Episode 18 : Deathflag

1373 Kata
Permainan “Jujur atau Tantangan” yang bergulir di dalam elevator dengan peserta nomor 10, Abi dan Abel, serta pasangan nomor 3, tidak berjalan sesuai dengan rencana. Meski begitu, Pota justru menikmati pemandangan di mana Abel merasa ragu setelah mendengar jawaban yang Abi berikan untuk pertanyaan yang dilontarkan oleh Pota. Abel bingung, apakah ia harus melanjutkan tantangan dan kejujuran yang ia pilih sekaligus, atau ia harus menelan ludahnya sendiri dan meminta pengampunan kepada Pota? Kegalauan yang ia rasakan semakin berat ketika mengingat bahwa ia masuk ke dalam permainan ini bukan karena diculik seperti para peserta yang lain, melainkan masuk secara sukarela. “Ayolah, peserta wanita nomor 10! Permainan masih berlanjut!” goda Pota. Administrator pertandingan ini sengaja ingin membuat panik Abel yang sedang kacau. Selain itu, Pota juga mulai menggerakkan tali pengikat elevator perlahan, membuat elevator itu mulai bergoyang. Jika diteruskan, maka bukan mustahil jika tiba-tiba elevator itu jatuh, mengingat Pota adalah sosok raja tega. “Hei, cepatlah!” seru peserta wanita nomor 3. Ia tidak sabar menunggu reaksi dari Abel. Bagaimanapun, masing-masing peserta akan selalu memikirkan diri sendiri terlebih dahulu dibandingkan orang lain. Belum lagi, orang lain yang ada di dalam permainan, bisa saja adalah saingan mereka di permainan selanjutnya. Abel tidak bergeming mendengar kalimat dari Pota dan teriakan dari peserta lain di sampingnya. Wanita itu masih tetap berlutut, sementara Abi terlihat putus asa di depannya. Hingga tiba-tiba, “Aaargh!” Abi memegang kepalanya dengan kencang, frekuensi nafasnya berubah menjadi jauh lebih cepat. Berkali-kali ia mengaduh sambil memukuli kepalanya. “Abi! Abi, kau kenapa?!” Abel secara spontan menyambut tubuh Abi yang merosot ke pelukannya. Wanita itu mendekap Abi dengan erat, sementara pria itu masih tetap mengaduh. Nafas Abi semakin bertambah cepat, bahkan kali ini ia memegangi dadanya yang terasa sesak sambil tetap memegangi kepalanya yang sakit tidak tertahankan. “Abi! Abi! Bertahanlah!” Abel menepuk pipi Abi berkali-kali, hendak membuatnya sadar dan bertahan. Namun Abi tidak merespon suaranya sama sekali. “Hei, kalian berdua, tolonglah!” Abi menoleh kepada dua orang peserta lain yang berdiri mematung tanpa melakukan apapun. Pasangan nomor 3 itu hanya saling pandang, kemudian mengangkat bahu dan menatap pasangan nomor 10 dengan tatapan hina. “Hei, Pota! Pota! Siapapun di sana! Kalian, hei! Juru Kamera! Ramagendhis! Tolong!” Abi merasa semakin panik hingga menyebutkan nama semua orang yang ia ketahui. Di dalam ruangan CCTV, Pota jutsu berteriak kegirangan. Badut kentang jelek itu sangat senang melihat bagaimana permainan di dalam elevator itu berjalan. Bahkan Pota sengaja tidak memberikan respon apapun kepada Abel yang terus menerus memanggilnya, karena ia ingin menikmati bagaimana kelanjutan dari permainan ini. Sementara badan Abi, seluruh ototnya berkontraksi berkali-kali, membuat tubuhnya tersentak beberapa saat. Abel terus menerus memanggil namanya, namun Abi tidak sanggup merespon karena rasa sakit yang ia derita. Tidak lama kemudian, busa putih keluar dari mulut Abi. Matanya terbuka, namun badannya tidak lagi bergerak. Dadanya yang semula naik turun, kini berhenti. Sesaat kemudian, tubuh Abi semakin lemas tidak bertenaga. Abel yang terus mendekapnya, tidak kuasa menahan tangis. Ia berteriak histeris, beberapa kali ia mengutuk dirinya sendiri yang terlambat menyadari perasaan kekasihnya yang sesungguhnya. "Abi, kenapa kau tidak berkata jujur dari awal? Kenapa kau harus selalu mendahulukan ego dan gengsimu?" Abel memukul-mukul tubuh Abu yang sudah tidak bernyawa lagi. Di dalam ruangan CCTV, Pota tertawa terbahak-bahak melihat betapa dramatis kejadian yang ada di dalam elevator. Jika saja Pota membawa cemilan, pasti badut kentang itu sudah melemparnya ke segala arah karena sangat antusias dan terhibur dengan apa yang ia lihat dari layar kamera pengawas. Sesaat kemudian, tawa Pota terhenti. Ia bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi. Reaksi yang ditunjukkan oleh tubuh Abi, seakan ia baru saja terkena racun. "Tunggu, racun? Jangan-jangan…" Pota kembali tertawa lebar ketika menyadari apa yang terjadi. Sesuatu yang membuatnya geram di permainan pertama, rupanya hanya sebuah kesalahan teknis. Manusia memiliki kadar resistensi atau kekebalan tersendiri terhadap racun. Ada orang yang bisa segera bereaksi saat terpapar, ada juga orang dengan tubuh yang bisa menahan kadar tertentu dari zat beracun. Reaksi Abi yang mengatakan bahwa kopi yang ia minum memiliki rasa almond yang tipis, menandakan bahwa ada racun yang terkandung di dalam kopi tersebut. Sayangnya, hingga permainan berakhir, tubuhnya tidak menunjukkan gejala ia terpapar racun. Rupanya racun itu selama ini sedang bertarung dengan antibodi di dalam tubuhnya. Di tengah kesedihan yang melanda Abel, Pota justru dengan tenang dan senang memberikan pengumuman hasil dari permainan yang baru saja berlangsung. "Peserta wanita nomor 10, berhasil menyelesaikan permainan, yeay!" Pota bertepuk tangan di ruang CCTV, suara tangan yang beradu bahkan terdengar hingga ke dalam elevator. Mendengar Pota berselebrasi atas kematian kekasihnya, membuat Abel menjadi semakin geram. Wanita itu dengan lembut melepaskan tubuh Abi yang sudah tidak bernyawa dari pelukannya, lalu ia berdiri. Sejenak kemudian, Abel menoleh ke arah pengeras suara sambil memperlihatkan mata merah yang basah karena air mata yang membanjiri. "Kalian, lihat saja! Aku akan membalas perbuatan kalian!" seru Abel sambil menunjuk pengeras suara. Sayangnya, Pota tidak terlalu peduli terhadap ucapan Abi, karena ia masih memiliki sesuatu yang harus dikatakan. "Sayang sekali, karena peserta lelaki nomor 10 tidak bisa melanjutkan permainan, maka pasangan nomor 10 dianggap gugur!" Ucapan Pota seketika membuat Abel terdiam. Sesaat kemudian, Abel teringat tentang peraturan yang ada di dalam permainan ini, yaitu jika salah satu dari dua sejoli melanggar peraturan, maka keduanya akan dijatuhi hukuman. "Ini adalah Couple Games, Sayangku! Permainan harus diselesaikan berdua bersama pasangan, ehe!" lanjut Pota. Kalimat itu semakin membuat Abel geram. Ia merasa sangat marah, ingin rasanya mengutuk permainan busuk ini. "Hei, bagaimana dengan kami?" Peserta pria nomor 3 berteriak sambil merentangkan tangan menghadap pengeras suara. Pasangan yang dari tadi belum mendapat giliran, merasa diabaikan oleh administrator permainan. Sayangnya, meski sudah berteriak sedemikian rupa, Pota masih tidak memberikan reaksi terhadap mereka. Di dalam ruang CCTV, Pota justru ingin memuaskan rasa gemelitik di perutnya. Ia ingin sekali lagi bermain dan menggoda peserta yang ada di dalam elevator. Dari ruang pengawas, ia kembali menggoyangkan ruangan elevator menggunakan alat kendali yang terpasang di sana. Hal itu membuat pasangan nomor 3 panik dan berpegangan erat pada dinding elevator. Pota tertawa keras melihat bagaimana dua orang itu ketakutan dengan tingkah lakunya. Namun saat Pota melihat ke arah Abel yang tidak bereaksi apapun, membuat badut kentang itu kembali merasa geram. Ia kembali menggebrak meja, merasa gagal memberikan teror kepada para peserta. Padahal, Abel hanya merasa tidak memiliki apapun lagi, karena kekasihnya sudah direnggut dari dirinya. Bahkan, kematian Abi terjadi setelah ia tahu semua kebenaran tentang kekasihnya. Abel berpikir, kenapa Abi tidak mati sebelum mengungkap semuanya? Jika Abi mati sejak di permainan pertama, mungkin ia tidak merasakan kehilangan sesakit ini. "Hei… hei… hei! Kami masih ada di dalam! Bagaimana nasib kami?" Peserta pria nomor 3 kembali berteriak. Guncangan di dalam elevator semakin kencang, membuat mereka berdua semakin ketakutan. Lagi-lagi di sini Pota berulah. "Emm… karena aku tidak suka dengan kalian, mungkin lebih baik jika kalian tereliminasi saja, ya?" "Apa? Tunggu, jangan! Tolong, jangan!" Peserta wanita nomor 3 yang sejak tadi tidak bersuara, akhirnya ikut protes dan meminta tolong. Ia tidak ingin hidupnya berakhir dengan cara seperti ini. "Maaf, ehe!" Pota menekan satu tombol papan kendali yang ada di depannya. Sesaat setelah itu, tali baja yang menyangga elevator tempat peserta nomor 10 dan 3 terputus, membuat elevator langsung terjun bebas dari lantai tiga. Suara teriakan dari pasangan nomor 3 terdengar nyaring. Hingga saat elevator menghantam lantai dasar, baru suara teriakan itu tidak terdengar lagi. Setelah kepergian Abi dan dipastikan tidak bisa lolos ke babak selanjutnya, Abel tidak bersuara sama sekali bahkan hingga elevator terjun ke bawah. Abel masih menyimpan dendam kepada Couple Games. Sayangnya, Pota memilih untuk mencegah Abel kembali berulah di hari esok. Suara gemuruh yang terdengar hingga dua kali membuat pasangan nomor 5 yang berada di dalam elevator lain menyeringai tipis sambil saling tatap. Mereka saat ini sedang ada di dalam elevator sendirian, menunggu satu pasangan lagi yang lolos dari permainan pertama. Permainan pertama memang telah berakhir, tetapi mungkin sebagian peserta memilih untuk beristirahat di tengah lorong gelap, sebelum mereka siap untuk pergi ke babak selanjutnya. Setelah cukup lama menunggu, akhirnya pintu elevator yang mereka tempati terbuka. Dua orang peserta memasuki elevator itu tanpa tahu apa yang akan menghadang mereka. Namun melihat bagaimana reaksi dari peserta nomor 5, membuatku sebagai narator berpikir, sejauh mana mereka mengetahui tentang permainan-permainan yang ada di dalam Couple Games?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN