Episode 6 : Household Game

1812 Kata
Hai penonton setia Couple Games, kali ini izinkan aku, Ramagendhis, narator kesayangan kalian untuk mempersembahkan permainan pertama dari rangkaian permainan cinta paling syahdu di abad ini. Seperti yang terlihat di layar kalian, para peserta sudah bangun di dalam rumah tradisional khas Jepang. Namun berhati-hatilah bagi para peserta, sebab kalian tidak akan bisa keluar seenaknya dari ruangan tersebut, karena pintu geser yang ada di ruangan itu dilengkapi oleh sistem keamanan termutakhir abad ini. Selanjutnya, aku akan menyerahkan kepada Pota untuk memandu jalannya permainan. Silakan, Pota! “Terima kasih, Ramagendhis, sekarang aku akan menjelaskan permainan pertama kita!” Suara Pota yang nyaring dan berisik, terdengar dari pengeras suara yang terpasang di sudut ruangan para peserta. Mereka mulai terlihat gelisah di dalam ruangan masing-masing, karena permainan pertama yang dimaksud Pota, bisa menjadi permainan terakhir di hidup mereka. “Permainan ini disebut dengan Household Games! Aku akan mengibaratkan kalian sebagai suami istri, meskipun aku tahu usia kalian saat ini baru menginjak 17 tahun, ehe. Jika kalian melihat di sebelah kanan dan kiri, ada pintu geser yang bisa dibuka untuk menuju ke ruangan lain! Tenang saja, dua sisi itu tidak akan menyakiti kalian!” Para peserta menengok ke arah kanan dan kiri mereka, namun masih tidak beranjak karena tidak begitu saja percaya dengan omongan Pota. “Ruangan sebelah kanan adalah dapur, di mana para wanita akan menyajikan minuman penuh cinta untuk para suami. Sedangkan ruangan sebelah kiri adalah adalah gudang, di mana para lelaki harus mengambil alat-alat untuk membersihkan rumah.” “Kenapa para lelaki harus membersihkan rumah?” tanya salah satu peserta. “Aku tidak mau membersihkan rumah! Itu adalah pekerjaan perempuan! Para lelaki tugasnya bekerja, mencari uang! Dasar Kentang Payah!” gerutunya. Kamera CCTV lengkap dengan mikrofon yang terpasang di dalam ruangan itu membuat Pota mampu mendengar apapun yang dikatakan oleh para peserta, termasuk jika mereka merencanakan siasat licik untuk mencurangi permainan. “Hei… hei… hei… dasar kaum patriarkis! Kau pikir membersihkan rumah itu tugas perempuan, ha? Membersihkan rumah itu tugas lelaki! Jangan membuatku ceramah di sini dan lakukan permainan ini sebaik mungkin! Jika tidak, maka kalian tahu apa akibatnya!” Ancaman yang dilontarkan oleh Pota, seketika membuat tangan para peserta semakin gemetar. Mereka semua tahu, saat Pota mengatakan sesuatu, ia tidak sedang bermain-main. “Sekarang, berdiri di depan pintu masing-masing ruangan!” Para peserta terpaksa menuruti permintaan Pota, tidak terkecuali pasangan nomor 7 yang tidak saling sapa satu sama lain. Mereka semua beranjak dari tengah ruangan, menuju ke depan pintu masing-masing sub ruangan di dalam bilik tersebut. Sejenak kemudian, pintu geser di depan mereka terbuka dengan sendirinya, memperlihatkan ruangan di baliknya yang masih kental dengan nuansa Jepang. “Masuklah!” seru Pota dari ruangan CCTV. Beberapa peserta, termasuk peserta nomor 7 tidak ragu sama sekali ketika memasuki ruangan mereka masing-masing. Beberapa peserta lain tampak ragu, Juan dan Eva saling pandang terlebih dahulu, menatap sang kekasih dengan pandangan takut jika saat itu adalah saat terakhir mereka bertemu. Juan mengangguk pelan tanpa kata, meyakinkan Eva bahwa semuanya akan baik-baik saja. Mata Eva mulai berkaca-kaca, rasa takut yang ada di hatinya tidak bisa disembunyikan lagi. Melihat kekasihnya sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja, Juan tersenyum manis untuk membuat Eva tenang. “Semua akan baik-baik saja, Sayang! Aku percaya kepadamu!” seru Juan dengan tegas, berharap rasa takut yang Eva rasakan memudar karena perkataannya. Eva masih terus saja terdiam, tidak berani mengambil langkah. “Ayo cepatlah! Aku ingin segera memulai permainan ini!” seru Pota melihat para peserta yang masih ragu untuk masuk ke dalam ruangan mereka masing-masing. Peserta pria nomor 18 bahkan menangis semakin histeris sambil berdiri di depan pintu ruangannya, membuat kekasihnya juga tidak kuasa menahan tangis. Ingin rasanya si wanita berlari menghampiri si pria untuk membuatnya tenang, namun ia juga merasa takut. Wanita itu harus sekuat tenaga menyembunyikan ketakutan yang menghantui pikirannya, ia ingin kekasihnya menjadi sedikit lebih tenang. “Tenanglah, Sayang! Kita akan keluar dengan selamat, kau harus yakin!” Suara wanita itu terdengar gemetar. Sangat tampak rasa takut yang memenuhi kepalanya, namun ia berlagak tegar di hadapan kekasihnya yang lebih cengeng dan penakut dibandingkan dirinya. “Sayang…” Pria besar itu merengek, bahkan mengulurkan tangan ke belakang, berusaha menggapai si wanita yang ada di sudut lain ruangan itu. Si wanita mengangguk, lalu ia berbalik dan melangkahkan kaki perlahan memasuki ruangan dapur tempat ia akan melakukan permainan. Si pria berkali-kali meneriakkan namanya, namun si wanita tidak menghiraukan suara kekasihnya yang sebenarnya tidak tega ia tinggalkan. Pelan-pelan si wanita melangkah, sembari air matanya menetes. Ia tidak bisa menangis kencang saat di depan kekasihnya, tetapi saat ia berbalik, saat itulah si wanita bisa meluapkan ketakutan dan kesedihannya karena tidak dilihat oleh si pria. Para peserta lain pun dengan terpaksa memasuki ruangan tempat mereka akan melangsungkan permainan. Bukan hanya satu pasang yang menangis, banyak peserta lain yang juga meneteskan air mata dan keringat bahkan sebelum permainan ini dimulai. Masuk ke dalam ruangan dapur, para peserta wanita dihadapkan oleh sesuatu yang sangat sederhana, yaitu meja kayu dengan empat gelas kopi hitam yang sudah dingin di atasnya. Sedangkan di dalam ruangan gudang yang ditempati oleh para peserta pria, terdapat barang-barang tak terpakai berserakan di dalamnya. Juan yang ada di dalam gudang, mengedarkan penglihatannya ke sekeliling. Ia masih belum paham apa yang harus dilakukan sekarang. Juan melihat ke belakang, di mana Eva tampak di ujung lain ruangan sedang termenung menatap meja yang ada di depannya. Eva pun tidak tahu, apa yang harus ia lakukan dengan kopi-kopi yang ada di hadapannya. Sejenak kemudian, Eva pun melihat ke arah gudang yang membuat mata dua sejoli ini bertemu. Juan tersenyum getir, ia kembali mengangguk pelan. “Jadi peraturan permainan kali ini adalah…” Suara nyaring Pota yang terdengar dari pengeras suara yang juga terpasang di dalam dapur dan gudang membuat perhatian Juan dan Eva teralihkan dari kekasihnya. Mereka melihat ke atas, ke arah pojok ruangan di mana pengeras suara itu berada. Pota pun menjelaskan peraturan permainan. Seperti yang dikatakan sebelumnya, nama permainan ini adalah Household Games, atau diterjemahkan dengan permainan rumah tangga. Aku akan menjelaskan semuanya dari awal terlebih dahulu. Di dalam rumah tangga, sebuah pasangan seharusnya berbagi tugas di dalam rumah. Memang, patriarki memberitahu bahwa tugas lelaki adalah bekerja, sedangkan perempuan mengurus rumah. Namun sejatinya, tugas lelaki tidak sesederhana itu. Lelaki seharusnya mampu menyediakan sandang, pangan, dan papan untuk keluarga kecilnya. Menyediakan sandang artinya bukan hanya membelikan baju, melainkan juga memastikan baju untuk keluarganya bersih, sehingga secara tidak langsung mengatakan bahwa tugas lelaki adalah mencuci perlengkapan rumah tangga. Lalu menyediakan pangan, bukan hanya memberi uang belanja, melainkan juga memastikan makanan yang layak untuk keluarganya. Artinya apa? Suami bertugas untuk memasak untuk keluarga kecilnya. Selain itu, suami juga wajib menyediakan papan, bukan hanya membeli atau menyewa rumah, namun suami juga harus memastikan tempat tinggal keluarganya dalam keadaan bersih, sehingga tugas beberes adalah kewajiban suami. Wah, pasti penonton sekalian sekarang bertanya-tanya, apa tugas istri jika pekerjaan dasar rumah tangga adalah kewajiban suami? Aku tahu, sebagian dari kalian tidak ingin mendengar ini, tetapi aku akan tetap menjelaskannya. Tugas istri sejatinya sama beratnya dibandingkan suami. Istri adalah calon ibu. Sebagai ibu, tugas istri memberikan pendidikan kepada anak-anaknya, karena ibu adalah sekolah pertama untuk anak. Selain itu, istri juga dituntut bisa mengatur rumah tangga, artinya, seorang istri harus pandai mengatur keuangan keluarga, mencukupkan penghasilan keluarga agar tetap bertahan hidup di tengah tuntutan yang semakin tinggi di masyarakat. Selain itu, istri juga memiliki tugas yang sangat penting, yaitu harus bisa mengatur suasana rumah. Ada istilah yang mengatakan bahwa surga keluarga dan rumah tangga ada di tangan istri, artinya bahwa perempuan sebagai istri wajib pandai mengatur suasana hati dan suasana rumah, sehingga tercipta kehangatan dan kenyamanan di dalam rumah itu. Wah, rupanya penjelasanku sangat panjang, ya? Aku harap kalian tidak bosan denganku yang memang suka bertele-tele ini. Jadi di dalam Household Games, para lelaki harus memilih satu di antara empat alat yang tergantung di dalam gudang untuk nantinya membersihkan rumah, sedangkan para perempuan akan memilih satu di antara empat gelas kopi untuk diberikan kepada kekasih mereka. “Tapi tentu permainan ini tidak sesederhana itu,” ucap Pota setelah seluruh penjelasan permainan didengar oleh para peserta. “Untuk kalian para lelaki, di samping gantungan alat-alat rumah tangga, ada sarung tangan yang harus kalian gunakan sebelum memulai pertandingan. Pakailah sekarang!” Seluruh peserta pria melangkah perlahan mendekat ke arah gantungan alat-alat rumah tangga dan memakai sarung tangan sesuai perintah dari Pota. “Untuk para perempuan, kalian tidak perlu melakukan apapun.” Eva tetap menengok ke arah pengeras suara. Jantungnya berdebar semakin kencang, detik-detik dimulainya permainan semakin dekat, membuat rasa khawatir di pikirannya semakin menjadi-jadi. “Sudah? Sudah?” ucap Pota setelah melihat seluruh lelaki telah mengenakan sarung tangan mereka. ”Jadi, tiga dari empat alat rumah tangga yang ada di hadapan para lelaki sudah dilumuri racun. Sarung tangan yang kalian gunakan itu, bisa mencegah kalian terpapar racun yang akan bereaksi dengan keringat di tubuh kalian. Kalian harus memilih satu di antara empat alat di hadapan kalian. Pastikan alat itu tidak beracun, karena racunnya bisa membuat kalian terbunuh, ehe.” Juan mundur perlahan mendengar penjelasan dari Pota. Jantungnya berdebar tak menentu, keringatnya mulai mengucur karena rasa takut yang mulai menghantui. Semakin takut lagi, Juan membayangkan salah satu di antara dirinya dan Eva harus terbunuh karena tidak berhati-hati dalam bertindak. “Tidak hanya itu, para peserta sekalian!” lanjut Pota. Juan kembali memfokuskan diri ke pengeras suara yang ada di bagian atas ruangan. “Untuk para wanita, kalian harus memilih satu di antara empat gelas kopi di hadapan kalian. Namun jangan salah pilih, karena tiga di antara empat gelas itu adalah kopi beracun. Aku yakin, kalian pasti tahu racun apa yang terdapat di dalamnya. Jika tidak tahu, maka kalian mungkin harus coba meminumnya untuk mencari tahu, ehe. Pilihlah satu kopi yang tidak beracun!” Nafas Eva tercekat begitu mendengar apa yang dikatakan oleh Pota. Perlahan, ia memutar kepala, memandang gelas-gelas kopi yang tersusun rapi di depannya. Ia harus memilih satu di antara gelas-gelas itu dan memastikan bahwa gelas yang ia pilih adalah gelas yang tepat. “Aku yakin kalian pasti merasa takut saat ini, bukan? Tenang saja, kalian bisa berdiskusi dengan pasangan kalian. Tetapi kegiatan diskusi itu hanya bisa dilakukan di ruang tengah, di mana kalian terbangun tadi. Jika kalian berdiskusi di dapur atau di gudang, maka kalian juga akan tahu akibatnya.” Permainan pertama dari rangkaian permainan cinta paling syahdu di abad ini segera dimulai. Masing-masing peserta sudah ada di tempat mereka. Kebanyakan dari mereka saat ini dihantui rasa takut, khawatir akan memilih alat yang salah dan menyebabkan mereka terbunuh. Debaran jantung dan rasa takut yang terlihat jelas di kamera, membuat Pota sangat menikmati permainan ini. Pota tidak sabar ingin segera menekan tombol “mulai” yang ada di hadapannya. Tangannya bergerak perlahan sambil menahan tawa. Adrenalin Pota pun ikut terpacu, sama seperti para peserta di bawah sana. Setelah menarik nafas panjang, Pota segera memukul tombol “mulai” dengan keras sambil berteriak di depan mikrofon, “Household Game, kita mulai!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN