Episode 17 : Keputusan Sulit

1599 Kata
Badan Eva bergetar hebat ketika mengingat apa yang baru saja terjadi di dalam elevator. Sepanjang jalan menuju ujung lorong gelap setelah menyelesaikan permainan “Jujur atau Tantangan,” Eva dan Juan yang tidak memiliki banyak sisa tenaga harus kembali berjalan menyusuri lorong panjang. Meski di permukaan Juan tampak tegar, namun jauh di dalam hati, pria jangkung itu juga tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. Seorang perempuan yang secara brutal menusuk kekasihnya, lalu elevator yang turun mendadak membuat wanita itu juga ikut menyusul kekasihnya ke alam baka. Juan tidak habis pikir dengan pikiran wanita itu yang tega melakukan hal keji kepada orang yang sangat dicintai. Juan tidak tahu, kisah apa yang mendasari perbuatan tersebut, karena cerita tentang pasangan nomor 20 hanya diketahui oleh tim penyelenggara Couple Games dan para penonton setia permainan cinta paling syahdu ini. Suasana tegang yang baru saja dilewati Juan itu, berbanding lurus dengan apa yang terjadi di tempat lain. Abi dan Abel, pasangan nomor 10 yang mengalami love and hate relationship juga harus mengalami nasib serupa. Ia berada di dalam elevator bersama dengan pasangan lain yang mendapatkan nomor 3. Abi dan Abel berdiri saling berjauhan, karena Abel tidak merasa jijik jika harus berdiri dekat dengan kekasihnya, Abi. Awalnya, semua terjadi seakan tidak ada sesuatu yang salah dengan elevator, sama seperti peserta lain. Hingga akhirnya Pota memberitahu bahwa mereka dijebak di dalam elevator yang berada di lantai tiga, barulah mereka mulai panik, kecuali Abi dan Abel. Sesaat kemudian, atap elevator terbuka dan menjatuhkan empat bilah pisau seperti elevator yang lain, di saat itu Abel dengan cekatan mengambil pisau tersebut. Abel berpikir, mungkin kesempatan untuknya membunuh Abi kembali datang kali ini. Entah ini bisa dibilang sebuah keberuntungan atau justru kesialan, Abi dan Abel mendapatkan urutan pertama dalam permainan “Jujur atau Tantangan.” Di dalam ruang CCTV, Pota sedang tersenyum girang karena ia sengaja menempatkan Abi dan Abel pada urutan pertama. Melihat bagaimana rekam jejak dua pasangan yang saling cinta namun benci ini, membuat darah Pota mendidih. “Untuk peserta pria nomor 10. Pertanyaannya adalah apa yang kau lakukan jika bisa keluar dari Couple Games dengan selamat?” Abi hanya diam dengan memasang wajah sombong. Memang begitulah perangai Abi selama ini, ia selalu percaya diri bahwa dirinya akan selalu selamat di manapun ia berada. Abi bahkan sempat menyeringai dan hal itu membuat Pota sedikit geram. Ia merasa diremehkan, dilecehkan, serta direndahkan hanya karena raut wajah sinis yang ditunjukkan oleh peserta. Tatapan berani dan percaya diri yang terpancar dari mata Abi, membuat Pota marah karena Abi menunjukkan jika ia tidak takut dengan permainan yang menantang maut seperti Couple Games. Belum lagi, di permainan Household Games, Abi terlihat tidak acuh terhadap peraturan permainan, namun ia masih bisa hidup sampai saat ini. Apakah peserta ini memang benar-benar beruntung? Sayangnya, lagi-lagi Pota harus menahan emosi dan melanjutkan tugas untuk mengawal permainan hingga usai. Meskipun ia geram dengan Abi, namun Pota berusaha keras untuk membacakan pertanyaan untuk Abel. “Untuk peserta wanita nomor 10, pertanyaan untukmu adalah apa tujuanmu datang ke Couple Games?” Bibir Abel tersungging ketika mendengar pertanyaan itu. Ia tidak menyangka, pihak penyelenggara justru membocorkan jika Abel memiliki maksud tersembunyi. Abel mengangkat kepala yang semula tertunduk, menoleh ke arah pengeras suara dengan senyum yang tidak luntur dari wajahnya. Sementara Abi terlihat bingung, karena ia masuk ke dalam permainan ini karena diculik oleh tim penyelenggara Couple Games. Abi menatap Abel seakan tidak percaya jika kekasihnya yang merupakan penari di Coco Bar di mana hampir setiap hari Abi mengawasi kegiatannya, mampu merencanakan sesuatu yang tidak diketahui. Sementara dua peserta yang lain, menatap Abel dengan sorot mata penuh rasa takut. Mereka berpikir jika Abel adalah salah satu orang dalam pada permainan yang hampir merenggut nyawa mereka itu. Melihat Abel yang tampak santai ketika memegang pisau, membuat pasangan nomor 3 saling berpegangan erat karena dikuasai oleh rasa takut. "Pasangan nomor 10, jujur atau tantangan?" Abi dan Abel saling menatap. Ada kemarahan yang tertangkap dari tatapan mata Abi kepada kekasihnya. Sosok temperamen itu tidak bisa menerima jika ia berada di dalam permainan ini karena ulah Abi. Sementara Abi terlihat sangat yakin dengan apa yang ada di dalam pikirannya. "Jujur atau tantangan? Kira-kira apa yang akan kau pilih, Sayang?" goda Abel kepada kekasihnya yang terlihat semakin marah. "Emm…" Abel menggaruk dagu yang tidak gatal. "Kenapa tidak dua-duanya sekaligus?" Jawaban Abel membuat Abi merasa semakin dilecehkan. Alisnya bertaut mendengar apa yang dikatakan oleh wanita berkulit eksotis di depannya. "Bagaimana, Pota? Bukankah ini menyenangkan?" lanjut Abel. Di dalam ruang CCTV, darah Pota terasa semakin mendidih. Ada satu sisi di mana ia sama seperti Abi, yaitu tidak bisa ditantang dan diremehkan. Mendengar Abel mengatakan sesuatu yang menyenangkan, membuat Pota tidak tega apabila tidak mengabulkan permintaan tulus dari gadis eksotis yang ditemukan di Kota Nelayan itu. “Baiklah, aku akan mengizinkan kalian memilih dua-duanya sekaligus. Tantangan untuk kalian adalah, BUNUH KEKASIHMU! Yeay!” Jantung Abi terasa seperti dihantam palu besi saat mendengar ucapan dari Pota. Meski memang Abi selalu kasar dan tidak memperlakukan Abel dengan baik, namun jauh di dalam lubuk hatinya, pria itu sangat menyayangi Abel. Hanya saja, rasa tinggi hati dan gengsi yang ia miliki, membuat Abi tidak bisa mengutarakan rasa sayangnya dengan cara yang baik. Hampir setiap malam, Abi selalu datang ke Coco Bar hanya untuk melihat kekasihnya bekerja dari dekat. Meski ia ditemani oleh wanita malam lain, namun Abi tidak pernah “membungkus” wanita yang menemaninya. Mata Abi selalu tertuju kepada Abel. Ada rasa sakit hati ketika Abel mendapat perlakuan tidak manusiawi dari pria busuk yang ditemaninya tiap malam. Sedih saat melihat wanita yang ia cintai harus masuk ke dalam ruang VIP hanya berdua dengan lelaki lain. Apa yang Abi bayangkan, adalah sesuatu yang benar-benar terjadi di dalam sana. Namun Abi tidak memiliki kuasa untuk melarang Abel bekerja, karena penghasilan Abi tidak cukup untuk menghidupi dirinya sendiri, apalagi jika harus menghidupi Abel. Abi sebenarnya memiliki niat untuk menikahi Abel di masa depan, salah satu alasannya adalah agar Abel berhenti dari pekerjaan dunia malam. Namun rasa tinggi hati membuat Abi hanya menyimpan rasa itu di dalam kepala, tidak mampu ia utarakan di depan kekasihnya. Mendapatkan pilihan sulit, membuat Abi mau tidak mau harus menurunkan ego. Jika tantangannya adalah sesuatu yang lain, mungkin Abi dengan senang hati menerima tantangan itu. Bahkan jika harus menghabisi nyawa orang lain pun, Abi tidak ragu melakukannya demi Abel. Sedangkan Abel, senyum di bibirnya tidak kunjung meredup. Apa yang ia inginkan benar-benar dikabulkan oleh Pota dan tujuannya masuk ke permainan ini benar-benar bisa tercapai. Sebagai orang yang menarik Abel langsung ke permainan ini, aku, Ramagendhis, memang akan memberikan kesempatan kepada Abel untuk membalas dendam atas perbuatan Abi kepadanya. Tapi, seharusnya bukan di sini tempatnya. Kegagalan Abel di permainan pertama, membuatku ingin mengatur kembali rencana untuk menghabisi nyawa Abi di permainan kedua. Sayangnya, sepertinya Abel sudah tidak sabar untuk segera mengeksekusi kekasihnya itu. “Jujur. Aku akan memilih jujur,” ucap Abi dengan merendahkan nada bicaranya. Akhirnya, di sinilah Abi. Pria itu rela membuang ego dan kesombongan saat dihadapkan dengan pilihan bahwa kekasihnya akan terbunuh jika ia salah membuat pilihan. “Sejujurnya, aku masuk ke tempat ini karena diculik oleh orang-orang yang tidak kukenal. Namun saat mendengar bahwa hadiah dari permainan ini adalah pernikahan impian yang mewah, Aku jadi bersemangat mengikuti permainan ini hingga titik darah penghabisan. Karena aku tahu, aku tidak memiliki kuasa untuk membuat pernikahan impian bersama denganmu, Abel. Jika keluar dari sini, aku akan menikahimu dan berjanji akan menjadi pria yang baik, sehingga kau tidak perlu lagi bekerja di dunia malam seperti sebelumnya.” Suara Abi terdengar lirih, ia mengatakan itu dari lubuk hati terdalam. Keinginannya hanya satu, membuat Abel bahagia. Abi sadar, selama ini perbuatannya kepada Abel tidak bisa dibilang terpuji. Abi terkadang memukul, mencemooh, bahkan mengutuk Abel sehingga membuat wanita itu semakin tersiksa saat ada di rumah. Sisi lembut yang selama ini terpendam di lubuk hati terdalam, akhirnya bangkit saat kekasihnya ada di ujung jurang. Mendengar kalimat Abi yang mengatakan ingin memberikan pernikahan impian untuknya, membuat mata Abel berkaca-kaca. Bahkan tanpa sadar, pisau yang ada di tangannya tiba-tiba terjatuh. Abel tidak menghiraukan suara besi beradu dengan keramik yang terdengar nyaring, matanya tidak lepas dari tatapan sayu kekasih yang berdiri di hadapannya. Sejenak, ia menyesal. Ucapan Abi membuat Abel tidak sanggup apabila harus menghunuskan pisau ke arah lelaki itu. Kegalauan Abel membuat Pota yang mengawasi mereka dari jauh, tertawa semakin kencang. Pota benar-benar sangat menikmati bagaimana kegundahan hati dari peserta. Pota menarik nafas panjang agar tensi emosinya sedikit menurun, lalu ia menghidupkan mikrofon, “ayolah, peserta wanita nomor 10! Kau tadi berkata akan melakukan tantangan dan kejujuran sekaligus! Jika kau tidak sanggup melakukannya, maka…” “Aku akan tetap melakukannya!” Suara Abel terdengar bergetar. Semua orang yang mendengarnya pun sadar, jika Abel sedang dilanda keraguan. Ia hanya malu dan gengsi, apabila menelan ludahnya sendiri. Apalagi, kenyataan yang mengatakan bahwa Abi sangat mencintainya, ia dengar di saat-saat terakhir seperti ini. keraguan kembali muncul di pikiran Abel. Perempuan itu tidak tahu, apakah Abi benar-benar tulus saat mengatakan semua itu, atau ia hanya mengatakan seluruh kalimat manis itu agar selamat dari permainan ini? Apalagi, seluruh kalimat itu seakan membawa Abel ke atas utopia. Abel kembali mengambil pisau yang tergeletak di lantai. Tangannya bergetar semakin kencang ketika sadar bahwa dirinya harus memegang pisau itu dan melaksanakan tantangan dari administrator permainan. Abel kembali menatap mata Abi yang juga berkaca-kaca, membuatnya semakin ragu karena baru pertama kali ini ia melihat kekasihnya mengeluarkan air mata di hadapannya. Pria paling sombong yang ia kenal seumur hidup, mau meruntuhkan tembok ego yang ia bangun selama ini demi dirinya. Haruskah Abel mengayunkan pisau dan menghunuskan ke tubuh kekasihnya, atau ia mengganti pilihan yang ia buat?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN