva bisa keluar dari jalur itu dengan selamat? Apakah Lilia dan Eva mampu memecahkan misteri jalan lurus yang tidak memiliki akhir tersebut?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN